Obesitas merupakan salah satu penyakit yang dapat meningkatkan risiko kematian, akibat munculnya penyakit lain seperti diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemia, serangan jantung atau stroke.
Riskesdas 2018 menyatakan 21,8% penduduk dewasa di Indonesia mengalami kegemukan dan obesitas. Obesitas dibedakan menjadi 4 kategori berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Seseorang dengan IMT antara 23-24,9 disebut berat badan berlebih; obesitas tingkat I dengan IMT 25-29,9; obesitas tingkat II dengan IMT 30-37,4; obesitas morbid dengan IMT > 37,5.
“Salah satu tindakan penanganan obesitas, terutama obesitas morbid, adalah bedah bariatrik. Bedah bariatrik juga bisa dimanfaatkan pada pasien dengan IMT sedang namun mempunyai risiko tinggi penyakit diabetes atau hipertensi,” terang Dr. dr. Peter Ian Limas, SpB-KBD, dari RS Pondok Indah, Jakarta, dalam acara Bariatrik, Komitmen untuk Hidup Sehat Sepanjang Usia, Maret 2019 lalu.
Baca juga : Bedah Bariatrik Selamatkan Nyawa Penderita Obesitas Ekstrim
Bedah bariatrik yang paling sering dilakukan adalah sleeve gastrectomy, bypass lambung dan ikat lambung. Ketiga tindakan ini sama-sama bertujuan menurunkan berat badan dengan merubah bentuk organ pencernaan sehingga mempengaruhi pola dan penyerapan makanan di dalam tubuh.
Berikut ini menurut dr. Peter, beberapa hal yang perlu Anda ketahui tentang obesitas dan bedah bariatrik:
Siapakah yang menjadi indikasi pembedahan?
- Pasien dengan IMT > 37,5 kg/m².
- Bila pasien obesitas dengan IMT >32,5 kg/m² dengan penyakit penyerta, seperti diabetes.
Mengapa butuh bedah untuk memperbaiki bentuk tubuh?
Bedah bariatrik bukanlah bedah kosmetik. Bedah bariatrik bertujuan untuk mengobati pasien obesitas dan penyakit penyertanya.
Apakah bedanya dengan sedot lemak?
Bedah obesitas / bariatrik bekerja dengan memodifikasi (mengurangi ukuran) saluran cerna yang menyebabkan hilangnya rasa lapar, memodifikasi hormon sehingga pasien lebih efektif, dan mengurangi kalori yang diserap.
Dengan demikian bedah bariatrik berbeda dengan bedah kosmetik (sedot lemak). Bedah bariatrik menangani akar masalah, sedangkan sedot lemak bertindak memperbaiki penampilan tanpa menyentuh akar persoalan.
Adakah risiko malnutrisi?
Malnutrisi dapat terjadi, namun dengan menyesuaikan teknik bedah, malnutrisi dapat dihidari/diminimalkan.
Apakah risiko dan efek samping bedah bariatrik?
Risiko terjadinya komplikasi selama operasi atau sesudanya selalu akan ada. Risiko operasi berupa perdarahan, kebocoran, sumbatan usus yang dapat mengakibatkan diperlukannya transfusi darah, operasi ulang. Bahkan, berisiko pada kematian.
Sedangkan efek samping yang mungkin terjadi adalah gangguan sistem pencernaan, seperti diare, perubahan frekuensi BAB, mual, muntah dan sumbatan usus.
Apa saja teknik bedah bariatrik?
- Roux en Y gastric bypass. Teknik ini akan memberi efek penurunan berat badan hingga 70% kelebihan bobot tubuh.
- Sleeve gastrectomy. Dilakukan pada pasien yang ingin menghindari efek dumping, efek di mana makanan cepat masuk ke dalam usus halus, sehingga menyebabkan gejala kembung, diare dan pusing.
- Mini gastric bypass. Ini merupakan gabungan kedua teknik di atas; merupakan penyederhanaan teknik roux en y gastric bypass.
Pasca-operasi pasien bisa makan biasa?
Setelah operasi, pasien diharuskan mengikuti beberapa tahapan diet selama satu bulan. Dimulai hanya dengan minum air putih / teh selama 2-3 hari pertama. Kemudian kekentalan makanan ditingkatkan hingga akhir bulan pertama.
Pada bulan kedua, diharapkan pasien sudah dapat mengonsumsi makanan sehat seperti biasa, namun dengan jumlah yang jauh berkurang.
Pasien tidak akan merasakan lapar karena pusat lapar (di labung) dihilangkan / dibuat tidak aktif. Sehingga tidak perlu khawatir bahwa pasien akan tersiksa rasa lapar.
Berapa berat badan yang akan turun pascabedah bariatrik?
Pembedahan akan mengurangi bobot pasien sebanyak 60-80% dari kelebihan berat badan, dalam wakut 6-12 bulan. Hal ini sangat bergantung pada dedikasi pasien mengikuti petunjuk dokter.
Bariatrik menyembuhkan diabetes?
Penyakit diabetes dapat mengalami remisi (hilang) bergantung usia, lamanya menderita sebelum operasi, dan tipe bedah. Bila tidak hilang, penggunaan obat anti diabetes biasanya akan berkurang banyak.
Menetapnya remisi bergantung banyak hal, seperti pola makan, olahraga, usia, lamanya menderita diabetes. Pada jangka panjang, kemungkinan kembalinya diabetes tetap ada.
Apa yang harus dilakukan setelah operasi?
Sesudah operasi, pasien harus mulai merubah pola makan, dengan menerapkan prinsip gizi simbang. Sangat dianjurkan untuk olahraga rutin dan terukur. (jie)
Dr. dr. Peter Ian Limas, SpB-KBD,