Satu dari dua penderita diabetes mengalami komplikasi neuropati. Sayangnya sebagian besar datang dalam kondisi berat, sehingga kerusakan saraf tidak bisa dikembalikan seperti semula.
Data Internasional Diabetes Federation (IDF) 2021 menyatakan jumlah penderita diabetes di Indonesia terus naik dari 10,7 juta (2019) menjadi 19,5 juta (2021). Juga naik dari peringkat tujuh ke peringkat lima untuk jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia.
Ini dibarengi dengan fakta bahwa 50% penderita diabetes mengalami komplikasi neuropati (kerusakan saraf tepi).
Sekretaris Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Dr. dr. Wismandari, SpPD, K-EMD, menjelaskan komplikasi diabetes bisa menyerang pembuluh darah besar (di jantung, otak, pembuluh kaki) dan pembuluh darah kecil (sistem saraf, mata dan ginjal).
“Komplikasi di sistem saraf (neuropati) terjadi pada 31-73% pasien diabetes. Menyebabkan rasa kebas, kesemutan, mati rasa, hingga sakit saat berjalan,” katanya dalam peluncuran aplikasi Neurometer untuk mengukur risiko seseorang menderita neuropati, Rabu (9/11/2022).
Neuropati merupakan kerusakan saraf tepi (jalur saraf yang menjulur dari sumsum tulang belakang ke anggota gerak). Tingginya kadar gula darah akan mengeluarkan produk-produk yang bersifat racun bagi saraf. Selain itu juga akan mempengaruhi peredaran darah di sekitar saraf.
Kedua hal tersebut menyebabkan saraf mengalami kekurangan nutrisi, ditambah dengan keracunan metabolisme, sehingga lambat laun saraf rusak.
Nyeri neuropati diabetik kerap menimbulkan keluhan tidak hanya fisik, namun juga memengaruhi mood dan kualitas hidup penderita diabetes. Nyeri yang berlangsung kronik bahkan dapat menyebabkan timbulnya keluhan depresi.
Pada kesempatan yang sama Dr. dr. Rizaldy Taslim Pinzon, MKes, SpS, dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta menjelaskan, “Ada banyak penyebab neuropati, tetapi salah satu yang bisa dicegah adalah karena diabetes.”
Caranya dengan mengontrol gula darah dan mengonsumsi vitamin B. Vitamin B dikenal sebagai vitamin neurotropik atau sumber nutrisi bagi saraf.
Pada penderita diabetes kronis yang diterapi dengan metformin (obat antidiabetes) atau pasien diabetes stadium lanjut dengan komplikasi, kadar vitamin B12 menurun. Sehingga dibutuhkan asupan kombinasi vitamin neurotropik (vitamin B1, B6 dan B12).
Butuh vitamin B lebih banyak
Diet menjadi salah satu terapi bagi penderita diabetes. Tujuannya untuk menurunkan/menjaga kadar gula darah di kisaran normal.
Masalahnya, “kadang kala diet membuat penderita diabetes kurang vitamin B,” dr. Pinzon menjelaskan. “Pada hal defisiensi vitamin B secara mandiri bisa menyebabkan seseorang menderita neuropati. Dan, konsumsi metformin diketahui mengganggu penyerapan vitamin B12.”
Ini membuat penderita diabetes membutuhkan suplementasi vitamin B lebih banyak, dibanding orang normal. Berdasarkan studi klinis 2018 NENOIN, mengonsumsi satu tablet berisi vitamin B1 (100mg), B6 (100mg) dan B12 (5000mg) efektif mengurangi gejala neuropati.
Dalam riset yang dilakukan di Indonesia itu terbukti terjadi penurunan rasa sakit yang signifikan dimulai sejak 14 hari setelah terapi. Secara umum dalam 3 bulan rasa sakit berkurang hingga 64,7%, rasa terbakar berkurang 80,6%, kesemutan berkurang 61,3% dan baal/kebas berkurang 55,9%.
Vitamin neurotropik dosis tinggi diberikan untuk pengobatan mereka yang sudah menderita neuropati. Sementara sebagai pencegahan atau menghindari munculnya kembali gejala neuropati dipilih vitamin B dosis rendah.
Dikonsumsi satu tablet sehari, atau sesuai petunjuk dokter. Vitamin B adalah vitamin larut air. Sehingga konsumsi vitamin B yang berlebih akan segera dibuang tubuh lewat urin, tidak diolah di ginjal.
Aplikasi pengukur risiko neuropati
Saat ini telah hadir aplikasi pertama yang mampu mengukur risiko seseorang menderita neuropati, disebut NEUROMETER.
NEUROMETER berisi beberapa pertanyaan yang dapat menilai risiko seseorang terhadap neuropati. Aplikasi berbasis web ini bukan merupakan alat diagnosis mandiri dan tidak menggantikan diagnosis medis. Namun, hasil dari penilaian risiko ini dapat membantu untuk dapat berkonsultasi lebih lanjut ke dokter. (jie)
Baca juga: Ibu Hamil Rentan Neuropati