Bedakan Herpes Genital dengan Herpes Zoster | OTC Digest
herpes_genital

Bedakan Herpes Genital dengan Herpes Zoster

Menjelang pernikahan anak bungsunya, Ny. Juli (55 tahun) panik lantaran muncul luka seperti herpes di wajahnya. Ia takut dicap jelek oleh para tamu nanti; sudah tua kok kena herpes, apalagi suaminya sudah lama meninggal. Meski ia tidak pernah berbuat aneh-aneh, anggapan buruk tetap saja bisa muncul. Akhirnya ia memutuskan ke dokter, dan penjelasan dokter membuatnya bisa bernapas dengan lega: lukanya adalah akibat herpes zoster, bukan herpes.

Di masyarakat, herpes berkonotasi dengan penyakit kelamin. Karenanya, mereka yang terkena herpes sering kali merasa malu, bahkan malu untuk berobat. “Herpes berbeda dengan herpes zoster. Herpes zoster jangan disingkat jadi herpes saja; nanti konotasinya ke herpes genital,” ujar dr. Anthony Handoko, Sp.KK, FINSDV, Direktur Klinik Pramudia. Tak jarang pula herpes menimbulkan keretakan hubungan, bahkan perceraian, akibat rasa tidak percaya dang saling curiga.

Herpes zoster disebabkan oleh virus penyebab cacar Varicella zoster (VZV).  Mereka yang pernah kena cacar air bisa mengalami herpes zoster karena virus tersebut akan bersarang di akar ganglion saraf sensoris, dan suatu saat bisa aktif kembali dan muncul sebagai herpes zoster. Sedangkan herpes disebabkan oleh virus Herpes simplex (HSV).

Ada dua tipe HSV: HSV 1 dan HSV 2. “HSV tipe 1 umumnya menimbulkan herpes bibir dan sekitar mulut, dan tipe 2 menimbulkan herpes kelamin atau genital,” terang Dr. dr. Wresti Indriatmi, Sp.KK(K), M.Epid. Dengan kata lain, HSV tipe 1 biasanya muncul di area pinggang ke atas, dan tipe 2 pinggang ke bawah. “Namun dengan makin bervariasinya aktivitas seksual misalnya seks oral, bisa saja tipe 1 muncul di area genital dan sebaliknya,” imbuh spesialis kulit kelamin yang praktik di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Bisa pula terkena infeksi HSV 1 dan HSV 2 sekaligus.

Lesi (luka) herpes tampak seperti lenting-lenting, atau gelembung berisi cairan. Bisa pula seperti kulit yang melepuh. Namun, ada 60% herpes yang atipikal adau gejalanya tidak khas, sehingga kadang tidak dikenali. “Kadang bentuknya hanya seperti bercak merah saja, tapi hilang timbul,” ucap Dr. dr. Wresti.

Bila gejala klinis dan jalur penularannya jelas, herpes mudah dikenali oleh dokter. Namun kadang tidak cukup hanya dari gejala klinis. Kadang dibutuhkan pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosis. Yang diperiksa yakni IgG dan IgM HSV 1 dan HSV 2. IgM menunjukkan infeksi baru.akut, sedangkan IgG menunjukkan infeksi yang sudah lama.

HSV menular melalui ciuman, hubungan seks kelamin-kelamin, seks oral. HSV 1 juga bisa menular dari percikan ludah penderita/pembawa virus (carrier) lalu mengenai selaput lendir mulut. Penderita herpes sebaiknya berhati-hati saat mencium anak-anak. Sebuah penelitian di Inggris menemukan HSV 1 pada tubuh anak-anak sekolah. Diduga, mereka mendapat virus tersebut saat orang dewasa penderita herpes mencium mereka.

Namun jangan khawatir menggunakan peralatan bersama penderita. Dr. dr. Wresti menegaskan, herpes hanya ditularkan melalui kontak langsung virus dengan mukosa (selaput lendir) bibir atau alat kelamin, “Tidak bisa lewat toilet duduk atau dengan memakai celana dalam penderita.”

Hubungan seks (kelamin maupun oral) dengan penderita herpes merupakan faktor risiko penularan penyakit ini. Namun bukan berarti mereka yang tertular herpes berarti nakal atau suka bergonta-ganti pasangan. Meski memang, makin banyak pasangan seksual, makin tinggi risiko tertular herpes genital.

 

Horornya infeksi pertama

Infeksi yang pertama kali terjadi disebut infeksi primer. Bisa timbul lesi inisial; pada herpes genital, keluhan biasanya berat. “Sangat nyeri. Tidak jarang, pasien perempuan sampai sulit berjalan karena sakit sekali di area kelamin. Apalagi kalau sedang mens,” ujar Dr. dr. Wresti.

Sangat mengkhawatirkan bila infeksi herpes pertama kali terjadi saat ibu hamil. “Saat pertama kali masuk, HSV akan beredar dalam darah dan bisa masuk ke plasenta. Ini bisa membahayakan janin,” lanjutnya. Namun bila ibu sudah memiliki herpes sebelumnya, virus tidak membahayakan janin karena ia bersembunyi di saraf, tidak lagi beredar di darah.

Yang perlu dikhawatirkan adalah saat persalinan. Meski herpes tidak kambuh menjelang persalinan, mungkin tetap ada virus yang dilepaskan di area jalan lahir sehingga bayi bisa tertular saat lahir. “Kalau sudah tahu punya herpes, beri tahu dokter kandungan, sehingga dokter bisa mengantisipasi dan merancang persalinan dengan section caesarean,” jelas Dr. dr. Wresti.

 

Penyakit kambuhan

Sekali masuk ke tubuh, virus herpes tidak akan pernah pergi. Karenanya, penyakit bisa sering kambuh. “Herpes sering kambuh dalam satu dua tahun pertama,” ujar Dr. dr. Wresti. Ini disebut herpes rekurens (kambuhan). Herpes tipe 2 lebih sering kambuh daripada yang tipe 1.

Pemicu kekambuhan antara lain stres (psikis maupun fisik), kecapekan, dan penurunan daya tahan tubuh misalnya saat kecapekan. Gejala kambuhan biasanya lebih ringan daripada infeksi primer.

Saat tidak kambuh, virus berdiam diri dan bersemunyi di saraf. Ini disebut asimtomatik (tidak ada gejala). Meski tidak ada gejala, bukan berarti aman; penderita tetap bisa menularkan virus kepada pasangannya melalui aktivitas seksual.

Lantas, bagaimana berhubungan seksual yang aman bila pasangan memiliki herpes genital? Dan bila virus herpes tidak pernah bisa pergi, apakah berarti penyakit ini tidak ada obatnya? Simak artikel selanjutnya.

____________________________________________

Ilustrasi: People photo created by yanalya - www.freepik.com