nyeri_akut_kronis_jangan_dibiarkan_obat_anti_nyeri

Nyeri Sebaiknya Jangan Dibiarkan, karena Area Nyeri bisa Meluas

Anda pasti pernah merasakan nyeri. Ada  nyeri akut (< 2 minggu), ada nyeri kronis (>2 minggu). Penanganan nyeri akut perlu kombinasi, terapi farmakologi (obat) dan terapi non-farmakologi. Terapi farmakologi yakni dengan obat golongan anti-inflamasi non steroid (AINS), opioid (narkotik) atau obat-obatan penunjang. Terapi non-farmakologi misalnya fisioterapi dan relaksasi, yang dimaksudkan untuk memperbaiki kerusakan jaringan yang menimbulkan nyeri. Juga mengatasi kondisi penyebab yang bisa menimbulkan rasa nyeri.

Derajat nyeri – akut maupun  kronis - bersifat personal, dipengaruhi faktor emosi, hormon, jenis kelamin, kepribadian, usia dan lainnya. Apa pun, pada dasarnya rasa nyeri adalah sesuatu yang harus segera dihilangkan.

Dr. Rosky Fransisca Vidiaty Situmeang, SpS(K), dari RS Siloam Karawaci, Tangerang, menjelaskan nyeri mempunyai ‘dua muka’. Di satu sisi, nyeri memberi tanda untuk menghindari terjadinya sakit. Saat nyeri sudah menetap, berarti sudah menjadi penyakit. “Nyeri pinggang atau nyeri lutut yang terus-menerus, berarti ada sesuatu,” katanya.

Nyeri tidak selalu harus diobati, selama penyebabnya sudah dapat dipastikan. Lain halnya jika musababnya tidak diketahui, terlebih bila sampai mengganggu fungsi tubuh. Rasa nyeri bila dibiarkan atau ditahan, dapat menyebabkan saraf yang terkena “menyimpang”, menjadi lebih sensitif. Juga mengakibatkan proses sensitisasi, yakni meluasnya area nyeri.  Jika awalnya nyeri hanya di satu titik di tangan, karena dibiarkan bisa meluas ke seluruh tangan.

Keluhan nyeri yang paling kerap adalah nyeri kepala. Nyeri tulang dan otot merupakan yang paling kerap membawa seseorang ke dokter. “Nyeri kepala karena dianggap ringan, penderita minum obat dan bisa berlangsung selama bertahun-tahun, daripada konsultasi ke dokter,” papar dr. Rosky. “Padahal, mengonsumsi obat sakit kepala jangka panjang, bisa merusak ginjal.”

Terdapat berbagai mitos yang dipercaya mengenai pengobatan nyeri akut. Seperti bahwa obat-obat antinyeri yang dijual bebas aman dikonsumsi, karena tidak perlu resep dokter. Bahwa, obat antinyeri dapat menyebabkan kecanduan, dan lain lain.

­Menurut dr. Dwi Pantja Wibowo, SpAN KIC-KMN, Sekertaris I Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Anestesi dan Terapi Intensif (PERDATIN), “Mitos seputar nyeri perlu diluruskan, agar masyarakat mengerti fakta yang sebenarnya dan paham cara menggunakan obat antinyeri. Juga, agar orang terhindar dari komplikasi akibat pengobatan nyeri yang salah.” (jie)


Ilustrasi: www.freepik.com-Designed by brgfx / Freepik