Presiden Joko Widodo Instruksikan Rapid Test, Bedanya dengan PCR?
rapid_test_COVID

Presiden Joko Widodo Instruksikan Rapid Test Segera Dilaksanakan, Apa Bedanya dengan Tes PCR?

Presiden Joko Widodo instruksikan rapid test (tes cepat) segera dilaksanakan, agar orang yang terpapar COVID-19 bisa dideteksi secara dini. Beliau juga meminta agar alat rapid test diperbanyak, dan cakupannya dilakukan di wilayah yang lebih luas.

Meski pemerintah dinilai terlalu lamban menghadapi pandemi ini, keputusan Presiden Joko Widodo instruksikan rapid test diamini oleh masyarakat. Negara kita mulai menghadapi konsekuensi serius dari COVID-19. Hingga hari ini, Jumat (20/3/2020) pagi, kasus di negara kita sudah mencapai 309, sejak kasus pertama pada 2 Maret 2020. Jumlah kematian pun terus bertambah, menjadi 25 orang. Pagi ini, Walikota Bogor Bima Arya dinyatakan positif COVID-19.

Pemeriksaan massif dan cepat adalah salah satu langkah penting dalam upaya menekan penyebaran COVID-19. Korea Selatan termasuk negara yang sukses mengatasi wabah COVID-19, meski tanpa lockdown. Di negeri ginseng tersebut, bisa dilakukan 12.000 tes setiap hari! Perusahaan farmasi di sana dengan cepat membuat test kit untuk pemeriksaan massal.

Pengumpulan sampelnya pun dilakukan secara inovatif. Antara lain menyediakan tempat tes drive-through, booth pemeriksaan, hingga klinik bergerak di seluruh negeri. Masyarakat tinggal datang ke booth atau tempat tes drive-through, lalu menjalani skrining berupa pengukuran suhu tubuh dan kuesioner mengenai riwayat perjalanan dan gejala penyakit. Mereka yang tampak berisiko melalui kuisioner, kemudian diambil sampel lendirnya dari hidung dan tenggorokan. Keseluruhan proses hanya butuh waktu beberapa menit. Hasilnya akan dikirim melalui SMS, 1-3 hari kemudian.

Hingga Rabu (18/3/2020), Korea Selatan telah melakukan tes pada hampir 300.000 orang. Sebanyak 8.413 orang positif, dengan angka kematian 84 orang. Berarti <1%, jauh lebih rendah ketimbang dunia yang mencapai >3%. Dengan deteksi dini, isolasi, dan pengobatan, Korea Selatan berhasil menekan angka kematian akibat COVID-19.

Dilansir dari Our World in Data, tes membuat orang mengetahui bahwa dirinya terinfeksi. Dengan demikian, mereka bisa segera mendapat perawatan yang tepat sebelum penyakit berkembang menjadi berat, serta membuat mereka sadar mengambil langkah untuk mengurangi kemungkinan transmisi ke orang lain. Sebaliknya orang yang tidak tahu bahwa dirinya terinfeksi mungkin tidak berdiam di rumah, sehingga berisiko menginfeksi orang lain. Tes juga krusial saat menghadapi pandemik, karena kita jadi bisa memahami penyebaran penyakit, serta mengambil tindakan berbasis bukti untuk memperlambat penyebaran virus.

 

Presiden Joko Widodo instruksikan rapid test – apa bedanya dengan PCR?

Hingga saat ini, tes PCR dinilai memiliki sensitivitas paling tinggi untuk COVID-19. Tes dilakukan dengan mengambil sampel dari apusan lendir hidung/tenggorokan (swab). Selanjutnya, sampel dicampur dengan larutan kimia khusus, lalu dimasukkan ke mesin PCR. Larutan kimia tadi akan bereaksi bila dalam sampel terdapat material genetika RNA dari COVID-19. Sayangnya, hasil dari pemeriksaan ini membutuhkan waktu cukup lama, dan tidak semua lab bisa melakukannya. Korea Selatan bisa melakukannya dengan cepat dan masif karena didukung jumlah lab yang memadai. Mereka membangun jaringan lab pemerintah maupun swasta, untuk melakukan tes.

Perusahaan farmasi juga menciptakan test kit berbasis immunoassay, di samping yang berbasis PCR. Test kit berbasis immunoassay yang menggunakan sampel lendir hidung dan tenggorokan bekerja dengan mendeteksi antigen virus COVID-19. Test kit seperti ini lebih sederhana, hasilnya jauh lebih cepat diketahui, dan sensitivitasnya pun >80%.

Presiden Joko Widodo instruksikan rapid test secara massal. Berdasarkan keterangan dari juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto, alat deteksi yang digunakan untuk rapid test di Indonesia menggunakan sampel darah, bukan usapan lendir hidung/tenggorokan. Saat COVID-19 masuk ke tubuh, sistem imun akan membentuk antibodi yang disebut immunoglobulin. Inilah yang dideteksi oleh rapid test.

Pemeriksaan dengan alat ini tidak membutuhkan lab dengan bio security level II, sehingga bisa dilakukan di hampir seluruh RS Indonesia. Dengan demikian, memungkinkan untuk dilakukan secara massal. Hasilnya pun ditengarai bisa diketahui hanya dalam 15-20 menit saja. Namun kekurangannya, immunoglobulin baru terbentuk setelah seseorang terinfeksi selama seminggu. Bila kurang dari seminggu, hasilnya bisa jadi false-negative. Artinya ada infeksi, tapi belum terdeteksi oleh alat rapid test yang digunakan.

Kita harapkan skrining dengan rapid test bisa segera dilakukan secara massal. Apalagi bila bisa meniru Korea Selatan, dengan mendirikan booth dan tempat tes drive-through. Terutama di kota dan area yang memiliki banyak kasus COVID-19. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Medical photo created by prostooleh - www.freepik.com