Herpes Zoster, Virus Cacar Air yang Mengintai dari Sumsum Saraf
herpes zoster_lansia_sumsum_tulang

Herpes Zoster, Virus Cacar Air yang Mengintai dari Sumsum Saraf

Herpes zoster adalah penyakit yang muncul ketika virus penyebab cacar air (Varicella zoster) aktif lagi di tubuh kita. “Setelah cacar air sembuh, virusnya tidak pernah hilang dari dalam tubuh kita. Ia berdiam di ganglion (sumsum saraf tulang belakang), dan bisa menjadi aktif kembali, bermanifestasi sebagai herpes zoster,” papar dr. Hanny Nilasari, Sp.KK(K) dari Kelompok Studi Herpes Perdoski (Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin).

Belum diketahui dengan pasti penyebab reaktivasi Varicella. Semua orang yang pernah terinfeksi Varicella, berisiko terhadap herpes zoster. “Kapan herpes zoster akan muncul dan siapa yang terkena, tidak bisa diprediksi,” tegas dr. Hanny.

Diperkirakan, 98% populasi di seluruh dunia pernah terinfeksi Varicella. Reaktivasi virus Varicella mengintai 1 dari 3. Pada usia >85 tahun, risikonya bertambah: 1 dari 2 orang. Di Indonesia, puncak kasus herpes zoster terjadi pada usia 45-64 tahun: 37,95% dari total kasus yang dikumpulkan dari 13 RS pendidikan sepanjang 2011-2013.

Risiko herpes zoster meningkat bila imunitas (kekebalan) seluler tubuh turun. Penurunan ini dapat terjadi karena penambahan usia dan/atau kondisi dapat menekan sistem imun. Misalnya penyakit kronis seperti diabetes, kanker (terutama leukimia dan limfoma), HIV/AIDS atau trauma/operasi. Karenanya, mereka yang berusia tua dan/atau memiliki penyakit kronis, lebih rentan.

Juga, mereka yang menjalani transplantasi sumsum tulang atau organ, dan pasien yang mendapat obat yang menekan sistem imun seperti steroid, kemoterapi, dan lain-lain. Selain itu, perempuan juga lebih berisiko. Ditengarai, ini turut berhubungan dengan faktor hormonal. Kadar hormon perempuan berubah-ubah, sehingga lebih rentan terhadap penyakit yang berhubungan dengan sistem imun, termasuk herpes zoster.

 

Tanda dan gejala

Herpes zoster umumnya didahului dengan fase prodromal, yakni rasa tidak enak badan, sebelum timbul ruam. “Biasanya ada keluhan kepala terasa berat, pusing sebelah seperti migrain, dan tidak tahan terhadap cahaya (fotofobia),” terang dr. Hanny. Rasa tidak enak ini bisa dirasakan selama 1-5 hari. Karena gejalanya ‘ringan’, banyak yang tidak menyadari bahwa ini adalah fase prodromal herpes zoster, “Kadang hanya minum obat pereda nyeri.”

Usai fase prodromal, terjadilah fase akut. Saat inilah mulai timbul ruam di kulit. Karakteristik ruam yakni berada di satu sisi tubuh; hanya bagian kiri atau hanya bagian kanan saja. Makin lama, ruam makin merah dan di bagian atasnya timbul lenting-lenting kecil, banyak berkelompok dan agak bengkak, seperti kulit yang melepuh. “Ini biasanya terjadi pada hari 7-8. Saat inilah pasien biasanya mulai ke dokter,” ujar dr. Hanny. Terjadi pula peningkatan sensitivitas terhadap  rasa nyeri; saat ruam tersenggol atau bahkan tertiup angin, sudah terasa nyeri.

Bisa membutuhkan waktu hingga 4 minggu sampai ruam dan lenting benar-benar sembuh. Namun mungkin masih ada rasa tidak enak seperti yang terjadi pada fase prodromal, meski ruam dan lenting sudah tidak ada. Bila nyeri tetap terasa hingga >3 bulan setelah ruam hilang, disebut neuralgy post herpetic atau nyeri pasca herpes (NPH). Ini salah satu komplikasi yang paling sering terjadi. Tidak semua orang akan mengalami NPH. Data dari 13 RS pendidikan di berbagai daerah di Indonesia (tahun 2011-2013) menunjukkan, dari 2322 kasus herpes zoster, NPH terjadi pada 593 kasus (26,5%).

 

Orang lanjut usia

“Pada orang tua, biasanya nyeri prodromal lebih hebat dan lebih lama. Saat timbul ruam di kulit, nyerinya lebih hebat. Perjalanan penyakitnya pun lebih panjang,” ujar dr. Hanny. Pada mereka yang berusia lanjut, ruam kulit sering kali tidak tipikal. Selain ukurannya lebih luas, ruam juga lebih berat karena timbul keropeng dan bernanah. Penyakit bisa sering berulang dan komplikasi lebih sering terjadi. Ini karena sistem imun pada orang lanjut usia sudah sangat turun.

Berdasarkan data dari 13 RS di Indonesia, dari total NPH 26,5% (593 kasus), sebanyak 42% (250 kasus) terjadi pada usia 45-64 tahun. “Insiden NPH meningkat 27 kali pada usia 50 tahun ke atas,” tegas dr. Hanny. Memang pada lansia, sering terjadi nyeri kronik (yang berkepanjangan). Akibat nyeri, aktivitas sehari-hari terganggu sehingga kualitas hidup bisa sangat menurun. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Love photo created by rawpixel.com - www.freepik.com