Mengelola kolesterol sangat penting bagi penderita diabetes. Kedua hal tersebut perlu mendapat perhatian khusus untuk mencegah komplikasi jantung dan kardiovaskular.
Diabetes secara dramatis akan meningkatkan risiko komplikasi kardiovaskular, seperti penyakit jantung dan stroke. Di satu sisi gangguan kolesterol (dislipidemia) kerap terjadi pada penderita diabetes, ini juga adalah faktor risiko komplikasi jantung. Di sinilah terjadi ‘irisan’ risiko antara mengelola kolesterol dan diabetes.
Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total >240 mg/dl, LDL (low density lipoprotein; disebut juga kolesterol jahat) >160 mg/dl, trigliserida >200 mg/dl, serta penurunan HDL (high density lipoprotein, atau kolesterol baik) kurang dari 40 mg/dl.
Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, KEMD, Ketua Devisi Endokrin Metabolik dan Diabetes, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM mejelaskan, kadar kolesterol non-HDL yang tinggi berhubungan dengan perkembangan aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah).
“Sehingga pemeriksaan lipid (profil kolesterol) rutin sangat dianjurkan pada mereka dengan riwayat penyakit jantung koroner, diabetes, penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), dan keadaan klinis yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik,” ujarnya.
Riset tahun 2018 oleh Lin CF dkk, di International Journal of Gerontology memperlihatkan prevalensi dislipidemia di Indonesia adalah sekitar 36% (33,1% laki-laki dan 38,2% perempuan berusia ≥25 tahun).
Studi itu juga melihat penderita diabetes memiliki peningkatan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) kardiovaskular hingga 2-4 kali lipat, serta peningkatan kematian 1,5 – 3,6 kali lipat akibat komplikasi penyakit ini.
“Kenaikan kolesterol LDL berhubungan langsung dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik (athersclerotic cardiovascular disease/ASCVD). Penyakit kardiovaskular aterosklerotik merupakan penyebab utama penyakit kardiovaskular yang bertanggung jawab atas lebih dari 4 juta kematian di Eropa setiap tahunnya,” urai dr. Tri Juli, dalam konferensi pers virtual Jakarta Endocrine Meeting 2021, Kamis (12/8/2021).
Mengelola kolesterol tanpa obat
Ia menekankan, pengelolaan kolesterol memerlukan strategi komprehensif yang tidak hanya mengendalikan kadar lipid namun juga faktor lainnya seperti hipertensi, diabetes dan obesitas.
Dilakukan melalui terapi non farmakologis seperti aktivitas fisik, nutirsi, penurunan berat badan dan berhenti merokok. Serta terapi farmakologis dengan obat anti lipid.
Aktifitas fisik yang disarankan bagi penderita kolesterol tinggi dan diabetes berupa jalan cepat, bersepeda statis, atau berenang setidaknya selama 30 menit, 4 sampai 6 kali seminggu.
Pola makan yang disarankan adalah diet rendah kalori yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran (≥ 5 porsi / hari), biji-bijian (≥ 6 porsi / hari), ikan dan daging tanpa lemak. Serta membatasi asupan lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol.
Sementara pada terapi farmakologi (obat), “Prinsip dasarnya adalah untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Obat utama yang disarankan adalah statin. Obat lainnya, seperti asam fibrat, asam nikotinat, dan bile acid sequestrant hanya digunakan bila terdapat kontraindikasi atau keterbatasan pemakaian statin,” terang dr. Tri Juli. (jie)