Batuk Darah Belum Tentu TB, mungkin Hipertensi Paru
batuk_berdarah_hipertensi_paru

Batuk Berdarah Belum Tentu TB, mungkin Hipertensi Paru

Keluhan batuk-batuk, lemas, hingga batuk berdarah, sering kali dikira dua hal: TB (tuberkulosis) atau kena pengaruh ilmu hitam. Padahal, bisa jadi itu adalah gejala dari hipertensi paru. Sebelum mengulik lebih jauh soal hipertensi paru, ada baiknya kita mengingat anatomi jantung terlebih dulu.

Secara umum, jantung memiliki sisi kiri dan sisi kanan. Sisi jantung sebelah kiri berfungsi memompa darah yang kaya akan oksigen (O2) ke seluruh tubuh. Setelah oksigen terpakai oleh organ-organ tubuh, darah yang mengandung karbondioksida (CO2) masuk kembali ke jantung, tepatnya ke sisi kanan. “Nah, jantung (sisi) kanan akan memompa darah ke paru-paru, agar karbondioksida ditukar dengan oksigen,” jelas Wakil Ketua Hipertensi Paru Indonesia (INA-PH), dr. Hary Sakti Muliawan, Ph.D., Sp.JP, Subsp.P.R.Kv(K).

Ia melanjutkan, hipertensi paru terjadi ketika pembuluh darah di sekitar paru mengalami gangguan. “Ini membuat tekanan darah di pembuluh darah tersebut menjadi tinggi, yang mengakibatkan jantung membengkak,” terangnya, dalam diskusi media untuk Bulan Kesadaran Hipertensi Paru 2025 bersama MSD Indonesia dan Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI) di Jakarta, Kamis (27/11/2025).

dr. Hary Sakti Muliawan, Ph.D., Sp.JP, Subsp.P.R.Kv(K) / Foto: R&R Public Relations

Gangguan bisa terjadi pada pemuluh darah yang mengalirkan darah dari jantung kanan ke paru (arteri pulmonalis), pemubluh darah kapiler di dalam paru, atau pembuluh darah yang keluar dari paru. namun, semuanya menyebabkan gangguan di sisi kanan jantung.

Seperti apa gangguan yang terjadi pada pembuluh darah paru? “Biasanya pembuluh darah menyempit dan menebal. Bahkan kadang dinding pembuluh darah sangat tebal sampai menutup, sehingga darah tidak terpompa dengan baik. Akibatnya, beberapa pasien jarinya biru karena kekurangan oksigen,” papar dr. Hary. Adapun pembengkakan jantung kanan terjadi karena ia bekerja keras untuk berusaha memompa darah.

Batuk Berdarah dan Hipertensi Paru

Hipertensi paru sering kali ditemukan terlambat, sehingga kondisi penyakit sudah berat. “Gejalanya sering menyerupai penyakit umum seperti asma atau gangguan jantung, sehingga banyak pasien menunggu bertahun-tahun sebelum mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat,” tutur dr. Hary.

Gejala awal hipertensi paru antara lain sesak napas yang semakin berat saat beraktivitas ringan, dan cepat merasa lelah meski tidak beraktivitas berat. “Sesak saat beraktivitas ringan saja, misalnya naik satu lantai atu satu anak tangga, itu harus harus diperhatikan” tegasnya. Ada juga yang mengalami keluhan nyeri dada ketika beraktivitas. Ada juga yang pusing, bahkan sampai pingsan.

Gejala lain yaitu batuk berdarah. Tak jarang, gejala ini salah didiagnosis sebagai TB. Batuk berdarah bisa terjadi akibat tekanan yang tinggi pada artri pulmonalis, sehingga pembuluh darah tersebut rusak. Akibatnya, terjadilah perdarahan yang muncul saat batuk.

Bengkak pada tubuh juga harus diwaspadai. “Bengkak menandakan bahwa jantung sudah tidak bisa memompa lagi. Ini adalah tahap yang sudah mengkhawatirkan,” tegas dr. Hary.

Apa dampaknya jika hipertensi paru terlambat diobati? “Gejalanya memburuk, karena saturasi oksigen turun terus. Ada yang sampai biru, napasnya berat sekali, tensi sangat rendah, sampai pingsan. Denyut jantung pun jadi tidak teratur atau aritmia,” imbuhnya.

Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, mutlak diperlukan oleh penyandang hipertensi paru. “Angka kesintasan (survival) setelah tujuh tahun bila tidak ditangani dengan baik, tidak sampai 50%. Jadi setelah tujuh tahun, kemungkinannya 50:50 apakah penyandang masih hidup atau tidak,” ujar dr. Hary.

Namun sayangnya, di berbagai negara, termasuk Indonesia, diagnosis hipertensi paru kerap terlambat. Sering dikira penyakit lain karena gejalanya yang mirip dengan gangguan paru seperti asma (sesak), dan TB (batuk berdarah). Perlu waktu cukup lama hingga dokter akhirnya menyadari bahwa masalahnya adalah hipertensi paru. Jepang termasuk yang cepat, yaitu 9,9 bulan.

Siapa saja yang lebih brisiko mengalami hipertensi paru, dan bagaimana pengobatannya? Nantikan di artikel selanjutnya. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Image by krakenimages.com on Freepik