Ancaman varian delta belum selesai, kini kita dihadapkan lagi oleh SARS-CoV-2 varian baru Omicron (B.1.1529). pertanyaan yang sama pun kembali dilontarkan. Apakah vaksin yang tersedia bisa melindungi dari varian baru yang kini mendera Eropa? Studi terbaru menunjukkan, vaksin COVID-19 dosis ketiga ternyata cukup efektif memberikan perlindungan.
Ditengarai bahwa titer netralisasi (neutralization titer) yang terbentuk dari vaksin maupun infeksi alami baik oleh SARS-CoV-2 galur asli maupun varian Alfa, Beta, Gamma, dan Delta, menurun saat berhadapan dengan Omicron. Sekadar informasi, antibodi netralisasi (neutralizing antibody) respons imun yang pentin untuk melawan infeksi tertentu. Dalam hal ini, virus penyebab COVID-19. Nah, mutasi pada Omicron mampu mengurangi netralisasi tersebut.
Efektivitas Vaksin COVID-19 Dosis Ketiga
Studi yang dilakukan secara independen oleh peneliti di Universitas Oxford, Inggris, menemukan beberapa hal. Pertama, infeksi alami oleh berbagai varian ternyata hanya memberi sedikit perlindungan terhadap Omicron, meski diharapkan bahwa infeksi alami tetap bisa mencegah terjadinya gejala penyakit yang berat.
Selanjutnya, ditemukan bahwa vaksinasi + infeksi alami maupun sebaliknya (infeksi alami + vaksinasi) menunjukkan perlindungan yang lebih baik. Tampak bahwa mereka yang pernah terinfeksi alami dan mendapat vaksin, memiliki netralisasi yang lebih tinggi ketimbang yang hanya terinfeksi alami.
Temuan berikutnya didapat berdasarkan analisis terhadap sampel darah dari 41 orang yang telah terinfeksi COVID-19, dan telah menerima vaksin AstraZeneca dosis 3. Untuk menilai efek vaksinasi booster (dosis 3), peneliti menguji efek netralisasi vaksin dosis 3 terhadap galur Victoria, varian Delta dan Omicron.
Hasilnya, ditemukan bahwa titer netralisasi terhadap Omicron meningkat setelah vaksin COVID-19 dosis ketiga dengan AstraZeneca (AZD1222). Hal ini terlihat melalui pemeriksaan pada 28 hari usai vaksinasi dosis 3.
Salah satu peneliti, Prof. Sir John Bell, menyambut gembira hasil penelitian. “Sangat menggembirakan melihat bahwa AZD1222 memiliki potensi perlindungan terhadap Omicron setelah booster dosis ketiga. Hasil ini mendukung penggunaan booster dosis ketiga sebagai bagian dari strategi vaksinasi nasional, terutama untuk membatasi penyebaran varian yang menyebabkan kekhawatiran, termasuk Omicron.”
Kemampuan vaksin AstraZeneca terhadap berbagai varian COVID-19, sebelumnya telah dibuktikan oleh beberapa studi. Misalnya yang dilakukan oleh Swanson P, dkk (2021). Studi tersebut menemukan bahwa vaksin AsztraZeneca terbukti memberikan respons sel T yang luas dan bertahan lama terhadap berbagai varian, di samping respons antibodi. Adapun uji klinis oleh Munro A. PS, dkk (2021) menunjukkan bahwa booster dosis ketiga AZD1222 dapat memicu respons imun yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol terhadap varian Delta dan galur asli setelah vaksinasi primer dengan AZD1222 atau vaksin mRNA BNT162b2.
Data saat ini terhadap varian Omicron, mendukung penggunaan dosis booster ketiga dengan AZD1222 sebagai bagian dari jadwal vaksinasi homolog (booster sama dengan vaksin yang diterima sebelumnya) ataupun heterolog (booster berbeda dengan vaksin sebelumnya).
Vaksinasi Booster di Indonesia
Vaksin COVID-19 dosis ketiga dengan vaksin Moderna untuk, sudah dimulai sejak bulan Agustus. Sasarannya yakni tenaga kesehatan, yang memang sangat rentan terinfeksi.
Bagaimana untuk masyarakat umum? Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan soal ini dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI pada 8 November lalu. Menurutnya, masih ada masalah ketidak adilan atau etis terkait booster. “Masih banyak negara yang bahkan suntikan pertama saja belum dapat,” ujarnya. Jadi terasa sangat tidak adil bila negara tertentu bisa mendapat booster, sementara itu banyak masyarakat Afrika yang belum divaksin sama sekali.
Mempertimbangkan hal tersebut, juga berdasarkan hasil diskusi dengan ITAGI, diputuskan bahwa booster baru akan dilakukan setelah 50% penduduk Indonesia divaksinasi COVID-19 sebanyak 2x. Hal ini juga dilakukan oleh berbagai negara lain di dunia dalam pelaksaan vaksinasi booster. “Kalau terlalu cepat, kita akan dilihat sebagai negara yang tidak memerlihatkan itikad baik untuk ekualitas vaksin. Di samping itu, masih banyak juga rakyat Indonesia yang belum dapat vaksin,” tutur Menkes.
Diperkirakan, akhir Desember nanti sudah 59% penduduk yang divaksin 2x, dan 80% penduduk mendapat vaksinasi pertama. “Jadi setelah itulah saat yang pas untuk mulai vaksinasi booster,” tegasnya.
Vaksinasi booster cukup dilakukan 1x. Prioritas pertama adalah kelompok lansia, karena berisiko tinggi terkena COVID-19. Untuk pembiayaannya, “Yang ditanggung negara adalah yang PBI (Penerima Bantuan Iuran) BPJS Kesehatan.” Bagi yang berpenghasilan cukup bisa membayar sendiri, dan bebas memilih vaksin yang mana.
Tengah dilakukan uji klinis dengan Perguruan Tinggi, mengenai pemilihan vaksin booster. Apakah lebih baik homolog, ataukah heterolog. “Jadi misalnya Sinovac-Sinovac-Sinovac, dibandingkan dengan Sinovac-Sinovac-AstraZeneca. Dengan demikian kita bisa membuat kebijakan yang lebih baik, karena didasarkan oleh bukti-bukti ilmiah,” tegas Budi. (nid)
____________________________________________