Angka kematian COVID-19, jumlahnya masih memprihatinkan. “Per 29 Agustus 2021, persentase kasus kematian di Tanah Air 3,24 persen. Ini di atas angka rata-rata dunia yang 2,08 persen,” ujar Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito kepada pers lewat YouTube Sekretariat Presiden, Selasa 31 Agustus 2021.
Minggu ini, 10 provinsi mencatat angka kematian pasien tertinggi, sekaligus menyumbang 75 persen total kasus secara nasional. Ke-10 provinsi itu adalah: Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, DI Yogyakarta, Riau, Lampung dan Kalimantan Selatan. Sembilan dari 10 provinsi ini juga menyumbang kasus aktif tertinggi, dan tingkat kesembuhan tertinggi dalam waktu yang sama.
Menurut Wiku, negara kita menduduki peringkat 9 kematian kumulatif tertinggi di dunia. “Persentase kematian di Indonesia konsisten di atas persentase kematian dunia, sejak Juli 2020," katanya. Kasus kematian yang tinggi, sementara angka kesembuhan juga tinggi, merupakan anomali. Di banyak Negara, tingkat kesembuhan yang tinggi, selalu diiingi angka kematian COVID-19 yang rendah.
Tingkat kesembuhan yang tinggi, bisa menjadi penanda meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan. Sementara masih tingginya prosentase kasus kematian, terjadi antara lain karena fokus penanganan COVID-19 lebih banyak di sektor hilir. Misalnya, pelayanan kesehatan dengan dibukanya RS khusus pasien COVID-19 dengan fasilitas yang memadai. Kemudian, tempat isolasi yang terpusat.
Dalam pandangan epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo, tingginya kematian COVID-19, pertama karena pasien positif yang menjalani isolasi mandiri, terlambat mendapat penanganan. “Masyarakat banyak yang tidak paham tanda bahaya. Tidak mau isolasi di tempat terpusat, dan tidak memiliki alat transportasi untuk menuju rumah sakit," ujarnya. Kedua, orang lanjut usia dan yang memiliki faktor komorbid atau penyakit penyerta, kurang mendapat perlindungan. Sedangkan, pasien COVID-19 yang meninggal dunia kebanyakan lansia dan mereka dengan faktor komorbid.
Menekan Angka Kematian COVID-19: Sektor Hulu Digencarkan
Angka kasus aktif COVID-19 dan meningkatnya jumlah pasien yang sembuh, perlu diiringi menurunnya angka kematian. Dalam penanganan COVID-19, mencegah lebih baik dari mengobati, tetap berlaku. Di sektor hulu (pencegahan), protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas), kadang terabaikan dan dianggap tidak penting.
Vaksinasi sebagai upaya pencegahan dan agar daya tahan tubuh meningkat, harus menyentuh semua lapisan masyarakat. Tak kalah penting: makanan gizi seimbang, olahraga, istirahat cukup, mengelola stres, dan sebagainya. Hal-hal “sederhana” ini, bila dilakukan dengan penuh kesadaran dapat menghindari penularan dan menurunkan angka kematian COVID-19.
Naik turunnya angka-angka (kasus aktif, kesembuhan, kematian), menurut Wiku, tergantung tiga hal: orang yang menularkan, moda / cara penularan, dan orang yang tertular. Untuk antisipasi, perlu diambil sejumlah langkah. Mereka yang menularkan jumlahnya dikurangi dengan melakukan tes, telusur dan isolasi. Cara penularan diminimalisir, dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, sementara pelonggaran PPKM dilakukan bertahap dan hati-hati.
Selain vaksinasi yang kini gencar dilakukan, upaya 3T (testing/ (pemeriksaan), tracing (penelusuran) dan treatment (perawatan), juga dilakukan secara massif. “Dengan 3T, diyakini angka kematian COVID-19 dapat ditekan,” kata Wiku Adisasmito kepada pers lewat YouTube Sekretariat Presiden, beberapa waktu lalu.
Dengan 3T, banyak kasus positif COVID-19 dapat terdeteksi. Penemuan dini kasus infeksi, membuat angka kesembuhan pasien meningkat, dan pada gilirannya menurunkan angka kematian COVID-19. (sur)
____________________________________________
Ilustrasi: Medical photo created by freepik - www.freepik.com