Paru merupakan salah satu organ tubuh pria yang tersering terkena penyakit kanker. Tetapi bukan berarti wanita kecil kemungkinannya menderita kanker paru. Ahli menyatakan bila kanker paru bisa menyerang siapa saja.
Globocan (Global Cancer Statistic) 2020 mencatat kanker paru merupakan penyebab kematian tertinggi akibat kanker di dunia. Terdapat 1.796.144 kematian akibat kanker paru di seluruh dunia tahun 2020.
Di Indonesia kejadian kanker paru meningkat dari 30.023 (tahun 2018), menjadi 34.783 pada tahun 2020. Angka kematian akibat kanker paru juga meningkat dari 26.069 (tahun 2018), menjadi 30.843 (tahun 20204).
Globocan juga mencatat perbandingan kejadian kanker paru pada pria dan wanita adalah 20,1 : 6,2 per 100.000 penduduk.
Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) menegaskan kanker paru bisa menyerang siapa saja. “Penting untuk diketahui bahwa setiap orang bisa mengidap kanker paru, sehingga perlu mengambil langkah-langkah untuk mulai mengurangi dan menghindari paparan dari bahan-bahan berbahaya terutama asap rokok serta polusi lingkungan,” jelas Prof. Aru, dalam diskusi media secara daring memperingati Hari Kanker Paru Sedunia 2021, Kamis (26/8/2021).
Sampai saat ini belum ada teknik ataupun sistem yang ditetapkan oleh WHO yang efektif dalam skrining ataupun deteksi dini kanker paru. Di beberapa negara maju skrining ataupun deteksi dini melalui pemeriksaan paru menggunakan Low Dose CT Scan (CT Scan dosis rendah).
Oleh karena sulitnya mendeteksi kanker paru secara dini, maka penelitian banyak ditujukan pada pengendalian faktor risiko, untuk menurunkan kejadian maupun kematian kanker paru. Salah satu faktor risiko penyebab kanker paru adalah paparan asap rokok (baik pada perokok aktif atau pasif, pada rokok tembakau atau elektrik), serta polusi lingkungan.
Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta menambahkan, merokok menjadi penyebab 80% kematian akibat semua jenis kanker. Perokok 20-50 kali lebih berisiko terkena kanker paru.
“Pada perokok pasif tercatat 7000 kematian per tahun karena kanker, dan angkanya meningkat 20-30%,” kata dr. Ikhwan seraya menjelaskan bila studi di hewan yang terpapar rokok elektrik selama 54 minggu menunjukkan berkembangnya sel kanker paru (9 dari 40 mencit/ 22,5%).
Karena kanker paru berpotensi penyerang siapa saja, Prof Aru menekankan, biasakan untuk memeriksakan diri, terutama paru, secara teratur ke dokter terutama bagi perokok aktif maupun pasif, walaupun situasi pandemi COVID-19.
Deteksi dini terutama dilakukan pada mereka yang berusia 50-80 tahun, masih merokok hingga 20 bungkus/tahun, atau telah berhenti merokok dalam 15 tahun terakhir.
“Apabila seseorang terdiagnosis kanker paru, maka kami menghimbau agar pasien tersebut tetap semangat dan tidak takut untuk ke rumah sakit guna mendapatkan pengobatan yang memadai karena sudah ada prokes ketat,” jelas Prof. Aru.
Pencegahan kanker paru
Karena kanker paru dapat menyerang siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, perokok aktif atau pasif, maka tindakan pencegahan diperlukan.
“Paparan asap rokok pada bayi tidak sempat menyebabkannya menderita kanker paru, tetapi berubah menjadi leukemia (kanker darah). Leukemia pada bayi/anak selain faktor genetik, juga bisa akibat paparan zat kimia yang menyebabkan kelainan darah,” terang dr. Evelina Suzanna, SpPA, spesialis patologi anatomi dari RS Kanker Dharmais, Jakarta.
Pencegahan kanker paru meliputi:
- Hindari rokok (tembakau atau elektrik). “Rokok dengan filter bisa mengurangi kandungan tar yang terhisap paru-paru, tetapi tidak bahan-bahan karsinogen lainnya. Ingat juga, yang dibakar tidak hanya tembakaunya, tetapi juga kertasnya,” kata dr. Ikhwan.
- Perbanyak konsumsi buah dan sayur karena tinggi antioksidan.
- Minimalkan paparan zat karsinogen di tempat kerja, seperti asbes, zat radioaktif, silika, diesel, kromium dan polycyclic aromatic hydrocarbons.
- Hindari pajanan radon, zat hasil pemecahan uranium pada tanah dan batu-batuan.
- Olahraga rutin. (jie)