Dalam riset skala besar di Inggris peneliti membuktikan bila dexamethasone – obat radang yang biasa diresepkan dokter – terbukti mampu membantu pasien COVID-19 dengan infeksi berat.
Sebuah harapan baru muncul setelah peneliti dari University of Oxford, Inggris, memaparkan bila obat golongan steroid berharga murah dan sudah biasa diresepkan tersebut mampu mengurangi risiko kematian pada pasien yang menggunakan ventilator hingga sepertiganya. Pada pasien dengan bantuan oksigen, mengurangi kematian hingga seperlimanya.
Obat ini merupakan bagian dari percobaan terbesar di dunia bernama RECOVERY (Randomised Evaluation of COVID-19 Therapy), untuk menguji terapi yang ada apakah bekerja untuk virus SARS-CoV-2. Ini merupakan uji klinis yang menjadi ‘standar emas’ dalam penelitian medis.
Para peneliti memperkirakan seandainya dokter menggunakan obat ini untuk mengobati pasien COVID-19 sejak awal pandemi, sekitar 5000 kematian dapat dicegah.
Dalam kasus yang parah, virus secara langsung menyerang sel-sel yang melapisi saluran udara dan paru-paru. Tetapi infeksi tersebut juga dapat memicu reaksi kekebalan menjadi terlalu aktif (badai sitokin), yang sama berbahayanya. Tiga perempat pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit perlu mendapat terapi bantuan oksigen.
Hingga saat ini vaksin yang bisa melawan virus COVID-19 masih di tahap uji coba, remdesivir sebagai satu-satunya obat antivirus yang diketahui efektif hanya mempersingkat waktu pemulihan.
Dexamethasone (deksametason) mampu mengurangi peradangan yang disebabkan oleh sistem imun yang terlalu aktif, dan melindungi jaringan organ. Banyak obat steroid yang ampuh mengurangi peradangan dalam tubuh, dexamethasone adalah salah satu yang telah dicoba pada pasien COVID-19 yang mengalami badai sitokin.
“Dexamethasone adalah obat pertama yang menunjukkan peningkatan harapan hidup pasien COVID-19,” terang salah satu peneliti, Peter Horby, profesor penyakit infeksi di Universitas Oxford. “Manfaat untuk mempertahankan hidup sangat jelas dan tinggi pada pasien yang cukup sakit sehingga membutuhkan perawatan oksigen.”
Berdasarkan hasil studi tersebut, Prof. Horby menambahkan, dexamethasone saat ini seharusnya menjadi standar perawatan baru pada pasien COVID-19. Selain murah, juga sudah tersedia secara luas dan dapat segera digunakan.
Dalam studi yang dipimpin oleh Prof. Horby tersebut, sekitar 2.100 pasien COVID-19 dengan infeksi berat diberikan dexamethasone oral atau injeksi dosis rendah, sekali sehari. Sebagai pembanding, ada 4.300 pasien dengan perawatan standard COVID-19.
Riset ini dihentikan lebih cepat, karena peneliti melihat manfaat yang sangat jelas. Tetapi mereka mengatakan bahwa obat itu tidak membantu pasien COVID-19 yang tidak menerima terapi oksigen, alias pasien dengan infeksi ringan – sedang.
SARS dan MERS
Obat steroid (kotikosteroid) seperti dexamethasone juga digunakan selama wabah SARS dan MERS, yang juga disebabkan oleh virus corona. Tetapi obat-obatan itu memperlihatkan hasil yang buruk, sehingga banyak ahli yang ragu-ragu menggunakannya pada pandemi saat ini.
Sebelumnya, percobaan yang jauh lebih kecil pada pasien COVID-19 dengan gangguan pernapasan akut di Spanyol menemukan bila pengobatan menggunakan dexamethasone dapat mengurangi jumlah waktu pasien menggunakan ventilator dan mengurangi kematian.
"Obat ini secara efektif ini meredam respons peradangan pada pasien," kata Stuart Neil, seorang profesor virologi di King's College London. "Hampir pasti ini mempengaruhi respons tubuh terhadap virus, tetapi bukan menghambat virus itu sendiri." (jie)