Hal-hal Ini Meningkatkan Risiko Depresi pada Orang Tua | OTC Digest

Hal-hal Ini Meningkatkan Risiko Depresi pada Orang Tua

Ada banyak faktor yang membuat orang tua kita mengalami depresi. “Secara biologis, otak mengalami atrofi, dan aktivitas neurotransmitter di otak yang berhubungan dengan pemeliharaan mood pun berkurang,” terang dr. Suryo Dharmono, Sp.KJ(K). Pada perempuan, faktor risikonya bertambah lagi dengan menopause. Hormon estrogen makin menurun. Padahal, hormon ini penting untuk memelihara kestabilan mood atau suasana hati. Akhirnya mood naik turun, dan risiko depresi mengintai.

Secara fisik, fungsi-fungsi tubuh mulai menurun, dan mulai muncul gangguan kesehatan. “Semua ini membuat kemampuan biologis mereka untuk beradaptasi dengan kegiatan sehari-hari relatif jadi lebih lamban,” terang dr. Suryo. Tubuh jadi lebih sulit beradaptasi dengan situasi yang membutuhkan aktivitas dan kekuatan fisik.

Ini masih ditambah dengan faktor psikososial, misalnya isu-isu kehilangan. Kehilangan pekerjaan karena pensiun, kehilangan orang-orang yang dicintai, hingga kehilangan peran.

Kehilangan pekerjaan berarti kehilangan rutinitas, “Di usia produktif, kehidupan berlangsung begitu saja karena kegiatan padat dari pagi sampai sore. Tapi ketika masuk masa pensiun, tiba-tiba tidak ada kegiatan rutin yang terjadwal.” Adapun kehilangan orang terdekat bisa karena kematian, atau karena anak-anak menikah dan pindah ke rumah sendiri.

Kehilangan pekerjaan dan/atau orang tercinta memunculkan kehilangan peran. Setelah pensiun, tidak ada lagi pekerjaan yang menuntut peran mereka. dalam konteks keluarga, saat anak sudah mandiri, orang tua merasa tidak ada lagi yang membutuhkan saran atau keputusan darinya.

Budaya modern turut menyumbang peningkatan risiko depresi pada lansia. “Perubahan budaya yang terlalu cepat juga meningkatkan risiko depresi pada lansia. Prevalensi depresi pada lansia di Singapura lebih tinggi daripada di Indonesia,” tutur dr. Suryo.

Pada 20-30 tahun lalu, kultur tradisional masih memegang peranan. Penghormatan anak pada orang tua masih demikian kental. Ada tradisi untuk mengunjungi orang tua secara berkala. Dengan digitalisasi dan percepatan modernisasi, orang tua kehilangan peranan tradisi. Anak-anak sudah mandiri dan punya kehidupan sendiri, dan orang tua ditempatkan dalam posisi formal modern.

Hal ini sudah sangat terasa di banyak negara maju. Di sana, kehidupan orang lanjut usia (lansia0 dengan orang muda menjadi sangat berjarak. Orang tua berjalan-jalan memakai tongkat, sendirian atau dengan pasangannya, adalah hal yang biasa di negara maju, termasuk negara tetanggga dekat kita Singapura. Di Indonesia, pemandangan seperti itu masih menimbulkan rasa iba. Namun cepat atau lambat, kita akan mengarah ke sana.

 

Jangan anggap enteng

Depresi pada lansia tak ubahnya lingkaran setan. Gejala depresi bisa menyerupai demensia; di sisi lain, depresi merupakan salah satu faktor risiko demensia. “Saat depresi, terjadi hipoaktivitas pada hipokampus, dan ini berkaitan dengan fungsi kognitif,” papar dr. Suryo.

Depresi berulang menyebabkan penyusutan pada area hipokampus otak. Secara psikis, depresi membuat orang tua makin menarik diri karena kehilangan motif untuk terlibat pada aktivitas rutin, yang membutuhkan perhatian dan fungsi kognitif. “Akhirnya hipokampus makin tidak terlatih, dan bisa membuat aktivitas jejaring otak berkurang,” imbuhnya.

Depresi juga mengganggu kehidupan sosial. Perasaan tak berdaya membuat orang tua cenderung lebih menarik diri lalu menghindari aktivitas sosial. Peran mereka yang sudah berkurang, ditambah dengan depresi yang membuat mereka menarik diri dari peran yang berpeluang masih ada. Akibatnya, mereka makin terisolasi; kesempatan untuk melatih kognitif pun makin berkurang.

Interaksi dengan keluarga pun menjadi interaksi yang dirasakan makin saling mengganggu. Keluhan psikosomatis membuat anak merasa bahwa orang tuanya berubah jadi manja, mengada-ada, dan mencari perhatian. “Kondisi demikian lantas menimbulkan sikap penolakan dari anak-anak dan pasangan,” terang dr. Suryo. Akhirnya hubungan pdengan keluarga merenggang, padahal mereka membutuhkan perhatian dari orang terdekat.

Orang tua dengan depresi juga lebih rentan mengalami berbagai penyakit karena imunitasnya cenderung makin turun. Dan bila sudah sakit, lebih sulit untuk bangkit karena kehilangan motivasi. Bila orang tua memiliki diabetes, penyakitnya lebih sulit terkontrol bila ia depresi.

Kita tak bisa menghentikan laju modernisasi. Relasi antara orang tua dengan anak berubah mengikuti perkembangan zaman. Namun bukan berarti kita tidak berbuat apa-apa untuk meminimalkan risiko depresi pada orang tua kita. Caranya? Baca di sini.

__________________________________________

Ilustrasi: People photo created by katemangostar - www.freepik.com