Aspartam adalah salah satu pemanis buatan yang paling banyak beredar di pasaran. Walau telah lama dikonsumsi tetap muncul berbagai kontroversi tentang aman atau berbahayakah pemanis aspartam.
Aspartam biasanya digunakan dalam produk berlabel ‘diet’, bebas gula (sugar-free), rendah kalori atau zero-sugar. Pemanis buatan ini 200 kali lebih manis dibanding gula biasa. Beberapa produk yang mengandung pemanis aspartam antara lain minuman soda zero sugar, es krim, jus buah kemasan, yogurt, minuman energi, dll.
Kandungan aspartam adalah asam aspartik dan fenilalanin. Keduanya adalah asam amino alami, juga dikenal sebagai ‘bahan penyusun’ protein. Asam aspartik produksi secara alami oleh tubuh, sementara fenilalanin biasanya didapatkan dari makanan; melimpah di daging, ikan, telur dan susu.
Beberapa otoritas kesehatan – seperti FDA, EFSA, Health Canada, Food Standards Australia New Zealand, bahkan FAO/WHO - telah mengonfirmasi bila pemanis aspartam aman dan disetujui untuk dipakai untuk populasi umum, termasuk bayi, anak-anak dan ibu hamil/menyusui.
Di tahun 2013, EFSA (European Food Safety Authority) diminta untuk mengevaluasi ulang keamanan aspartam, melibatkan lebih dari 600 set data dari penelitian-penelitian aspartam. Mereka tidak menemukan alasan untuk menarik aspartam dari pasaran.
Reviu EFSA menjelaskan bila tidak ada bahaya yang mungkin ditimbulkan dari konsumsi normal aspartam. Batasan konsumsi harian aspartam oleh FDA adalah 50 mg/kg berat badan.
Sebagai gambaran, untuk orang dengan berat 68 kg, Batasan yang diperbolehkan adalah kurang dari 18 kaleng minuman soda zero sugar per hari, atau 3.409 mg aspartame (sekitar 92 pemanis Equal per hari).
Dalam riset lebih baru, batasan tersebut dianggap terlalu tinggi, sehingga diturunkan menjadi tidak lebih dari 20 mg/kg berat badan.
(Potensi) bahaya pemanis aspartam
Pemanis aspartam tidak secara khusus berbahaya untuk populasi umum, tetapi pada orang dengan kondisi tertentu disarankan untuk tidak mengonsumsi pemanis aspartam.
1. Phenylketonuria
Penderita phenylketonuria (PKU) tidak disarankan mengonsumsi produk mengandung aspartam. PKU adalah penyakit genetik langka, di mana penderitanya tidak bisa memroses fenilalanin dengan baik, sehingga ia bisa menumpuk dan berbahaya untuk tubuh, antara lain menyebabkan kerusakan otak.
2. Tardive dyskinesia
Penderita gangguan mental skizofrenia perlu menghindari aspartame. Tardive dyskinesia (TD) dianggap sebagai efek samping beberapa obat skizofrenia. Fenilalanin dalam aspartam dapat memicu gerakan otot TD yang tidak terkontrol.
3. Lainnya
Pemanis aspartam dicurigai akan berbahaya bila dikonsumsi oleh penderita gangguan hati berat, atau ibu hamil dengan hiperfenilalanin, karena mereka tidak bisa memecah fenilalanin dengan benar.
Selanjutnya, ada beberapa klaim penelitian yang menghubungkan aspartam dengan banyak efek samping, seperti menyebabkan kanker, kejang, sakit kepala, alergi, masalah kulit, depresi, ADHD, diabetes tipe 2 hingga meningkatan berat badan.
Tetapi penelitian-penelitian lain tidak menunjukkan hasil yang konsisten, memberikan hasil negatif atau positif pada penyakit-penyakit di atas.
Alternatif pemanis aspartam
Bila Anda meragukan keamanan atau adanya bahaya konsumsi pemanis aspartam, ada beberapa penamis alami yang tersedia di pasaran.
Beberapa pemanis ‘alami’ buatan tersebut antara lain monk fruit, allulose, stevia, xylitol, sorbitol dan brazzein.
Meskipun produk tersebut memang lebih ‘alami’ dibanding aspartam, Anda tetap perlu mengonsumsinya dalam jumlah sedang dan sesuai petunjuk penggunaan. (jie)