Inflammatory Bowel Disease (IBD) membutuhkan terapi jangka panjang. Di samping terapi farmakologi, juga diperlukan asuhan gizi untuk IBD, untuk mendukung remisi.
IBD atau penyakit radang usus merupakan penyakit kronis. “Saat kambuh, rasa nyeri yang ditiumbulkannya benar-benar sulit ditolerir, sehingga sangat mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup,” ungkap dietisien senior Triyani Kresnawan, DCN, MKes, RD, FISQua. IBD tidak bisa sembuh, tapi bisa dikontrol dengan pengobatan yang tepat, sehingga penyakit berada dalam fase remisi.
Penyakit ini terbagi menjadi dua, yaitu penyakit Crohn dan kolitis ulseratif (KU), tergantung letak peradangannya. “Peradangan pada penyakit Crohn lebih luas. Bisa terjadi di sepanjang saluran cerna yaitu dari mulut sampai anus, tapi lebih sering di usus halus dan usus besar. Sedangkan pada KU, peradangan terbatas di kolon bagian bawah hingga rektum,” papar Triyani.
Pada penyakit Crohn bisa terjadi abses, fistula, fibrosis, penyempitan pada segmen usus, hingga obstruksi atau penyumbatan pada usus. Gejalanya antara lain nyeri perut, diare, penurunan berat badan, darah pada feses, anemia, dan kelelahan. Adapun gejala KU utamanya diare terus menerus, disertai darah atau nanah pada feses.
IBD berkaitan dengan berbagai faktor risiko. Antara lain stres, keturunan, autoimun, rokok, infeksi, obat-obatan tertentu seperti antibiotik, dan obat antiradang non-steroid. Pola makan tertentu juga ditengarai bisa memicu IBD. Misalnya pola makan tinggi karbohidrat olahan, minim serat, dan tingi lemak jenuh. “Sebaliknya, asupan serat tinggi dikaitkan dengan penurunan risiko IBD,” ujar Triyani, dalam webinar kesehatan untuk dietisien bertajuk Terapi Gizi untuk Gangguan Pencernaan, Sabtu (22/7/2023).
Asuhan Gizi untuk IBD
Penderita IBD kerap mengalami malnutrisi. “Kebutuhan zat gizi meningkat karena ada peradangan, kadang disertai infeksi, dan pembedahan. Sementara itu asupan sering kali menurun akibat mual, nyeri perut, dan rasa takut akan muncul gangguan setelah makan,” tutur Triyani. Belum lagi kehilangan zat gizi yang terjadi akibat malabsorpsi, diare, muntah, dan berkurangnya daya serap karena operasi pemotongan usus. Obat-obatan seperti kortikosteroid serta interaksi antara obat dengan zat gizi tertentu, juga bisa memicu malnutrisi.
Sebelum asuhan gizi untuk IBD dilakukan, tentu harus dilakukan asesmen atau penilaian. Ini meliputi pemeriksaan antropometri, fisik/klinis, biokimia, riwayat gizi, serta riwayat personal seperti riwayat penyakit keluarga hingga kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan agama/kepercayaan. “Asupan gizi untuk IBD bersifat individual,” tegas Triyani.
Saat IBD kambuh, asupan nutrisi disesuaikan dengan kondisi pasien. “Disarankan makanan yang lembut dan lunak, dengan diet rendah sisa, rendah serat dan rendah atau tanpa laktosa. Buah harus dikupas, dan sayuran direbus,” papar Triyani. Diet menghindari FODMAP (Fermentable Oligosakarida, Disakarida, Monosakarida, serta Poliol) ditengarai bisa meringankan gejala saat IBD kambuh.
Bila IBD sudah remisi, konsumsi serat diperbolehkan, dan ditingkatkan bertahap. Juga disarankan tinggi asam lemak rantai pendek. Bagi yang mengalami intoleransi laktosa, maka perlu menghindari laktosa. “Pada dasarnya, tidak ada diet khusus untuk IBD. Tetap sesuai dengan pedoman gizi seimbang, yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing,” ujar Triyani. Perlu diperhatikan kecukupan protein, serta vitamin dan mineral seperti zat besi, kalsium, selenium, folat, zinc, magnesium, vitamin A, B12, D, E.
Asupan cairan juga haris tercukupi, sekitar 8 gelas/hari. Bentuk makanan disesuaikan dengan kondisi tiap orang, apakah perlu yang lunak atau biasa. “Perhatikan juga jadwalnya. Disarankan dalam porsi kecil tapi sering, bisa sampai enam kali makan. Untuk minum sebaiknya menghindari sedotan karena bisa ada udara yang ikut masuk sehingga timbul kembung,” imbuh Triyani.
Peranan Probiotik
Terdapat hubungan yang kompleks antara kondisi tubuh dengan mikrobiota usus. “Mikrobiota usus berperan penting dalam metabolisme, pencernaan, imunitas, dan lain-lain,” ujar Ni Putu Desy Aryantini, S.KM., M.AFH., Ph.D, peneliti dari PT Yakult Indonesia Persada.
Mikrobiota usus disebut seimbang bila populasi bakteri bermanfaat lebih banyak daripada yang bersifat patogen. Kesehatan akan terganggu bila terjadi disbiosis atau bakteri patogen mendominasi. IBD dikaitkan dengan disbiosis. Salah satu cara untuk mengembalikan dan menjaga keseimbangan mikrobiota usus adalah dengan konsumsi rutin probiotik.
“Pada dasarnya, probiotik bekerja dengan mengkolonisasi permukaan saluran cerna, dan berkompetisi dengan bakteri merugikan,” terang Desy. Dengan kolonisasi bakteri yang sehat, integritas dan barrier usus pun menjadi kuat. Selain itu, bakteri bermanfaat juga menghasilkan asam lemak rantai pendek atau SCFA (short chain fatty acid) yang menutrisi sel-sel epitel usus, dan baik untuk IBD.
Sebuah ulasan sistematik oleh Gabriela Lopez, dkk (2021) terhadap 13 uji klinis acak menemukan manfaat probiotik untuk IBD. “Konsumsi probiotik terutama dalam kurun waktu lama bisa membantu memberikan efek perbaikan dalam mengurangi gejala peradangan di usus, serta mengurangi sitokin pemicu peradangan,” jelas Desy.
Link Sertifikat Webinar Ahli Gizi 22 Juli 2023
Penelitian oleh Keiichi Mitsuyama menemukan hal serupa. Dalam studi ini, sebanyak 10 pasien mendapat terapi tambahan berupa susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain selama 8 minggu, di samping terapi konvensional. Hasilnya dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu 9 pasien yang hanya mendapat terapi konvensional. “Ternyata, mereka yang mendapat L. casei Shirota strain menunjukkan indeks skor aktivitas klinis yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelum konsumsi dan kelompok kontrol,” ujar Desy.
Asuhan gizi untuk IBD bersifat individual, tapi pakem-pakemnya bisa bersifat umum. Misalnya makan dalam porsi kecil tapi sering. Probiotik bisa menjadi bagian dari pola makan sehat untuk pasien IBD. Agar manfaatnya terasa, probiotik perlu dikonsumsi secara rutin dan kontinyu. (nid)
__________________________________
Ilustrasi: tonodiaz on Freepik