virus hmpv kapan perlu waspada
virus hmpv perlukah isolasi mandiri

Virus HMPV, Kapan Perlu Waspada dan Perlukah Isolasi Mandiri?

Pada awal Januari 2025 ini pemerintah (Kementerian Kesehatan) mengumumkan penemuan kasus virus Human Metapneumovirus (HMPV) di Indonesia, setelah sebelumnya merebak di China. Sebagian besar kasus tersebut melibatkan anak-anak.  

Penting diketahui HMPV bukanlah virus baru, ia ditemukan pertama kali 2001 di Belanda, namun diperkirakan sudah bersirkulasi di Belanda sejak 1958. Memiliki gejala mirip flu, mulai dari tanpa gejala hingga gejala ringan (demam, batuk, pilek, sakit kepala atau sakit tenggorok). 

Apakah perlu khawatir? Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, MSc, SpP(K), dari RSUP Persahabatan, Jakarta, menjelaskan kita perlu waspada tetapi jangan panik. Sebagian besar kasus HMPV bersifat ringan-sedang, dan sifatnya bisa sembuh sendiri. 

“Virus ini menular lewat droplet, yang mana virus ini stabil di udara dingin dan kelembapan rendah. Sementara Indonesia memiliki kelembapan udara yang tinggi,” terang Prof. Erlina yang juga mewanti-wanti jika virus HMPV bisa hidup di lingkungan dengan ventilasi buruk.  

Pengobatan sifatnya suportif, seperti memberikan pereda demam, obat batuk/pilek, minum banyak, istirahat cukup dan konsumsi makanan bergizi/suplemen. 

“Kita perlu khawatir bila terjadi infeksi berat pada individu yang berisiko tinggi, atau terjadi co-infeksi virus lain,” Prof. Erlina menerangkan dalam webinar yang dihelat oleh RS Persahabatan, Jumat (10/1/2025).  

Gejala berat yang dimaksud seperti dispepsia (rasa tidak nyaman di perut atas), hingga sesak napas atau bernapas dengan cepat melebihi normal. 

Mereka yang tergolong kelompok risiko tinggi adalah anak-anak <14 tahun, lansia, penderita penyakit kronis (PPOK, asma, hipertensi, penyakit jantung kronis, diabetes), obesitas dan orang dengan sistem imun lemah (penderita HIV, kanker, dll). 

Khusus untuk anak, dr. Tjatur Kuat Sagoro, SpA(K), MHPM, menambahkan, HMPV lebih sering pada anak, terutama pada usia <2 tahun, dengan rata-rata usia 22 bulan. “Studi epidemiologi menunjukkan sekitar 90-100% anak sudah pernah terinveksi HMPV pada usia 5-10 tahun,” katanya. 

Kapan harus waspada?

Secara umum infeksi HMPV bersifat ringan, jarang menjadi berat, terang Prof. Erlina. Pada kondisi tertentu (kelompok risiko tinggi) bisa menjadi berat. 

“Pada kelompok risiko tinggi, risikonya bukan hanya tertular, tetapi juga bisa menjadi komplikasi,” paparnya. Komplikasi yang muncul seperti pneumonia (radang paru), bronkiolitis, asma eskaserbasi, hingga ARDS (sindrom gangguan pernapasan akut yang merupakan kondisi darurat medis).

Sebagai pembeda utama infeksi flu dengan HMPV, imbuh Prof. Erlina, adalah adanya sesak napas yang disertai mengi (wheezing), terutama pada anak-anak. “Kalau anak sampai sesak, apalagi ada wheezing, itu termasuk kasus emergency,” tegasnya. 

Dr. dr. Diah Handayani, SpP(K), pada kesempatan yang sama menimpali, meskipun pada pasien komorbid, jika gejalanya ringan tidak perlu takut. “Dengan obat simptomatif itu bisa sembuh. Namun jika berat mungkin perlu foto toraks, memberikan kortikosteroid, hingga bronkodilator,” ujarnya. “Antibiotik diberikan hanya bila ada infeksi sekunder (bakteri).” 

Satu lagi, imbuh dr. Diah, penderita tidak perlu melakukan isolasi mandiri, seperti kasus Covid 19 lalu. “Yang penting tidak berbagi alat makan, yang sakit pakai masker, lebih banyak cuci tangan. Untuk tidak menulari, jika sedang sakit jangan datang ke kerumunan,” ia menekankan. 

Khusus pada anak-anak sebaiknya waspada jika:

  • Anak gelisah, tidak ceria seperti sebelumnya, tidur tidak lelap
  • Sesak napas, ada napas cuping (cuping hidung yang mengembang kempis menandakan bayi sedang berusaha bernapas karena adanya gangguan pernapasan)
  • Khusus pada bayi, minum tidak habis seperti biasa dan mudah melepaskan hisapan
  • Bila anak digendong, detakan jantung terasa lebih cepat
  • Anak tidak mau bermain seperti biasa

Pencegahan penularan

Mengingat virus ini belum ada obatnya (antivirus) atau vaksinya, para ahli lebih menekankan upaya pencegahan dan mengurangi penyebaran penularan. 

Antara lain dengan PHBS (pola hidup bersih sehat), hindari kontak erat dengan penderita, membersihkan benda yang terkontaminasi, memakai masker jika sakit (batuk, pilek), bila Anda termasuk kelompok risiko tinggi gunakan masker saat di kerumunan.

Jika sudah sakit perbanyak minum – demam membuat lebih banyak cairan keluar, demikian pula konsumsi makanan bergizi, buah/sayur. “Jangan begadang, silakan minum vitamin atau probiotik untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Minum herbal atau jamu juga boleh asal sudah ada izin edar BPOM,” saran Prof. Burhan. (jie)