Kadang, seseorang yang didiagnosa mengalami pembesaran prostat menjadi cemas berlebihan dan merasa takut. Padahal pembesar prostat jinak bukanlah kanker prostat, yang pengobatannya lebih kompleks. Seseorang dengan pembesaran prostat jinak dapat diobati. Ukuran prostat bisa mengecil, jika diberikan pengobatan yang tepat.
Pengobatan pembesaran prostat jinak, tergantung dari berat-ringannya penyakit. Bila masih ringan, dokter hanya akan melakukan pengamatan. Bila sedang-berat, dokter akan memberikan obat-obatan. Tapi, bila sudah timbul komplikasi, seperti retensi urin, infeksi saluran kemih berulang, hematuria (adanya darah dalam urin) berulang, gangguan anatomi kandung kencing dan gangguan ginjal, harus dilakukan tindakan operasi.
Obat pengecil prostat
Penanganan dengan obat-obatan ditujukan kepada kasus moderat dan berat, yang sudah merasa terganggu dengan kelainan yang timbul. Tapi bukan untuk penderita yang sudah mengalami komplikasi. Juga ditujukan untuk penderita yang karena kondisinya tidak memungkinkan untuk dioperasi, atau menolak untuk dilakukan tindakan bedah.
“Kini ada obat yang bisa mengecilkan kelenjar prostat. Dulu, obat ini tidak begitu disukai karena efek sampingnya cukup besar. Sedangkan efeknya dalam menurunkan ukuran prostat, tidak begitu besar, sehingga ahli urologi tidak begitu suka,” ujar Dr. dr. Nur Rasyid, SpU(K), Ketua ASRI Urology Center. Tapi sekarang, sudah ada obat generasi baru, yaitu dutasteride. “Orang tidak perlu dioperasi lagi dan efek sampingnya juga kecil,” katanya.
Terapi hormonal
Sebagaimana diketahui, menurunnya kadar hormon testosteron merupakan satu penyebab terjadinya pembesaran prostat pada pria. Karena itu, satu-satunya penanganan untuk kondisi ini adalah dengan memberikan terapi hormonal, yakni terapi testosteron.
Dulu ada anggapan, pemberian hormon ini pada pria akan meningkatkan risiko pembesaran prostat. “Tapi, hal itu tidak benar,” kata dr. Nur Rasyid.
Dalam penelitian pemberian testosteron jangka panjang, pada orang yang memerlukan terapi testosteron. Hasilnya memperlihatkan, pemberian terapi ini tidak meningkatkan risiko operasi prostat.
“Penelitian ini sudah berjalan sampai delapan tahun. Dan hasilnya menunjukkan, pemberian testosteron jangka panjang tidak menurunkan pancaran kencing, tidak membesarkan ukuran prostat dan menurunkan kemungkinan operasi pada penderita,” tambah dr. Nur.
Terapi hormonal hanya diberikan, jika memang kadar hormon pasien rendah. “Jika tidak, tak perlu diberikan,” ujar Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And dari FK Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Guideline menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar testosteron, sebelum memberikan terapi ini.
Kontraindikasi utama adalah kanker prostat dan payudara. Sebab itu, sebelum memberikan terapi, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan colok dubur dan mengukur kadar PSA (suatu penanda adanya kanker prostat).