Ancaman COVID-19 Makin Tinggi, Perlu “Upgrade” Prokes
covid_makin_tinggi_prokes

Ancaman COVID-19 Makin Tinggi, Perlu “Upgrade” Prokes

Tak bisa disangkal lagi, ancaman COVID-19 makin tinggi. Indonesia tengah menghadapi ledakan kedua kasus COVID-19, usai ledakan pertama awal tahun 2021. Data per 17 Juni, total kasus positif di Indonesia mencapai 1,95 juta. Ditengarai, ada 3 faktor yang berperan dalam hal ini: interaksi sosial yang tinggi dan pelanggaran protokol kesehatan selama libur Lebaran lalu, dan kehadiran virus varian delta.

Seperti diketahui, varian delta adalah virus corona varian baru yang tadinya disebut dengan varian B.1.617. WHO menetapkan pelabelan mutasi virus SARS-CoV-2 menggunakan alphabet Yunani, untuk menjelaskan 4 varian baru yang menjadi variants of concern (VoC), serta untuk menghindari stigma terhadap negara asal varian-varian baru. Label Alpha ditujukan untuk mutase virus varian B.1.1.7 yang pertama kali ditemukan di Inggris, Beta merujuk pada varian B.1.351 yang dideteksi dari Afrika Selatan, Gamma untuk varian P.1 yang mulanya dideteksi di Brasil, dan Delta untuk menyebut varian B.1.617 yang awalnya didokumentasikan di India.

COVID-19 makin tinggi, prokes makin penting

“Memang bermutasi itu takdirnya virus, tapi kita gak boleh kalah pintar. Virus meng-upgrade diri, maka kita juga harus upgrade protokol kesehatan,” tegas vaksinolog dr. Dirga Sakti Rambe M.sc, Sp.PD. Di awal pandemi, kita mengenal protokol kesehatan (prokes) 3M: mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Ini sudah di-upgrade menjadi 5M, dengan tambahan mengurangi mobilitas dan menghindari keramaian.

Menurut dr. Dirga, dari prokes 3M, yang paling efektif adalah memakai masker. “Banyak sekali penelitian yang menemukan bahwa peran masker sangat penting dalam mencegah penularan COVID-19,” ujarnya, dalam diskusi daring bersama SOS Personal Hygene, Kamis (17/6/2021).

Ia menjelaskan, masker bisa menekan terjadinya mutasi virus, karena mencegah orang yang sehat terinfeksi. “Saat virus menginfeksi orang baru, dia akan bermutasi terus. Karena varian virus makin aneh-aneh, maka hanya gunakan masker yang berkualitas. Yang direkomendasikan sekarang hanyalah masker bedah. Masker kain tidak cukup lagi melindungi,” tutur dr. Dirga. Masker kain bisa tetap digunakan sebagai double protection; jadi dipakai untuk melapisi masker bedah (surgical mask).

Jangan pernah melepas masker saat berada di luar rumah, kecuali benar-benar penting, dan pastikan kondisi sekitar aman: Anda berada di ruang terbuka, yang tidak banyak orang. “Fase kritis adalah saat kita melepas masker. Meski hanya beberapa detik atau menit, tapi saat itulah virus bisa menyerang,” jelas dr. Dirga. Gantilah masker maksimal 6 jam setelah dipakai, atau saat masker kotor/basah meski baru 1-2 jam dipakai. “Saat masker basah, proteksinya berkurang atau hilang,” imbuhnya.

Masker haruslah memiliki kawat di bagian hidung, agar bisa menutupi lekukan hidung dan tulang pipi dengan baik. Pastikan masker menutupi hidung sampai dagu. Ikatlah tali masker bila kekendoran, agar tidak ada celah antara masker dengan wajah.

Kebiasaan mencuci tangan yang mulai diabaikan, kini perlu dilakukan lagi dengan disiplin. Cucilah tangan dengan sabun dan air mengalir tiap kali ada kesempatan. Bila tidak memungkinkan, gunakan hand sanitizer. Untuk itu, bawalah selalu hand sanitizer di tas, sebelum keluar rumah.

Jangan tunda vaksinasi

Optimalkan perlindungan dengan vaksin, di samping meng-upgrade prokes. Ancaman COVID-19 makin tinggi, cakupan vaksinasi harus makin luas dan cepat. Bebrapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris telah membuktikan, cakupan vaksinasi yang luas (>40%) mampu menurunkan kasus baru dan kematian akibat COVID-19. “Vaksinasi harus dilakukan secepat-cepatnya dan seluas-luasnya. Harus ngebut. Inilah prinsipnya di masa pandemi,” tegas dr. Dirga.

Dengan cara ini diharapkan segera tercapai kekebalan komunitasi atau herd immunity. Karena makin banyak orang yang divaksin, penularan akan makin berkurang, sehingga mereka yang belum mendapat vaksin pun terlindungi secara tidak langsung. Idealnya, herd immunity bisa tercapai bila cakupan vaksinasi mencapai minimal 70%. Sayangnya di Indonesia, angka ini masih jauh. Kelompok yang sudah menerima vaksin dosis pertama baru 11%, sedangkan yang sudah lengkap (2 dosis) baru 6,3%.

Sudah ada 3 merk vaksin COVID-19 yang tersedia di negara kita. Dr. Dirga menegaskan, tidak perlu memilih-milih vaksin. Apalagi sampai menunda vaksinasi, karena menunggu vaksim yang diinginkan tersedia. “Semua vaksin yang beredar di Indonesia efektif mencegah sakit berat dan kematian,” lanjutnya. Terkait perlindungan vaksin terhadap varian baru, Dr. Dirga menyebut, vaksin yang akhir-akhir ini banyak digunakan, telah diketahui efektif melindungi dari varian Delta, “Sedangkan dua merk vaksin yang digunakan di awal-awal program, belum ada laporannya.”

Kita berpacu dengan waktu. Cakupan vaksinasi berkejaran dengan penyebaran virus yang makin cepat dan masif. “Vaksinasi bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga tanggung jawab sosial, karena vaksinasi pun melindungi orang-orang di sekitar kita,” pungkas dr. Dirga. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Medical photo created by freepik - www.freepik.com