Penyakit Paru yang Perlu Anda Ketahui Akibat Menghisap Vape | OTC Digest

Penyakit Paru yang Perlu Anda Ketahui Akibat Menghisap Vape

Menghisap vape dipercayai sebagai alternatif ‘sehat’ bagi perokok tembakau yang sulit menghentikan kebiasaan merokoknya. Ternyata studi oleh CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat melihat banyak remaja dan anak muda berusia 20 tahunan mengalami masalah paru-paru akibat menghisap vape.

Siapa yang berisiko?               

Setiap pemakai rokok elektronik (e-cigarettes) atau vape, baik yang menghisap nikotin atau ekstrak marijuana (ganja), memiliki risiko yang sama. FDA memperingatkan adanya bahaya, terutama untuk mereka yang menghisap vape THC (tetrahydrocannabinol), zat kimia aktif dalam ganja.

FDA mengatakan sebagian besar sampel cairan vape yang dipakai pasien, termasuk yang menghisap THC, mengandung vitamin E asetat. The New England Journal of Medicine mencatat dalam 53 kasus gangguan paru parah akibat pemakaian vape, 17%-nya bahkan hanya menghisap nikotin cair.

Peneliti mewanti-wanti, bahwa rokok elektronik dapat membuat penggunanya terpapar zat seperti ultrafine, logam berat, senyawa organik yang mudah menguap dan bahan berbahaya lainnya.

“Efek Kesehatan dari beberapa bahan kimia tersebut tidak sepenuhnya dipahami,” tulis peneliti dilansir dari nytimes.com.

Apa gejalanya ?

Gejala awal akibat pemakaian vape yang intensif termasuk kelelahan, mual, muntah, batuk dan demam. Dibarengi dengan sesak napas, yang bisa menjadi sangat ekstrem, sehingga harus dirawat ke rumah sakit.

Dalam riset yang dipublikasikan di The New England Journal of Medicine tersebut diketahui beberapa pasien sampai membutuhkan bantuan oksigen (ventilator).

Pada pemindaian paru, gambaran penyakit tampak seperti pneumonia bakteria atau virus yang telah menyerang paru-paru, tetapi tidak ada infeksi yang ditemukan dalam pengujian.

Pencegahan terbaik

Para ahli berpendapat bahwa perilaku paling berisiko adalah menggunakan produk vape yang dibeli bukan lewat penyedia (retail) resmi atau yang sudah dicampur.

Dalam keterangan resminya CDC menyarankan sebaiknya pemakaian vape dihentikan sampai penyebab pasti gangguan paru karena vape ditemukan.

Awalnya rokok elektronik dan vape dikembangkan untuk membantu perokok agar berhenti dari kebiasaannya tersebut. Caranya dengan memuaskan kecanduan nikotin tanpa harus menghirup racun dari pembakaran tembakau.

Tetapi banyak ahli berpendapat, para perokok sebaiknya berpikir dua kali untuk beralih ke vape, dan siapapun yang belum pernah merokok, sebaiknya tidak mencoba vape.

“Perokok yang mencoba untuk berhenti sebaiknya berkonsultasi dengan dokter dan menggunakan metode yang sudah terbukti,” ujar penulis dalam the New England Journal of Medicine.

Mereka menambahkan, "Rokok elektronik tidak boleh digunakan oleh anak, dewasa muda, wanita hamil, atau orang dewasa yang saat ini tidak memakai produk tembakau."

Kenapa peneliti menghubungkan penyakit ini dengan vape?

Ada beberapa alasan kenapa para ahli percaya bahwa gangguan paru-paru berhubungan dengan pemakaian vape / rokok elektronik. Pertama, pengguna vape nikotin atau ekstrak marijuana, atau keduanya, dan tidak mengalami infeksi/kondisi medis lain yang bisa menjelaskan adanya gangguan paru.

Kedua, pasien didiagnosa mengalami gangguan paru-paru setelah menghisap vape dalam kurun waktu 90 hari. Bahkan pada beberapa kasus baru, kurang dari 90 hari. (jie)