Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mengeluarkan izin penggunaan darurat (EUA) untuk obat COVID-19 paxlovid dan molnupiravir. Kedua obat ini berbentuk tablet, yang pemanfaatannya dengan cara oral (diminum).
Paxlovid diproduksi perusahaan farmasi Pfizer. FDA merekomendasikan paxlovid untuk pasien usia >12 tahun dan berat badan >40 kilogram. Obat ini disebutkan mampu menekan gejala COVID-19 parah, termasuk pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit.
Langkah Maju Penanggulangan COVID-19
“Kami perkenalkan pengobatan pertama untuk COVID-19 dalam bentuk pil (tablet) yang diminum (oral). Ini langkah maju dalam memerangi pandemi global,” ujar Direktur Riset dan Evaluasi Obat DA Patrizia Cavazzoni di website resmi, Rabu, 22 Desember 2021.
Ijin penggunaan darurat (EUA) untuk molnupiravir, diberikan FDA Kamis, 23 Desember 29021, atau sehari setelah paxlovid. Obat ini diperuntukkan bagi orang dewasa, dengan hasil tes positif COVID-19 risiko tinggi; termasuk pasien rawat inap. Obat ini tidak dibolehkan untuk pasien usia <18 tahun, karena dinilai dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang dan tulang rawan.
Menurut Cavazzoni, molnupiravir menjadi opsi pengobatan tambahan untuk pasien COVID-19. Berbentuk tablet pemakaiannya secara oral (diminum). “Molnupiravir digunakan secara terbatas, saat pengobatan lain yang sudah disetujui FDA untuk COVID-19 tidak dapat diakses atau tidak sesuai secara klinis,” paparnya lewat website resmi FDA. “Obat ini dapat menjadi pilihan pengobatan bagi pasien COVID-19 yang berisiko tinggi dan dirawat di rumah sakit.”
Obat Diminum selama 5 Hari
Mengenai paxlovid, FDA menyatakan, obat ini dapat menghambat protein SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, dan menghentikan replikasi virus. Paxlovid diberikan sebanyak 3 tablet (2 tablet nirmatrelvir dan 2 tablet ritonavir), diminum bersamaan 2x sehari selama 5 hari; total 30 tablet. Obat ini tidak boleh digunakan lebih dari 5 hari berturut-turut.
dosis molnupiravir diberikan 4 kapsul 200 miligram, diminum setiap 12 jam selama 5 hari. Bekerja dengan memasukkan kesalahan ke dalam kode genetik SARS-CoV-2, obat ini dapat mencegah virus bereplikasi lebih lanjut.
Cavazzoni menjelaskan, molnupiravir menjadi opsi pengobatan tambahan untuk pasien COVID-19. Obat itu hanya digunakan terbatas saat pengobatan lain yang disetujui FDA untuk COVID-19, tidak dapat diakses atau tidak sesuai secara klinis.
“Obat ini dapat menjadi pilihan pengobatan untuk pasien dengan COVID-19 berisiko tinggi yang sedang dirawat di rumah sakit,” ujarnya dalam website resmi FDA, Kamis 23 Desember 2021.
Produsen molnupiravir, Merck, mengajukan izin edar setelah memperoleh hasil uji klinis final Oktober 2021; sebulan lebih cepat dibanding paxlovid. Molnupiravir dikabarkan mampu memangkas hingga 50 persen peluang gejala berat pasien yang terinfeksi COVID-19.
Bekerja dengan memasukkan kesalahan ke dalam kode genetik SARS-CoV-2, sehingga mencegah virus itu bereplikasi lebih lanjut. Dosis molnupiravir diberikan 4 kapsul 200 miligram, diminum setiap 12 jam selama 5 hari.
Harus dengan Resep Dokter
“Ketika varian baru bermunculan, penting untuk memperluas penanggulangan COVID-19. Salah satunya dengan menerbitkan EUA, sambil terus memantau tentang keamanan dan efektivitasnya,” kata Cavazzoni. Kedua obat di atas hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Pemberiannya harus sesegera mungkin, setelah diagnosis COVID-19 dan dalam 5 hari setelah timbulnya gejala.
Paxlovid efek sampingnya ringan dan sangat efektif. Dapat menurunkan tingkat perawatan di rumah sakit dan kematian pasien COVID-19 berat sampai 90 persen. "Efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah. Obat ini memenuhi semua kriteria yang diinginkan," ujar Dr Gregory Poland dari Mayo Clinic, seperti dilansir PBS, Jumat 24 Desember 2021.
Vaksinasi Tetap yang Terbaik
Obat COVID-19 yang diproduksi Pfizer maupun Merck ini, dinilai efektif melawan varian omicron yang saat ini merebak di banyak negara. Pfizer untuk sementara telah memroduksi 180 ribu paket. Sekitar 60-70 ribu khusus dialokasikan ke AS. Tahun depan (2022) akan diproduksi 80 juta paket.
Meski sudah ada obat baru dalam bentuk tablet, para ahli menyatakan vaksinasi masih yang terbaik untuk melindungi diri dari ancaman COVID-19. Mengingat cakupan vaksinasi belum merata, kehadiran obat oral dapat ikut mengendalikan gelombang COVID-19. Sejumlah negara, termasuk Indonesia, dikabarkan telah memesan obat ini untuk mengantisipasi gelombang baru virus corona. (sur)