Menteri BUMN Erick Thohir mengumumkan Ivermectin telah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai obat terapi COVID-19. Ivermectin sejatinya adalah obat antiparasit yang juga dipakai sebagai obat cacing.
Dalam konferensi pers virtual, Senin (21/6/2021) lalu, Erick Thohir mengatakan, “Ivermectin obat antiparasit sudah mendapat izin BPOM hari ini. Kami terus melakukan komunikasi intensif kepada Kementerian Kesehatan bagaimana sesuai rekomendasi BPOM dan juga Kementerian Kesehatan. Obat Ivermectin ini harus dapat izin dokter dalam kegunaan keseharian.”
Ia juga menjelaskan bila Ivermectin sudah mulai diproduksi oleh PT Indofarma Tbk., dan rencananya dengan kapastitas 4 juta obat per bulan. Erick berharap obat ini bisa menjadi bagian dari solusi untuk menekan lonjakan kasus COVID-19.
Ivermectin dijual dengan harga yang cukup murah, sekitar Rp 5.000 – Rp 7.000 per tabletnya. Erick menambahkan bila Ivermectin merupakan salah satu obat bagian dari terapi COVID-19, bukan satu-satunya obat COVID-19.
Selain Ivermectin, Kementerian BUMN melalui Indofarma juga tengah mengurus perizinan untuk dapat memproduksi beberapa obat-obatan yang digunakan dalam terapi penyembuhan pasien COVID-19. Macam-macam obat yang tengah diproses perizinan produksinya adalah Oseltamaivir, Fapiviravir dan Remdesivir.
Obat cacing vs virus corona
Ivermectin sebenarnya bukan obat baru (telah digunakan sejak 1980-an), untuk mengobati dan mencegah penyakit yang berkaitan dengan parasit pada tubuh manusia, hewan peliharaan atau ternak.
Di Australia, Ivermectin biasanya digunakan dalam bentuk krim dan losion untuk membasmi kutu rambut. Obat ini juga diberikan dalam bentuk sebagai tablet untuk mengobati infeksi cacing gelang.
Termasuk sebagai obat keras yang hanya boleh dikonsumsi berdasarkan resep dokter. Penggunaan tanpa indikasi dalam jangka panjang bisa menyebabkan efek samping seperti nyeri otot/sendi, ruam kulit, muntah, tubuh gemetar, pusing, diare atau sindrom Stevens-Johnson.
Lantas bagaimana cara kerjanya melawan SARS-CoV-2? Riset di Australia menemukan bila Ivermectin berpotensi sebagai antivirus. Data laboratorium dari peneliti di Monash University dan Doherty Institute menunjukkan bahwa Ivermectin mampu menghentikan replikasi SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19.
Ivermectin juga berhasil menghentikan berlipatgandanya virus lain (seperti HIV, dengue, influenza, dan Zika), setidaknya di dalam laboratorium.
Para peneliti menemukan bahwa efek Ivermectin pada SARS-CoV-2 terlihat setelah paparan tunggal terhadap obat tersebut. Berlipatgandanya virus tersebut terhenti dalam kurun 24 - 48 jam.
Masih belum jelas bagaimana Ivermectin bekerja. Namun menurut Andrew McLachlan, dekan fakultas farmasi di University of Sydney, Australia, obat ini tampak berhasil menghentikan proses yang membuat protein dapat berpindah di dalam virus tersebut.
Protein tersebut biasanya akan melemahkan respons kekebalan tubuh terhadap virus, yang mengakibatkan virus dapat berlipat ganda dan menyebabkan infeksi. (jie)