Kementerian Kesehatan pada Sabtu (22/1/2022) lalu mengabarkan bila ada dua kasus konfirmasi Omicron meninggal dunia. Kedua kasus tersebut merupakan pelaporan kematian pertama di Indonesia akibat varian baru yang memiliki daya tular tinggi tetapi ‘kurang’ mematikan ini.
“Satu kasus merupakan transmisi lokal, meninggal di RS Sari Asih Ciputat dan satu lagi merupakan Pelaku Perjalanan Luar Negeri, meninggal di RSPI Sulianti Saroso,”ucap juru bicara Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid.
Sejak 15 Desember 2021 hingga saat ini secara kumulatif tercatat 1.161 kasus Omicron ditemukan di Indonesia. Pada Sabtu lalu tercatat 3.205 penambahan kasus baru COVID-19, 627 kasus sembuh, dan 5 kasus meninggal akibat terpapar COVID-19. Kenaikan kasus baru konfirmasi merupakan implikasi dari peningkatan kasus konfirmasi Omicron di Indonesia.
Kementerian Kesehatan menyatakan kedua pasien meninggal tersebut memiliki komorbid yang tidak terkontrol. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan untuk jangan menganggap enteng Omicron.
Bahkan di kasus ringan Omicron tercatat gejala seperti demam sangat tinggi, nyeri badan, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit tenggorokan dan penyumbatan yang signifikan.
“Omicron tetap dapat menyebabkan gejala berat, bahkan kematian, khususnya pada lansia dan orang-orang dengan komorbid,” WHO menulis.
Kasus kematian akibat Omicron telah dilaporkan setidaknya pada satu orang (74 tahun) dengan komorbid diabetes di Rajasthan (India). Juga pada Satu orang (50 tahunan) di AS yang adalah kasus reinfeksi dan tidak divaksinasi.
Omicron pasti bergejala ringan?
Kejadian ini menjawab pandangan: “Omicron pasti bergejala ringan”, dan ajakan ‘ngawur’ di media sosial untuk melakukan vaksinasi alami dengan Omicron.
Kita bisa berkaca dari kejadian Hana Horka (57 tahun), seorang penyanyi folk asal Republik Ceko. Ia meninggal dunia setelah sengaja tertular COVID-19. Ia memilih terpapar COVID-19 daripada divaksin untuk mendapatkan imunitas.
Melansir BBC News, Horka meningga dua hari setelah memposting di media sosial bila ia membaik (tampak pulih) setelah dinyatakan positif COVID-19. “Sekarang akan ada teater, sauna, konser,” tulisnya.
Ia tertular dari suami dan anaknya yang sudah divaksin. Pada Minggu pagi - hari dia meninggal -Horka mengatakan dia merasa lebih baik dan berpakaian untuk berjalan-jalan. Tapi kemudian punggungnya mulai sakit, jadi dia berbaring di kamarnya.
"Dalam waktu sekitar 10 menit semuanya selesai," kata putranya. "Dia tersedak hingga meninggal."
Isoman di rumah
Sebagai bentuk antisipasi penyebaran Omicron di Indonesia, pemerintah mulai dari menggencarkan 3T terutama di wilayah pulau Jawa dan Bali, peningkatan rasio tracing, menggencarkan akses telemedicine, serta meningkatkan rasio tempat tidur untuk penanganan COVID-19 di rumah sakit.
Yang terbaru, Kementerian Kesehatan juga telah mengeluarkan aturan baru untuk penanganan konfirmasi Omicron di Indonesia, yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022.
“Melalui Surat Edaran ini, penanganan pasien konfirmasi Omicron sesuai dengan penanganan COVID-19, dimana untuk kasus sedang sampai berat dilakukan perawatan di rumah sakit, sementara tanpa gejala hingga ringan, difokuskan untuk Isolasi mandiri (di rumah) dan Isolasi Terpusat” jelas dr. Nadia.
Isolasi mandiri di rumah bisa dilakukan dengan persyaratan tertentu:
Syarat klinis:
- Berusia kurang dari 45 tahun
- Tidak memiliki komorbid (penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi, gangguan ginjal, penyakit paru, penyakit autoimun, dll)
- Dapat mengakses telemedicine atau layanan kesehatan lainnya
- Berkomitmen untuk tetap diisolasi sebelum dizinkan keluar
Syarat rumah dan peralatan pendukung lainnya:
- Harus dapat tinggal di kamar terpisah, lebih baik lagi jika lantai terpisah
- Ada kamar madi di dalam rumah terpisah dengan penghuni rumah lainnya
- Dapat mengakses pulse oksimeter
Jika pasien tidak memenuhi syarat, maka ia harus melakukan isolasi di fasilitas isolasi terpusat. Selama isolasi pasien harus dalam pengawasan puskesmas atau Satgas setempat. (jie)