Setelah pertama kali terdeteksi varian Omicron telah menyebar luas ke berbagai negara, menyebabkan gelombang kenaikan kasus yang signifikan. Saat ini ilmuwan mulai mewaspadai ‘keturunan’ Omicron, yakni subvarian BA.2, yang sudah terdeteksi di 56 negara.
Di bulan November 2021, saat ilmuwan di Afrika Selatan dan Botswana pertama kali menemukan Omicron (B.1.1.529), tidak hanya ada satu subvarian. Mereka mendeteksi 3 subvarian: BA.1, BA.2 dan BA.3.
Selama ini subvarian BA.1-lah yang mendominasidi banyak negara. Ini membuat subvarian lainnya tampak lebih lemah dibanding BA.1. Namun saat ini ceritanya berbeda.
Beberapa negera telah mendeteksi kenaikan kasus Omicron subvarian BA.2, seperti di Inggris, AS, Swedia, Denmark, Filipina dan Singapura. Secara keseluruhan BA.2 telah terdeteksi di 56 negara.
Di Denmark, subvarian BA.2 sekarang menyumbang sekitar setengah dari semua kasus COVID-19 baru, menurut penyataan dari Statens Serum Institute Denmark. Di India, dr. Sujeet Kumar Singh, Direktur Pusat Pengendalian Penyakit Nasional India mengatakan bila BA.2 menjadi strain yang dominan di sana.
“Di antara semua keturunan Omicron, ini (BA.2) adalah yang paling menunjukkan peningkatan kasus. Tetapi kita tetap perlu hati-hati mengartikannya, karena peningkatan kasus yang berasal dari kasus yang sangat rendah lebih gampang diamati,” ujar Ramon Lorenzo-Redondo, asisten profesor di Northwestern University Feinberg School of Medicine, di Chicago (AS), melansir CNN.
Seperti versi BA.1, subvarian BA.2 ini juga memiliki banyak mutasi – sekitar 30 – sebagian besar di protein paku, bagian virus yang menjadi target vaksin. Para peneliti belum mengetahui efek dari mutasi-mutasi ini.
Tidak seperti Omicron asli, subvarian BA.2 ini tidak terdeteksi oleh tes PCR biasa. Ia tidak memicu ciri unik - disebut S Gene Target Failure – dalam pengujian pertama. Ini berarti akan terlihat seperti varian corona lainnya. Ilmuwan bahkan menjulukinya “varian siluman.”
Para ilmuwan mengatakan bila munculnya varian-varian keturunan yang baru tidak mengejutkan dan (bahkan) telah diantisipasi, mengingat sekitar setengah dari populasi dunia masih belum divaksinasi.
“Saya akan sangat terkejut jika kita tidak melihat lebih banyak varian muncul,” kata Angela Rasmussen, ahli virologi dari Vaccine and Infectious Disease Organization di University of Saskatchewan.
Sementara di dalam negeri, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan saat ini total kasus Omicron subvarian BA.2 sudah mencapai 55 kasus. BA.2 pertama kali terdeteksi di Indonesia pada Desember 2021.
Hingga saat ini belum ada bukti bila BA.2 bisa memicu penyakit yang lebih parah atau lebih gampang menular, dibanding Omicron versi original. Laporan yang dikeluarkan Badan Keamanan Kesehatan Inggris menegaskan bahwa vaksin yang ada saat ini tetap menawarkan perlindungan terhadap BA.2, seperti terhadap varian aslinya.
“Perlindungan yang lebih baik terhadap gejala, rata-rata 70% pada dua minggu setelah booster (vaksinasi ketiga),” tulis laporan tersebut. (jie)