Orang dengan penyakit autoimun, termasuk Lupus berisiko lebih tinggi mengalami perburukan penyakit bila terinfeksi virus corona, sehingga mutlak perlu vaksinasi COVID-19. Tetapi ahli menyatakan bila antibodi yang terbentuk rendah, sehingga perlu suntikan booster dosis ketiga.
Penderita penyakit autoimun memiliki kondisi di mana sistem imunnya terlalu aktif, sehingga menyerang organ tubuh sendiri, menyebabkan kerusakan organ. Penyakit autoimun reumatik, seperti lupus eritematosus sistemik (LES), rheumatoid arthritis (RA) dan skelrosis sistemik (scleroderma) adalah di antaranya.
Dr. dr. Cesarius Singgih Wahono, SpPD-KR, dari Perhimpunan Reumatologi Indonesia (IRA) menjelaskan agar dapat mempertahankan kualitas hidup yang baik, penting bagi penderita lupus untuk disiplin dengan perawatan yang dijalani.
“Perawatan lupus yang bersifat jangka panjang bertujuan untuk menekan sistem imun (imunosupresan) yang terlalu aktif, menginduksi remisi (menciptakan kondisi stabil) dan mencegah kerusakan organ permanen,” terangnya kepada media dalam seminar virtual, Selasa (14/12/2021).
Pemberian obat imunosupresan ini membuat untuk penderita Lupus rentan dirawat di rumah sakit bila terpapar COVID-19. Prof. Dr. dr. Harry Isbagio, SpPD-KR, KGer, memaparkan berdasarkan riset di Denmark pada 58 ribu orang terdapat peningkatan perawatan di rumah sakit pada pasien autoimun reumatik.
“Peningkatannya hingga 1,46% dibandingkan populasi normal. Riset multisenter di Spanyol menyatakan risiko pasien lupus yang kena COVID-19 menjadi berat lebih besar. Angka kematiannya lebih tinggi 11,5%.
“Faktor yang menyebabkan mereka dirawat inap antara lain usia tua, memiliki komorbid (penyakit paru kronis, hipertensi, dll), menggunakan obat imunosupresan dan kortikosteroid dosis tinggi,” urai Prof. Harry.
Sehingga sangat rasional untuk memberikan vaksin COVID-19 untuk pasien autoimun reumatik. Penelitian menyatakan semua vaksin COVID-19 yang beredar saat ini bisa dipakai.
“Kalau sudah kena COVID-19 penanganannya susah. Karena bila (lupusnya) belum stabil obatnya dihentikan, maka penyakitnya kambuh. Tetapi kalau tidak dihentikan COVID-nya mengganas. Maka lebih baik mencegah,” tegas Prof. Harry.
Sebagai informasi, vaksinasi COVID-19 tidak menyebabkan kekambuhan penyakit lupus, atau menimbulkan efek samping berat.
Baca: Vaksinasi COVID-19 Berisiko Kecil Picu Kekambuhan Penderita Lupus
Perlu booster vaksinasi ke tiga
Walau vaksinasi sangat disarankan untuk penderita lupus dan penyakit autoimun lainnya, data menunjukkan imunogenitas vaksin COVID-19 (kemampuannya memicu antibodi khusus SARS-CoV-2) lebih redah daripada populasi umum, dikarenakan penggunaan obat imunosupresan.
Kondisi tersebut membuat penderita lupus membutuhkan booster vaksin COVID-19 dosis ketiga. Dalam penelitian menggunakan vaksin Coronavac, imbuh Prof. Harry, terbentuknya antibodi terhadap COVID-19 lebih rendah dari populasi umum dan lebih pendek, ditengarai tidak sampai 3 bulan sudah habis di dalam darah.
“Dan ada kemungkinan tidak terbentuk sempurna. Jadi kalau memang ada booster (vaksinasi dosis ketiga) harus diberikan, dengan harapan ada peningkatan antibodi dan menjadi lebih panjang,” tegas Prof. Harry.
Vaksinasi COVID-19 untuk penderita lupus atau autoimun reumatik lainnya boleh diberikan bila penyakitnya tidak sedang aktif (kambuh), atau mengenai organ-organ vital seperti paru-paru atau ginjal dalam keadaan berat.
Sebaliknya bila penyakitnya sedang aktif, masih dalah pengobatan imunosupresan dan kortikosteroid, vaksinasi COVID-19 dinilai kurang bermanfaat. (jie)