kematian anak akibat gagal ginjal akut tertinggi

Anak Meninggal Karena Gagal Ginjal Akut Bertambah Menjadi 118

Anak meninggal karena gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) bertambah menjadi 118 orang. Angka ini dirilis Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Minggu 23 Oktober 2022. Angka itu membuat Indonesia menjadi negara dengan jumlah meninggal terbanyak dibanding 2 negara lain; Gambia (50 kematian, data lain 70 kematian), Nigeria (28 kematian anak). 

Menurut Meko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, perlu ada pelacakan terhadap obat sirup yang diduga menjadi penyebabnya. Kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak balita, diduga karena cemaran zat etilen glikol (EG) dan deitilen glikol (DG) pada obat sirup. 

"Perlu dilacak, mulai dari negara mana asal bahan baku, cara masuknya ke Indonesia sampai proses produksi obat dalam sediaan sirup yang mengandung zat berbahaya itu," papar Menko Muhadjir dalam rilis resminya. 

Selain mencatat korban dengan jumlah terbanyak, secara persentase juga tinggi, yaitu di atas 55% dari jumlah kasus; 133 anak meninggal dari 241 jumlah kasus. Dengan data baru 118 anak meninggal, bisa jadi persentase kematian lebih besar. 

Obat sirup yang diduga kuat menjadi penyebab kematian anak-anak, sebenarnya bukan obat baru. Sebelumnya obat itu aman-aman saja, namun sejak 2 bulan terakhir menyebabkan gagal ginjal akut progresif atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, kasus tersebar di 22 provinsi. 

Selain ditemukan adanya zat yang melebihi ambang batas aman dalam obat sirup, diduga ada penggantian bahan baku. Misalnya, bahan baku yang biasanya diimpor dari negara tertentu, diubah dengan bahan baku dari negara lain. Bisa karena pasokan bahan baku tersendat, atau ada yang menawari bahan baku sejenis dengan harga lebih murah. Harga berbeda, mutu dan faktor keamanan bahan baku juga berbeda. 

Dugaan tindak pidana

Bagi Menko PMK Muhadjir Effendy, kematian sampai 118 anak merupakan masalah serius. Kasus gagal ginjal akut, katanya, “Mengancam upaya pembangunan SDM, khususnya perlindungan terhadap anak.” Ia meminta Polri turun tangan, “Untuk segera mengusut kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak.”

Pengusutan pihak Polri dinilai perlu dilakukan untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana di balik kasus kematian anak-anak akibat GGAPA. Dugaan sementara, gagal ginjal akut misterius pada anak karena adanya kandungan EG dan DEG yang melebihi ambang batas normal.

Menurut Muhadjir, ia mendapat informasi zat EG dan DG diimpor dari negara tertentu. Ia meminta, Polri melacak asal muasal bahan baku tersebut. "Perlu dilacak mulai dari negara mana asal bahan baku, cara masuknya ke Indonesia sampai proses produksi obat yang mengandung zat berbahaya itu," ujarnya, usai rapat koordinasi dengan Kemenkes, Kemendag, Kemenperin dan BPPOM secara virtual, Jumat yang lalu. 

Di luar kewenangan BPOM

Menurut Kepala BPOM Penny Lukito, kadar cemaran pada produk jadi tidak masuk ranah BPOM untuk mengawasi. Ketentuan itu sudah sesuai dengan standar pengawasan farmasi internasional. 
Industri farmasi, menurut Penny, ”Seharusnya bisa melakukan sendiri, menganalisa dan meningkatkan kualitas kontrol, sebagai bentuk tanggung jawab atas diberikannya hak edar. Selama ini pengawasan terhadap kadar pencemar pada produk jadi, tidak menjadi ketentuan standar pengawasan dan standar dalam pembuatan obat.” 

Banyaknya kasus kematian anak, “BPOM akan meningkatkan kualitas kontrol dan akan melakukan pengawasan di post market dengan berbasis risiko," jelas Penny. (sur)

Baca juga: 5 dari 26 Obat Sirup Ditarik dari Peredaran karena Melebihi Ambang Batas Aman Etilen Glikol