Herpes zoster (HZ) sama halnya dengan penyakit infeksi lain, berisiko muncul saat daya tahan tubuh lemah. Pandemi COVID-19 diketahui bisa memicu munculnya kembali herpes zoster yang sekian lama ‘tertidur’.
Herpes dikenal juga sebagai cacar ular atau cacar api. Ini adalah suatu sindrom khas yang disebabkan oleh kembali aktifnya virus varicella zoster (VZV), virus yang juga menyebabkan cacar air. Reaktivasi ini terjadi ketika kekebalan terhadap VZV menurun.
Saat virus masuk kedalam tubuh manusia, virus tersebut berdiam di sistem saraf dan menetap di dalamnya, dan akhirnya aktif pada waktu yang tak terduga-duga. Sama seperti virus corona, virus herpes zoster bisa ditularkan melalui pertukaran udara, selain dari kontak langsung dengan cairan lesi/lepuhan di kulit penderita.
Dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, CEO Klinik Pramudia, Jakarta menjelaskan pandemi COVID-19 bisa berisiko terhadap kesehatan mental. Tubuh mengalami penurunan daya tahan akibat stres psikis menghadang pandemi COVID-19.
"Pandemi ini risikonya ya daya tahan menurun karena kita selalu waspada. Mindset itu tanpa sadar membuat imunitas menurun karena energi capek untuk memikirkan itu. Maka sangat mungkin seseorang lebih mudah terkena herpes zoster berlanjut ke nyeri pasca herpes,” katanya dalam virtual media briefing, 8 April 2021 lalu.
Namun hingga saat ini penelitian belum bisa membuktikan bila virus corona berkaitan seraca langsung memicu munculnya kembali penyakit herpes zoster.
Bagi sebagian besar orang, rasa nyeri akan berkurang dengan menghilangnya ruam, namun bagi beberapa orang, herpes zoster dapat menyebabkan komplikasi seperti rasa nyeri yang menetap; disebut Neuralgia Pasca Herpes (NPH).
Komplikasi tersebut muncul sebagai akibat rusaknya serabut saraf akibat dari aktivitas virus berulang.
Mereka yang belum pernah menderita cacar air atau tidak pernah menerima vaksin cacar air memiliki risiko tinggi tertular.
Baca: Vaksinasi Cacar Air juga Mencegah Herpes Zoster
“Jika terinfeksi, mereka akan terkena cacar air, bukan herpes zoster. Lalu kemudian virus itu bisa berkembang sewaktu-waktu menjadi herpes zoster. Masa inkubasi setelah pertama kali kontak hingga timbulnya lesi di kulit sekitar 10-21 hari," imbuh dr. Anthony.
Nyeri akibat sentuhan ringan
NPH dapat terjadi pada lebih dari 50% pasien berusia lebih dari 60 tahun. Rasa nyeri akibat NPH dapat beragam dan pada umumnya diidentifikasi dengan timbulnya rasa perih, sensasi terbakar, berdenyut-denyut, seperti ditusuk-tusuk atau rasa nyeri yang menyakitkan.
Bahkan, sentuhan kain lembut atau angin pada kulit sekalipun dapat sangat menyakitkan. Hal ini dikenal dengan istilah Allodynia, sebuah rasa nyeri yang timbul akibat stimulus ringan.
Selain NPH, komplikasi yang juga bisa timbul adalah kehilangan pengelihatan jika herpes zoster terjadi di sekitar mata, masalah neurologis seperti radang otak dan kelumpuhan wajah, dan infeksi kulit berkepanjangan.
Siapa yang lebih berisiko menderita herpes zoster?
Siapapun yang pernah menderita cacar air dapat mengembangkan herpes zoster. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena herpes zoster meliputi:
- Berusia lebih dari 50 tahun. Herpes zoster paling sering terjadi pada orang yang berusia di atas 50 tahun. Risiko meningkat seiring bertambahnya usia.
- Memiliki penyakit tertentu. Penyakit yang melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti HIV/AIDS dan kanker, dapat meningkatkan risiko herpes zoster.
- Perawatan kanker yang sedang berlangsung. Radiasi atau kemoterapi dapat menurunkan daya tahan terhadap penyakit dan dapat memicu herpes zoster.
- Minum obat tertentu. Obat-obatan yang dirancang untuk mencegah penolakan organ transplantasi dapat meningkatkan risiko herpes zoster - seperti penggunaan steroid dalam waktu lama, seperti prednison. (jie)