Kenali Gejala IBD, Penyakit Radang Usus yang Kerap Terabaikan
gejala_IBD

Kenali Gejala IBD, Penyakit Radang Usus yang Kerap Terabaikan

Pernah dengar soal IBD (inflammatory bowel disease)? Ini adalah peradangan usus kronis atau berulang, yang bisa terjadi di usus halus maupun usus besar. “Penyakit ini dibagi menjadi dua: kolitis ulseratif yaitu radang di usus besar yang bentuknya seperti sariawan, dan penyakit Crohn yang bisa terjadi di sepanjang saluran cerna, dari mulut hingga anus,” jelas Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, MMB, Sp.PD, K-GEH, FACP, FACG, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterohepatologi. Gejala IBD tidak jelas, tapi kita bisa lebih waspada untuk mengenalinya.

Tren kasus IBD di Indonesia mulai meningkat seiring perubahan gaya hidup. Studi regional menunjukkan, insidens IBD sekitar 0,7–1 per 100.000 penduduk per tahun. Cukup banyak, mengingat populasi negara kita yang demikian besar. Namun, penyakit ini masih relatif jarang dibicarakan, sehingga kerap terabaikan.

Penyebab IBD hingga saat ini belum diketahui secara pasti. “Banyak faktor yang berperan. Termasuk di antaranya makanan, genetik, imunitas, hingga kondisi bakteri di usus,” ujar Prof. Ari. Hal ini diungkapkannya dalam diskusi media dalam rangka memperingati Pekan Kesadaran Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn yang digagas oleh Yayasan Gastroenterologi Indonesia (YGI), didukung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan PT Takeda Indonesia di Jakarta, Selasa (9/12/2025).

Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, MMB, Sp.PD, K-GEH, FACP, FACG / Foto: Ngobras

Gejala IBD

Gejala IBD mirip dengan penyakit pencernaan pada umumnya. Misalnya, kembung. “Peradangan membuat usus menyempit, sehingga muncul keluhan kembung,” jelas Prof. Ari. Peradangan juga menyebabkan keluhan mulas, kram dan nyeri perut, hingga gangguan BAB yaitu diare berulang atau sembelit (susah BAB) berulang. Kata kuncinya adalah berulang. Waspada bila sering mengalami diare atau sembelit tanpa sebab yang jelas.

Gejala lain, BAB berdarah. “Usus yang meradang bisa berdarah, sehingga muncul BAB berdarah,” ujar Prof. Ari. Selain itu, berat badan (BB) bisa turun drastis. “Akibat usus meradang, nutrisi dari makanan tidak diserap dengan baik. Akibatnya, berat badan turun. Jadi, perlu lebih waspada bila BB turun drastis,” imbuhnya.

Tak jarang, IBD muncul sebagai radang usus buntu (apendisitis). “Kadang saya ketemu pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah, di daerah usus buntu. Setelah dioperasi lalu sampelnya diperiksa, ditemukan penyakit Crohn,” ucap Prof. Ari. Bukan berarti ini malpraktik; operasi memang diperlukan untuk mengangkat usus buntu yang meradang. Namun ternyata setelah diperiksa, penyebabnya adalah IBD.

Untuk memastikan bahwa keluhan yang dialami disebabkan oleh IBD, harus dilakukan pemeriksaan dengan kolonoskopi. Akan tampak bahwa mukosa usus berbenjol-benjol, luka-luka, rapuh, dan berdarah akibat peradangan kronis.

Pemeriksaan penunjang antara lain cek lab untuk melihat profil darah dan sel-sel radang di feses, hingga biopsi dan CT scan. Pemeriksan penunjang penting untuk menyingkirkan kemungkinan pnyebab lain, seperti kanker atau TB usus. “Pada negara dengan kasus TB tinggi seperti Indonesia, harus dipikirkan kemungkinan TB usus,” papar Prof. Ari.

Ada kalanya gejala IBD muncul di luar usus (ektraintestinal). Misalnya nyeri di sendi, atau ruam merah di kulit. Pada beberapa kasus, peradangan akibat IBD tak hanya terjadi di usus, tapi juga di organ lain seperti sendi dan kulit.

Faktor Risiko

Telah disebutkan, penyebab IBD belum diketahui, tapi ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko. Berikut ini di antaranya:

1. Makanan

Makanan yang diawetkan atau ultraproses bisa merusak mukosa (lapisan lendir) usus sehingga zat-zat asing dan parogen bisa masuk ke aliran darah dan menyebabkan peradangan. Selain itu, zat-zat aditif pada makanan awetan juga bisa menyebabkan peradangan langsung pada usus dan merusak keseimbangan mikrobiota usus, sehingga terjadilah disbiosis. Padahal, keseimbangan mikrobiota usus sangat penting untuk kesehatan saluran cerna.

Makanan tingi gula dan kurang serat juga bisa memicu timbulnya IBD. Itu sebabnya, enting untuk mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan bahan-bahan segar. Batasi asupan gula, garam, lemak (GGL) dan makanan yang diawetkan.

2. Genetik

Menurut Prof. Ari, ada gen tertentu yang berhubungan dengan IBD, tapi tidak 100%. “Seperti halnya diabetes; tidak semua anak dengan orang tua diabetes pasti akan kena diabetes. IBD juga sama. Malah, 90% kasus IBD tidak berhubungan dengan faktor keturunan,” paparnya.

3. Autoimun

IBD sejatinya kondisi autoimun, tapi bersifat local di saluran cerna saja. “Sistem imun menganddap sel-sel usus sebagai musuh, sehingga terjadi peradangan berat di usus. Tapi hanya di usus saja, tidak di sluruh tubuh seperti lúpus,” ujarnya.

4. Disbiosis

Kondisi mikrobiota usus juga turut berperan dalam kemunculan IBD. Sebagaimana diketahui, usus kita dihuni oleh triliunan mikroba; ada yang baik, ada pula yang jahat. Agar usus sehat, keseimbangan mkrobiota ini harus terjaga. Masalah akan muncul ketika kesiembangan ini mikroba jahat mendominasi (disbiosis). “Disbiosis bisa menimbulkan berbagai macam penyakit, termasuk IBD. Mikrobiota usus yang sehat penting karena bakteri bermanfaat menghasilkan short chain fatty acida tau SCFA, yang menjaga keutuhan mukosa usus,” jelas Prof. Ari.

5. Stres

Faktor psikologis juga berperan, tapi bukan penyebab utama. “IBD bisa relapsa tau kambuh karena stres psikologis. Jadi tidak secara langsung menyebabkan IBD, tapi bisa memicu kekambuhan,” ujar Prof. Ari. Ia mengingatkan, stres tidak hanya psikis atau psikologis, tapi juga stres fisik. “Misalnya banyak bergadang dan kurang tidur. Ini juga menumbulkan stres pada tubuh,” tambahnya.

Prof. Ari menekankan pentingnya mengenali gejala IBD dan mendeteksinya secara dini, agar bisa segera dilakukan pengobatan yang tepat. “Bila tidak segera ditangani, IBD bisa berkembang menjadi komplikasi berat,” tandasnya. Seperti apa pengobatan IBD? Nantikan di artikel berikutnya. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Image by Lifestylememory on Freepik