American Diabetes Association menyatakan penderita diabetes sangat rentan terhadap komplikasi serius karena infeksi virus. Sehubungan dengan pandemi COVID-19, penderita diabetes yang positif COVID-19 cenderung mengalami gejala dan komplikasi parah, bahkan kematian jika gula darah tidak terkontrol.
Jauh sebelum terjadinya pandemi COVID-19, diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang memiliki risiko komplikasi dan kematian tinggi. Penderita diabetes berusia > 60 tahun, atau mereka dengan kadar gula tak terkontrol, dan ada komplikasi dikaitkan dengan prognosis COVID-19 yang lebih buruk.
Angka kematian pasien diabetes dengan COVID-19 tiga kali lipat dibanding penderita secara umum (7,3% berbanding 2,3%).
Selama pandemi COVID-19, kesehatan pasien diabetes bisa memburuk dengan adanya perubahan pola hidup seiring dengan peraturan PSBB. Kurangnya aktivitas fisik, diet tidak seimbang, stres yang tinggi, serta menurunnya kunjungan kontrol ke rumah sakit akibat pandemi juga dapat memperburuk kesehatan penderita diabetes.
Menurut Prof. Dr. dr. Mardi Santoso, DTM&H, SpPD-KEMD, FINASIM, FACE, Ketua PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia) Wilayah Jabodetabek, diabetes bisa memperburuk COVID-19 atau sebaliknya, infeksi virus corona memperburuk status diabetes penderita.
“Bisa dari prediabet menjadi diabetes karena reaksi imunitas (akibat virus corona). Atau bila mengalami pankreatitis (radang pankreas) gula darah sulit dikendalikan,” ujar Prof. Mardi, dalam peringatan Hari Diabetes Sedunia yang diadakan Nutrifood secara virtual, Selasa (10/11/2020).
Lebih jauh, Prof. Mardi menjelaskan penderita diabetes dianjurkan menjalani manajemen diabetes mandiri selama pandemi, dan tetap beraktivitas fisik, serta tinggal di rumah saja.
Beberapa hal yang dianjurkan dilakukan pasien adalah sebagai berikut :
- Siapkan nomor telepon dokter atau tim medis untuk konsultasi berkala mengenai pengelolaan penyakit DM, antara lain tentang pengobatan, pemantauan gula darah, perubahan pada asupan makanan, aktivitas fisik, keluhan dan lain-lain.
- Siapkan daftar obat dan dosisnya (termasuk vitamin dan suplemen).
- Siapkan karbohidrat sederhana cepat serap seperti gula pasir, madu, selai manis, permen untuk menjaga jika mendadak kadar gula darah turun/hipoglikemi pada pasien yang sukar makan.
- Siapkan strip dalam jumlah cukup untuk glukometer (alat periksa gula darah mandiri), terutama pasien-pasien dengan kadar gula darah naik-turun tidak stabil.
- Siapkan stok obat-obat antidiabetes tablet/insulin yang biasa dikonsumsi atau yang diresepkan dokter dalam jumlah cukup, minimal untuk 2 minggu ke depan.
- Gunakan layanan telehealth atau telemedicine untuk konsultasi dokter dan pembelian obat jarak jauh, sehingga diabetesi tidak harus meninggalkan rumah. Kecuali kondisi fisik sangat menurun sehingga perlu pemeriksaan dokter di RS.
Bila terinfeksi corona
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinkes Kutai Kertanegara, Kalimatan Timur, dr. Martina Yulianti, SpPD, FINASIM, MKes, menjelaskan ada beberapa hal yang perlu dilakukan penderita diabetes yang terinfeksi COVID-19.
Bila dengan gejala ringan tetap melanjutkan pengobatan antidiabetes oral dan insulin sesuai regimen awal. Serta meningkatkan frekuensi pengukuran kadar glukosa (tiap 6 jam) dan berkonsultasi dengan dokter untuk penyesuaian dosis, bila target glukosa tidak tercapai.
“Progresivitas COVID-19 dapat dipercepat dan diperburuk dengan adanya hiperglikemia,” dr. Martina mengingatkan.
Untuk yang bergejala sedang (gejala gangguan napas ringan seperti batuk atau pilek) dianjurkan mempertahankan regimen awal terapi jika kondisi mental, nafsu makan dan kadar glukosa dalam batas normal. Ganti obat antidiabetes oral dengan insulin untuk mereka yang tidak bisa makan secara teratur.
“Atau ganti regimen insulin premix menjadi insulin basal-bolus atau pompa insulin agar lebih fleksibel dalam mengatur kadar glukosa,” imbuh dr. Martina.
Sementara untuk pasien diabetes dengan gejala berat, misalnya sudah ada gangguan keseimbangan cairan / elektrolit, Prof. Mardi menekankan, jangan tunda untuk dibawa ke rumah sakit rujukan.
“Apa lagi ada tanda-tanda gangguan pernafasan akut (ARDS), langsung ke ICU. Ini banyak berhasil bila cepat ditangani, jangan sampai ia masuk ke tahap perlu alat bantu napas (ventilator),” pungkasnya. (jie)
Baca juga : Mencapai Target Gula Darah, Langkah Krusial Menghadapi Pandemi COVID-19 bagi Diabetesi