Sebagaimana yang sudah diperkirakan pembelajaran tatap muka (PTM) berisiko menyebabkan penularan corona, baik dari guru ke murid (sebaliknya) atau ke sesama murid. Orangtua wajib memerhatikan gejala COVID-19 pada anak-anaknya agar tidak terjadi penularan, bahkan klaster PTM.
Sebelumnya kita dihebohkan dengan berita yang menyatakan terjadi 1.300 klaster sekolah setelah dilakukannya PTM terbatas, dengan 15 ribu anak terpapar corona.
Tak berapa lama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengklarifikasi bila bila jumlah tersebut adalah data anak yang terpapar corona 14 bulan terakhir sejak Juli 2020.
Dirjen PAUD Dikdasmen – Kemendikbud Ristek Jumeri mengatakan angka tersebut bukanlah data klaster COVID-19, melainkan data satuan pendidikan yang melaporkan adanya warga sekolah yang pernah tertular COVID-19.
Dalam jumpa pers, Jumat (24/9/2021), Ia menyebut ada kesalahan input data oleh sekolah, sekaligus data yang ada juga belum terverifikasi. Kasus tersebut terjadi ketika pembelajaran jarak jauh (PJJ), bukan saat PTM terbatas.
Jumeri menjelaskan saat ini kasus aktif untuk murid yang terpapar COVID-19 sebanyak 156 orang, sedangkan pendidik dan tenaga kependidikan ada 222.
Yang perlu dicatat, walau jumlahnya tidak sebanyak data awal, penularan pada anak selama mengikuti PTM tetap ada. Penting bagi orangtua untuk mengenali gejala COVID-19 paling umum pada anak-anak.
Lembaga Biologi Molekular Eijkman melakukan riset pada 1.973 pasien COVID-19 di Indonesia berusia <18 tahun dari Maret – November 2020. Data diambil dari 190 rumah sakit dan klinik di Banten, Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, NTT, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.
Untuk membandingkan karakteristik klinis menurut usia, pasien dibagi menjadi kelompok <1 tahun, 1-5 tahun, 6-10 tahun dan 11-18 tahun. Prof. dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK(K), dan tim mendapati bila 67,3% responden mengalami kasus tanpa gejala, dan hanya 32,7% kasus dengan gejala.
Pada mereka yang bergejala, gejala COVID-19 paling umum pada anak-anak adalah batuk (57,4%), kelelahan (39,7%) dan demam (36,8%). Riset ini telah dipublikasikan di Journal of Clinical Virology Plus.
Dalam studi tersebut dijelaskan meskipun sebagian besar anak-anak yang terinfeksi COVID-19 adalah tanpa gejala, atau dengan gejala ringan-sedang, anak-anak dengan kondisi tertentu (gangguan adrenal, kurang gizi, kekurangan hormon androgen, dll) diketahui berisiko mengalami gejala parah, bahkan kritis.
Dalam kesimpulannya peneliti menyarankan, “Anak-anak dengan gejala gangguan pernapasan terutama mereka yang memiliki riwayat kontak dengan penderita COVID-19 harus diskrining untuk kemungkinan infeksi corona, terlepas dari tingkat keparahan penyakitnya.”
Apa yang harus dilakukan orangtua?
Berdasarkan anjuran dari John Hopkins Medicine ada beberapa hal yang orangtua perlu lakukan sebagai pencegahan penularan:
- Jika anak sakit, sebaiknya tidak masuk sekolah dulu
- Pastikan sekolah menerapkan jaga jarak dan memiliki sirkulasi udara yang baik
- Ajarkan anak mencuci tangan selam 20 detik menggunakan sabun dan air mengalir, atau hand sanitizer.
- Ajarkan cara memakai masker yang benar
- Ingatkan anak untuk tidak menyentuh wajah
- Segera lakukan vaksinasi (jie)