skrining dan deteksi kanker prostat mudah

Skrining dan Deteksi Kanker Prostat Mudah

Kanker prostat menempati urutan tiga kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, setelah kanker paru dan kanker kolon. Dijelaskan oleh Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, “Prostat terletak tepat di bawah kandung kemih laki-laki, berfungsi mengeluarkan cairan mani.”

Kanker prostat berbeda dengan pembesaran prostat jinak atau BPH (benign prostatic hyperplasia). Pada BPH, organ prostat membesar, mudah terlihat. “Sedangkan kanker ada di dalam prostat, jadi prostat tetap kecil,” terang Prof. Aru dalam diskusi Fight for Your Man: Pentingnya Deteksi Dini Kanker Prostat di Jakarta, Selasa (24/09/2019). Diskusi ini digagas oleh YKI dan Johnson & Johnson dalam rangka Prostate Cancer Awareness Month yang diperingati pada bulan September.

Proses perjalanan kanker prostat termasuk yang paling lama di antara berbagai jenis kanker, bisa hingga 20 tahun. Untuk itu, ada banyak kesempatan untuk mendeteksi kanker ini secara dini. Sayangnya ini tidak selalu mudah karena di tahap awal, tidak tampak perubahan bentuk/ukuran pada prostat, dan tidak ada keluhan apapun.

“Kalau prostat terasa nyeri, bersyukurlah karena itu bukan kanker. Kanker prostat tidak menimbulkan nyeri,” ujar Prof. Aru. Keluhan baru muncul saat ukuran kanker sudah dalam stadium lanjut. Justru sering kali pasien kanker prostat datang dengan lain. “Misalnya nyeri pada punggung, pinggul, atau dada, karena kanker sudah menyebar ke tulang,” imbuhnya. Gejala lain misalnya sulit buang air kecil atau besar, hilang kontrol berkemih, sering kencing, disfungsi ereksi, atau darah di urin.

Faktor risiko

Risiko kanker prostat meningkat seiring bertambahnya usia, karena pengaruh hormon. Stimulasi hormon laki-laki (androgen) terhadap prostat lama kelamaan bisa memicu tumbuhnya kanker. Kanker prostat jarang terjadi pada usia <40 tahun. Laki-laki usia 50 tahun ke atas harus mulai waspada. Di usia 60, angka kejadian kanker prostat meningkat tajam.

Faktor risiko selain usia antara lain riwayat kanker prostat di keluarga dan mutasi bawaan pada gen BRCA1 atau BRCA2, gen yang juba meningkatkan risiko kanker payudara dan ovarium pada perempuan. Laki-laki dengan sindrom Lynch atau HNPCC (hereditary non-polyposis colorectal cancer) juga memiliki risiko lebih tinggi. Secara ras dan geografi, laki-laki Asia memiliki risiko lebih rendah ketimbang ras Afrika-Amerika atau mereka yang tinggal di Amerika Utara, Australia, Karibia, dan Eropa bagian barat laut. Namun bukan berarti kita tidak perlu waspada.

Skrining mudah dan murah

Skrining kanker prostat utamanya dilakukan dengan pemeriksaan kadar PSA pada darah, dan colok dubur. PSA (prostate specific antigen) adalah protein di dalam prostat. “Namun, kadar PSA tinggi bukan berarti pasti kanker prostat. Banyak hal lain yang bisa membuat PSA ‘bocor’ ke darah sehingga kadarnya meningkat dalam darah,” tutur Prof. Aru. Karenanya, pemeriksaan PSA rutin tidak disarankan pada laki-laki usia 40-an. “Bila kadarnya tinggi bisa memicu kepanikan, padahal belum tentu itu kanker,” tegas Prof. Aru.

Karena itu idealnya, PSA dikombinasi dengan pemeriksaan colok dubur. Kanker akan teraba keras tapi tidak sakit. Bila ada kecurigaan kanker, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan dengan biopsi. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan yakni USG rektal, pengukuran dengan Gleason’s Pattern Scale, biopsi dengan bantuan MRI, hingga tes RNA.

Skrining kanker prostat disarankan pada usia 55 tahun ke atas. Untuk usia <55 disarankan bila memiliki faktor risiko, dan untuk usia 40 - 50 tahun tidak disarankan.

Pemeriksaan colok dubur sebenarnya sangat mudah dan murah untuk mendeteksi kanker prostat secara dini. “Masalahnya, banyak yang masih merasa jijik atau risih, jadi tidak banyak yang mau melakukannya,” sesal Prof. Aru. Demi kesehatan, mulailah melakukan skrining prostat rutin setelah usia 55 saat MCU. Minimal tes PSA. (nid)

Baca juga: PSA Tinggi Belum Tentu Kanker Prostat, Bisa Karena 7 Hal Ini

________________________________________

Ilustrasi: Office photo created by freepik - www.freepik.com