Pemerintah berencana memperbolehkan mereka yang berusia di bawah 45 tahun kembali bekerja dengan alasan daya tahan tubuhnya lebih kuat. Apakah ini berarti akan menerapkan bentuk lain teori herd immunity?
Sebelumnya Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan mereka yang berusia kurang dari 45 tahun boleh kembali bekerja pada 11 sekor yang diizinkan sesuai Permenkes No. 9 Tahun 2020, pasal 13.
Sektor-sektor tersebut meliputi bidang kesehatan, pangan, energi, keuangan dan perbankan, layanan komunikasi dan media komunikasi. Kemudian sektor ritel, logistik dan distribusi barang, serta industri strategis.
Dasar pemikirannya adalah mereka yang masih muda atau berusia kurang dari 45 tahun memiliki daya tahan tubuh yang cukup baik untuk melawan virus corona. Sebaliknya orang yang berusia 45 tahun ke atas memiliki risiko kematian yang tinggi akibat COVID-19.
“Usia 60 tahun ke atas mengalami angka kematian tertinggi yaitu 45%. Kemudian usia 46 – 59 tahun dengan tingkat kematian 40%. Ini data yang kita kumpulkan dua bulan terakhir,” imbuhnya dalam siaran pers pada Selasa (12/5/2020).
Tetapi yang perlu juga dipahami adalah mereka yang berusia kurang dari 45 tahun juga berisiko menjadi carrier (pembawa) virus, dengan gejala infeksi minimal atau bahkan tanpa gejala.
Menulari keluarga di rumah
Beberapa ketidaksetujuan diungkapkan para ahli atas rencana pemerintah tersebut. Salah satunya dikatakan oleh Kepala Satgas PB IDI Prof. dr. Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM, sebagian besar (90%) orang muda yang terinfeksi COVID-19 mengalami gejala ringan.
Tetapi bila mereka terinfeksi saat di luar rumah akan menjadi pembawa penyakit bagi keluarga mereka di rumah. “Yang dikhawatirkan mereka menjadi orang tanpa gejala. Sampai rumah menularkan ke bapak, ibu dan yang lebih senior,” ucapnya.
Prof. Zubairi juga menghawatirkan pelonggaran ini berimbas pada banyaknya pasien di rumah sakit yang akan menjadi beban rumah sakit dan peningkatan risiko penularan untuk tenaga medis.
Herd immunity
Membiarkan mereka yang dianggap memiliki daya tahan tubuh kuat kembali bekerja dan berpotensi tinggi terinfeksi virus corona mirip dengan konsep kekebalan kelompok, alias herd immunity.
Herd immunity merupakan konsep epidemiologis yang menggambarkan keadaan di mana suatu populasi cukup kebal terhadap penyakit, sehingga infeksi tidak akan menyebar dalam kelompok itu. Dengan kata lain, cukup banyak orang tidak bisa kena penyakit - baik melalui vaksinasi atau kekebalan alami - sehingga orang-orang yang rentan terlindungi.
Campak, gondong, polio, dan cacar air adalah contoh penyakit menular yang dulunya sangat umum tetapi sekarang jarang karena vaksin membantu membangun kekebalan kelompok.
Pada kasus pagebluk COVID-19 karena belum ditemukan vaksin, maka herd immunity akan terjadi saat sebagian besar populasi orang terpapar virus SARS-CoV-2, dengan harapan tubuh mereka membentuk antibodi hingga kebal terhadap virus ini
"Ketika sekitar 70% populasi telah terinfeksi dan pulih, kemungkinan wabah penyakit menjadi jauh lebih sedikit karena kebanyakan orang resisten terhadap infeksi," kata Martin Hibberd, profesor penyakit menular di London School of Hygiene & Tropical Medicine.
Berbahaya bila vaksin belum tersedia
Mengenai konsep kekebalan kelompok, Organisasi Kesahatan Dunia (WHO) menentangnya. Direktur Eksekutif WHO untuk Keadaan Darurat Kesehatan, Michael Ryan mengecam penerapan konsep tersebut untuk menangani wabah virus corona lantaran mengorbankan nyawa manusia.
"Bagaimana jika kita akan kehilangan beberapa orang tua di sepanjang jalan? Ini benar-benar berbahaya. Suatu perhitungan yang berbahaya," ujar Ryan dikutip dari laman resmi WHO.
Ryan menambahkan, selama ini para ahli epidemiologi menggambarkan bahwa suatu populasi yang umumnya telah divaksinasi dapat melindungi individu rentan, misalnya bayi atau orang yang mengalami gangguan kekebalan tubuh. Ketika kekebalan kelompok seperti itu ada, sulit bagi virus untuk menyebar.
Namun sebuah penelitian menunjukan bahwa orang yang memiliki antibodi COVID-19 jauh lebih sedikit dari yang diharapkan. ”Penerapan konsep herd immunity sangat berbahaya, terlebih ketika vaksin Covid-19 belum tersedia,” imbuhnya. (jie)