“Anak melihat dan meniru apa yang kita lakukan,” ujar Sophie Navita. Presenter dan aktris yang juga dikenal lewat gerakan #IndonesiaMakanSayur ini, berbagi cerita tentang pola asuh, dalam bincang-bincang seputar obesitas anak dan pentingnya bergerak, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Untuk mengajak kedua putranya makan sayur, ia membuat sendiri masakannya lalu makan di depan anak-anak sehingga mereka ikut makan. “Anak harus paham, tidak semua di dunia ini adalah permen.”
Tidak selalu makanan yang dibuatnya enak. Kadang gosong karena ia kurang fokus saat memasak. Ia akan mengatakan apa adanya, bila masakannya gagal atau kurang enak. Ini bisa menjadi pembelajaran bahwa orangtuanya juga bisa gagal. “Saya bilang, tuh, mama nggak fokus. Masak sambil whatsapp-an, gosong deh’.tutur Sophie, Duta ASI (air susu ibu) dari Yayasan Sentra Laktasi Indonesia 2005.
Indonesia makan sayur berawal dari ajakan yang dilakukan Sophie, melalui akun sosial medianya. “Bukan untuk membuat bangsa ini menjadi vegan atau vegetarian. Tapi mengingatkan untuk kembali ke alam dan memperbanyak konsumsi makanan berbasis nabati,” ia memaparkan gerakan yang dimulai sekitar tiga tahun lalu. Kata ‘sayur’ dipilih agar menarik, ketimbang kalimat ‘makanan berbasis nabati’.
Bukan berarti setiap hari harus makan sayur kangkung, bayam, pokcoy. Ada beragam makanan lokal lain seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Ragam sumber pangan Indonesia begitu kaya. Gerakan ini juga menyerukan untuk kembali membeli langsung dari petani, atau pasar tradisional, untuk ikut mendukung perekonomian kaum petani dan negara.
Olahraga, wajib
Sejak bermukim di Bali, Sophie dan keluarganya bisa melakukan banyak kegiatan di luar ruangan. “Sejak pindah, Jumat siang sampai hari Minggu adalah waktu untuk ke luar. Harus,” tegas kelahiran Singapura, 10 November 1975. Entah itu hiking ke gunung, les surfing atau sekadar main layangan di pantai.
Lagi-lagi, Sophie berupaya memberi contoh, “Saya ganti baju untuk aktivitas di luar: celana pendek, kaos, lalu mengajak mereka main ke luar.” Ada kalanya anak mau, kadang mager (malas gerak). Apalagi, si sulung Rangga sudah usia ABG, dan kadang asyik dengan gawainya. Si bungsu, Radya (9 tahun) lebih mudah diajak.
Harus pintar cari trik. “Saya ajak pergi, tapi tidak saya kasih tahu ke mana,” ucapnya. Ia minta kedua putranya memperhatikan jalan dan menebak sendiri ke mana mereka akan pergi. Begitu mereka mulai menebak, ia berganti arah sehingga anak kembali bertanya-tanya. Sepanjang perjalanan, dibiarkan anak main tebak-tebakan “Saya buat mereka penasaran terus.”
Ayahnya anak-anak (Pongki Barata) yang tidak hobi olahraga, kadang menjadi kendala. ”Pongki lebih senang main gitar. Aku paksa suami olahraga, karena anak akan meniru,” katanya. Beruntung, suami senang bersepeda. Sayangnya,di Indonesia termasuk di Bali, jalur sepeda belum tertata baik. Kurang aman mengajak anak-anak bersepeda di jalan. Tak kurang akal, ia membelikan suami sepatu untuk kegiatan outdoor, sehingga tidak alasan untuk tidak ikut olahraga.
Sophie sendiri senang yoga. Sejak tinggal di Bali, ia naik motor sebentar lalu jogging di pantai. Kadang jogging di sekitar rumah, “Yang penting bergerak minimal 15 menit.” Lalu, sepanjang hari ia bergerak: memasak, mencuci, mengurus anak, belanja. Semua dilakukan sendiri tanpa asisten rumah tangga.
Jangan takut kotor
Teman-teman menjulukinya ‘Miss Cuci Tangan’, lantaran dia hobi cuci tangan. Untuk urusan higienitas, Sophie memang bawel. Sebagai ibu, ia khawatir saat anak bermain kotor-kotoran. Usai anak bermain tanah, ia berpikir untuk menyuruh mandi hingga bersih dan mengguting kuku.
Ternyata, kekhawatiran yang berlebihan berdampak kurang baik bagi anak. Ia perhatikan, putra sulungnya waktu berumur 5 tahun agak takut saat bermain di luar. Suami mengingatkan untuk tidak terlalu khawatir. “Saya belajar menerima bahwa anak akan baik-baik saja. Toh saya sudah membekali dengan asupan gizi yang sehat dan pola tidur yang baik,” katanya.
Sophie menyadari, anak sakit karena main hingga kotor akan melatih sistem imun anak. Orangtua jangan terbiasa menanamkan rasa takut kepada anak. Ketimbang melarang dan berkata “Jangan”, lebih baik ingatkan anak untuk cuci tangan usai bermain.
Hati gembira adalah obat
Sophie belum lama ini meluncurkan Hati yang Gembira Adalah Obat. Ini buku pertamanya dalam bentuk fisik. Sejak tiga tahun lalu, ia sudah menulis 5 buku dalam bentuk e-book. Dalam buku ini, Sophie mengungkapkan, “percuma” kita makan sehat dan rutin olahraga bila stres,”Semuanya harus holistik.”
Kuncinya ada pada hati yang gembira. Gembira dari dalam, bukan gembira karena mendapat hadiah atau hal lain. “Perempuan lebih sulit karena sekarang dituntut untuk multitasking; tingkat stresnya tinggi.”
Ia catat semua pengalamannya dan diharapkan bisa menginspirasi orang lain. Bagaimana memproduksi kebahagiaan dari dalam diri sendiri? “Pertama, kenali diri dan apa fungsimu di bumi ini.” Fungsi bukan pekerjaan, melainkan peran penting kita sebagai manusia.
Cara lain yakni memaafkan, lalu bersyukur, berserah dan berbagi. Bila apa yang kita terima dari Tuhan tidak kita bagikan, berkat itu tidak berputar. “Padahal, dunia berputar. Terima (menerima) kasih (memberi),” ucapnya.
Pengobatan secara alami dan holistik menjadi minatnya sejak lama, di samping public speaking. Sophie tengah belajar nutritional medicine dan naturopati di Endeavour College of Natural Health di Melbourne, Ausralia. Ia ingin berbagi tentang asupan nutrisi sejak ibu hamil, sehingga bisa mempersiapkan manusia baru yang unggul. (nid)