Pemerintah Tidak Lagi Gunakan Istilah OTG, ODP dan PDP

Pemerintah Tidak Lagi Gunakan Istilah OTG, ODP dan PDP, Kenapa?

Orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi istilah-istilah yang akrab di telinga kita selama masa pandemi COVID-19 ini. Namun pemerintah memutuskan tidak lagi memakai istilah-istilah tersebut, kenapa?

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Salah satu dasar pertimbangannya adalah perlu adanya penyesuaian pedoman pencegahan dan pengendalian COVID-19 berdasarkan perkembangan keilmuan dan teknis kebutuhan pelayanan. Keputusan Menteri Kesehatan tersebut ditetapkan pada 13 Juli 2020 lalu.

Di dalamnya terdapat 8 definisi baru kasus COVID-19, yakni kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat, pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi, dan kematian.

“Untuk kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat, istilah yang digunakan pada pedoman sebelumnya adalah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang tanpa gejala (OTG),” demikian pemaparan dalam surat keputusan baru tersebut.

Istilah pasien dalam pengawasan (PDP) saat ini dikenal kembali dengan istilah kasus suspek. Orang dalam pemantauan (ODP) menjadi kontak erat, dan OTG menjadi kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).

Berikut penjelasan secara terperinci istilah-istilah baru tersebut :

Kasus suspek

Merupakan seseorang yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan pada 14 hari terakhir, sebelum timbul gejala, melakukan perjalanan / tinggal di negera/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.

Atau, orang dengan salah satu gejala ISPA dan pada 14 hari terakhir sebelum muncul gejala melakukan kontak dengan kasus konfirmasi / probable COVID-19.

Atau, penderita ISPA berat / pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

Kasus probable

Diartikan sebagai kasus suspek dengan ISPA berat / ARDS (acute respiratory distress syndrome) / meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

Kasus konfirmasi

Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi terbagi menjadi 2 : konfirmasi dengan gejala (simptomatik) dan konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).

Kontak erat

Merupakan orang yang pernah melakukan kontak dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19. Kategori memiliki riwayat kontak antara lain berdekatan dalam radius 1 meter dan jangka waktu lebih dari 15 menit, melakukan sentuhan fisik atau memberikan perawatan langsung tanpa APD.

Pelaku perjalanan

Merupakan seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.

Discarded

Dianggap kategori discarded bila seseorang dengan kasus suspek dengan hasil pemeriksaan PCR 2 kali negatif selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu > 24 jam.

Atau, seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama 14 hari.

Selesai isolasi

Kasus konfirmasi tanpa gejala dianggap selesai isolasi bila walau tanpa pemeriksaan follow up RT- PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

Untuk kasus probable / konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR, dihitung 10 hari sejak tanggal onset (muncul gejala) dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.

Kasus probable / konfirmasi dengan gejala yang mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif, dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.

Kematian

Merupakan kasus konfirmasi / probable COVID-19 yang menginggal. (jie)