varian baru delta plus ay42 lebih berbahaya
varian baru delta plus ay42 lebih berbahaya

Varian Delta Plus AY42, Apa Yang Peneliti Ketahui Hingga Saat Ini

Saat kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia semakin membaik, bahkan 25 Oktober lalu Kemenkes mencatat kasus harian corona terendah sepanjang 2021, yakni dengan 460 kasus. Namun bukan berarti kita bisa berlega hati, karena COVID-19 masih ada, bahkan telah muncul varian baru AY.4.2.

Varian baru ini mayoritas terdeteksi di Inggris. Kasus dalam jumlah kecil tercatat di Denmark, India, Israel, dan AS.

Para peneliti di Inggris menyebut AY.4.2 sebagai virus keturunan dari varian Delta, sehingga disebut “Delta Plus”. Peneliti dari Northumbria University pertama kali mendeteksi AY.4.2 ini pada April tahun ini.

“Bentuk virus AY.4.2 tidak jauh berbeda dari yang ada sebelumnya, meskipun pelabelannya berbeda. Mereka semua adalah varian keturunan Delta,” terang Darren Smith, profesor dan ahli biologi bakteriofag di Northumbria University.

Hingga sekarang ada 75 subvarian AY yang teridentifikasi, masing-masing dengan mutasi tambahan yang berbeda pada genom mereka. Salah satunya AY.4 yang teridentifikasi terus meningkat dalam populasi masyarakat Inggris dalam beberapa bulan terakhir.

“Terhitung 63% dari kasus baru di Inggris dalam 28 hari terakhir,” kata Prof Smith, melansir Sciencealert.

Apakah Delta Plus lebih berbahaya?

Prof Smith dan peneliti lain belum yakin apakah varian Delta Plus ini lebih berbahaya dari varian aslinya (Delta). Saat ini otoritas kesehatan Inggris (UK Health Security Agency / UKHSA) mengklasifikasikan AY.4.2 sebagai Variant Under Investigation (VUI) atau varian yang sedang diselidiki.

“Penunjukkan ini dibuat atas dasar bahwa subvarian ini telah semakin umum di Inggris dalam beberapa bulan terakhir, dan ada bukti awal bahwa itu mungkin punya tingkat pertumbuhan yang meningkat dibandingkan dengan Delta.”

“Diperlukan lebih banyak bukti untuk mengetahui apakah ini karena perubahan perilaku virus atau kondisi epidemiologis,” tulis UKHSA dalam keterangan persnya.

Sementara itu Prof. Fancois Balloux, direktur dari University College London Genetics Institute memperkirakan varian Delta Plus ini bisa 10-15% lebih mudah menular dibandingkan varian Delta asli.

Tetapi Ballox mengingatkan perlunya kehati-hatian dalam menilai masalah. Ia menganggap peningkatan kasus baru di Inggris lebih disebabkan oleh alasan demografik. “Varian baru kecil kemungkinannya berada di balik peningkatan kasus baru-baru ini di Inggris,” katanya melansir The Guardian.   

Sementara bukti masih terus muncul, sejauh ini tampaknya AY.4.2 ini tidak menyebabkan penyakit yang lebih parah atau membuat vaksin yang digunakan saat ini menjadi kurang efektif.  (jie)