Peneliti di Afrika Selatan telah menemukan varian paling baru virus corona. Ini bukan virus tunggal tetapi sekelompok (klaster) virus yang mirip secara genetik, dikenal sebagai varian C.1.2.
Peneliti dalam studi pracetaknya di medRxiv menyebutkan bila klaster C.1.2 ini mengalami banyak mutasi dalam waktu singkat. Secara alamiah, virus akan berubah dan bermutasi akibat tekanan, tetapi bisa juga karena adanya kesempatan.
Melansir The Conversation, Ian M. Mackay, associate professor di Fakultas Kedokteran The University of Queensland, Australia, menjelaskan varian C.1.2 memiliki beberapa mutasi yang perlu diwaspadai, “Tetapi kami tidak benar-benar tahu bagaimana mereka bekerja sama dalam satu paket. Dan masih terlalu dini untuk mengatakan bila varian ini akan mempengaruhi manusia.”
Kita tidak perlu panik pada varian baru C.1.2, ia menekankan, karena belum terbukti mampu menyebar luas.
Apakah akan lebih berbahaya?
Varian C.1.2 berbeda bentuk tetapi dalam cabang genetik mirip dengan varian Lambda, yang merebak di Peru.
Walau memiliki beberapa mutasi tunggal yang perlu diwaspadai, para ahli belum tahu bagaimana varian ini akan bekerja bersama, dan belum bisa memperkirakan seberapa berbahaya varian ini hanya berdasarkan mutasinya.
“Kita perlu melihat bagaimana varian tertentu bekerja pada manusia untuk memberi gambaran apakah itu lebih menular, menyebabkan penyakit yang lebih parah, atau mampu lolos dari antibodi yang kita dapatkan dari vaksin lebih banyak daripada varian lainnya,” terang Prof. Mackay.
Saat ini ilmuwan belum memahami bagaimana perilaku varian C.1.2 pada manusia karena penyebarannya yang masih terbatas. Ia terdeteksi kurang dari 5% pada kasus baru COVID-19 di Afrika Selatan, dan baru tercatat pada sekitar 100 kasus baru secara global sejak Mei 2021.
WHO belum memasukkan varian C.1.2 ke dalam varian yang mengkhawatirkan (varian of concern) atau varian yang perlu mendapat perhatian (varian of interest).
Akankah mendominasi varian lain?
“Ini masih awal, jadi tidak mungkin untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada C.1.2,” imbuh Prof. Mackay, yang juga menjelaskan varian baru ini bisa berkembang dan mendominasi varian lain, atau bisa gagal dan menghilang.
“Sekali lagi, hanya karena virus ini punya banyak mutasi, bukan berarti mutasi-mutasi tersebut akan bisa bekerja sama untuk melampaui varian lain.”
Vaksinasi masih menjadi alat yang ampuh
Virus memiliki kesempatan mutasi semakin besar jika semakin banyak virus yang menyebar. Sehingga vaksinasi ke banyak orang secepat mungkin adalah kunci untuk mengurangi munculnya varian-varian baru.
Vaksinasi tidak berarti akan memangkas risiko mutasi menjadi nol dan tidak akan ada lagi varian. Mutasi terjadi secara kebetulan, dan terjadi pada satu orang. Salah satu cara mutasi dapat muncul adalah pada orang dengan gangguan sistem imun — mereka memasang respons kekebalan yang tidak lengkap dan virus beradaptasi, lolos, dan dilepaskan dengan lebih banyak mutasi.
“Sistem kekebalan orang merespons dengan cara yang berbeda, dan banyak yang didasarkan pada riwayat imunitas individu — seberapa kuat sistem imun mereka dan apakah mereka memiliki penyakit kronis.”
“Kita juga tidak mampu memvaksinasi setiap orang secara lengkap, dan vaksin tidak 100% sempurna, jadi masih akan ada penyebaran virus,” tukas Prof. Mackay.
Namun, vaksinasi terbukti mengurangi banyak risiko, selain menerapkan protokol kesehatan untuk membatasi transmisi virus COVID-19. (jie)