Data yang dikumpulkan pada Mei menunjukkan bila remaja dan dewasa muda yang merokok vape berisiko lebih tinggi terinfeksi COVID-19 hingga 5 kali lipat, dibanding sebaya mereka yang tidak merokok vape.
Riset oleh tim dari Stanford University of School of Medicine ini adalah yang pertama meneliti hubungan antara remaja dan dewasa muda yang merokok vape dengan COVID-19. Penelitian sudah dipublikasikan dalam Journal of Adolescent Health, 11 Agustus 2020.
Di antara remaja dan dewasa muda yang dites virus COVID-19 di AS, ditemukan mereka yang merokok vape 5-7 kali lebih berisiko terinfeksi, dibanding yang tidak menggunakan rokok elektrik.
Dilansir dari website Stanford, Bonnie Halpern-Felsher, PhD, profesor pediatri dan penulis senior studi tersebut menjelaskan,“Remaja dan dewasa muda perlu tahu bila menggunakan vape, mereka berisiko besar terkena COVID-19 karena itu merusak paru-paru mereka.”
Tidak hanya peningkatan risiko yang kecil
“Orang muda mempercayai bila usia mereka melindungi dari paparan virus, atau mereka tidak akan mengalami gejala COVID-19 (bila terinfeksi), tetapi data menunjukkan ini tidak berlaku pada mereka yang merokok vape,” ujar penulis utama, Shivani Mathur Gaiha, PhD.
“Studi ini menjelaskan dengan cukup gamblang bila remaja dan dewasa muda yang merokok vape, atau vape dan tembakau berisiko tinggi, dan itu bukan peningkatan risiko yang kecil; ini risiko yang besar,” kata Gaiha.
Data dikumpulkan melalui survei online pada Mei 2020. Diikuti oleh 4.351 responden berusia antara 13-24 tahun di AS. Sampel peserta dibagi menjadi pengguna rokok elektrik dan yang tidak menggunakan produk nikotin. Sampel juga mencakup jumlah orang yang sama dalam kelompok berbeda (remaja, dewasa muda dan dewasa), ras dan jenis kelamin.
Mereka ditanya apakah pernah menggunakan vape atau rokok lainnya, atau apakah mereka merokok (vape/tembakau) dalam 30 hari terakhir, mengalami gejala COVID-19, melakukan tes COVID-19, dll.
Hasil disesuaikan dengan faktor perancu
Hasilnya disesuaikan dengan faktor-faktor perancu seperti usia, jenis kelamin, status LGBT, ras, level edukasi ibu, dll.
Orang muda yang memakai baik rokok elektrik dan tembakau selama 30 hari terakhir hampir 5x lipat lebih mungkin mengalami gejala COVID-19, seperti batuk, demam, kelelahan dan kesulitan bernapas, dibanding yang tidak merokok.
“Ini mungkin menjelaskan mengapa mereka juga lebih cenderung menerima pengujian COVID-19,” kata Halpern-Felsher, terutama mengingat bahwa pada bulan Mei, banyak daerah membatasi pengujian COVID-19 untuk orang-orang dengan gejala.
Tergantung dari produk nikotin mana yang dipakai dan seberapa sering, orang muda yang merokok vape atau tembakau, atau keduanya, 2,6 – 9 kali lebih berisiko menerima tes COVID-19, daripada bukan perokok.
Di antara peserta yang dites COVID-19, mereka yang pernah menggunakan rokok elektrik 5 kali lebih mungkin didiagnosis dengan COVID-19 daripada bukan pengguna.
Para peneliti tidak menemukan hubungan antara diagnosis COVID-19 dan merokok konvensional saja, mungkin karena pola umum di kalangan remaja adalah menggunakan alat vaping dan rokok tradisional. (jie)