Nia Dinata Yoga Sehatkan Jiwa dan Raga
Nia Dinata

Nia Dinata Yoga Sehatkan Jiwa dan Raga

“Sumber vitaminku dari jeruk, buah naga, semangka, lemon. Kalau lagi butuh vitamin C, ya peras saja lemon,” ucap Nia Dinata, sutradara yang namanya melejit lewat film Janji Joni. Sudah lebih dari 10 tahun Teh Nia, begitu ia akrab disapa, tidak minum suplemen vitamin. Ia memilih gaya hidup alami untuk menjaga kesehatan diri dan keluarga.

Dulu, Nia dulu terbiasa dengan obat; pusing sedikit langsung minum obat. “Kalau sekarang, aku nikmati saja rasa sakitnya,” ujar ibu dua anak ini. Ia lalu berlatih pernafasan, dan menggunakan aromaterapi misalnya lavender, untuk membantu relaksasi. Syaratnya, harus essential oil yang alami.

Dengan obat, keluhan hilang dalam 10-15 menit. Tapi hanya gejalanya yang hilang; sumber rasa sakit masih ada. Sementara dengan pernafasan dan aromaterapi, rasa sakit mungkin baru hilang 1-2 jam kemudian, malah mungkin perlu tidur dulu baru hilang. “Mungkin sakit itu tanda bahwa kita butuh istirahat; ada hal tidak baik yang harus dipurifikasi di badanku,” imbuhnya.

Saat muncul gejala flu, ia lebih memilih istirahat dan minum air jahe ketimbang obat buatan pabrik. “Kita bekerja dari pagi sampai malam, kena polusi, kayaknya sudah cukup deh bahan kimia yang masuk ke badan,” ucap kelahiran Jakarta, 4 Maret 1970.

Hal ini ditularkan ke anak-anaknya. Saat mereka mengeluh demam, Nia mengajak mereka berlatih yoga. Gerakan yang ia ajarkan ke anak sederhana. Misalnya mountain pose: berdiri dengan merasakan telapak kaki menginjak bumi, “Kita pikirkan bahwa kaki sedang mencium bumi.” Melihat ke langit dan menghargai keberadaan diri sendiri dan semua ciptaan Tuhan.

 

Yoga

Nia mulai belajar yoga sejak sekitar 12 tahun lalu. Sejak kuliah ia sering membaca buku tentang yoga, dan ia tertarik dengan filosofinya. Baginya, yoga tidak sebatas olahraga melainkan meditasi untuk mind dan soul. Setiap pagi setelah bangun tidur, ia sisihkan waktu 30 menit untuk berlatih yoga. Meski sedang banyak pekerjaan atau sibuk syuting, rutinintas ini tidak pernah dilewatkannya. Sedikitnya dua kali seminggu, ia berlatih bersama komunitas yoga, selama 2-2,5 jam.

Tak terhitung manfaat yang dirasakannya dengan beryoga. Secara kesehatan fisik, cucu dari pahlawan Otto Iskandar Dinata ini jadi tidak gampang sakit. Misalnya ada yang kena flu di kantor, ia tidak cepat tertular. Kulit terasa lebih lembab dan lentur, “Mungkin karena metabolisme di dalam tubuh berjalan dengan baik.” Tubuhnya pun lebih fit dan otot-ototonya kuat.

Yang terpenting, ia menjadi lebih bahagia dan menikmati hidup. “Aku jadi lebih sensitif terhadap lingkungan, lebih bergairah terhadap yang aku kerjakan; tidak setengah-setengah karena yoga mengajarkan untuk menikmati tiap momen di sini, saat ini. Pikiran tidak boleh ke mana-mana,” tuturnya. Tidak hanya saat melakukan yoga, tapi dalam setiap kesempatan, sehingga ia fokus dan melakukan segalanya dengan sepenuh hati.

Gerakan-gerakan dalam yoga membuatnya lebih bisa mengontrol emosi. Ia juga belajar untuk tetap merasa bahagia bahkan di saat yang memancing emosi, misalnya macet di jalan. Hal-hal kecil seperti melihat awan, sudah bisa membuatnya bahagia, sehingga tidak perlu lagi mencari kebahagiaan semu.

Nia memiliki sertifikat mengajar dari Noah Maze, guru yoga asal Amerika Serikat (AS), tahun 2013. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, ia harus berlatih yoga selama 200 jam bersama Noah. Ini dilakukannya tiap dua bulan selama 6 bulan, saat Noah berada di Indonesia. Untuk bisa memahami filosofi dari tiap gerakan, Nia juga belajar sedikit tentang bahasa Sansekerta.

Yoga sering dipersepsikan sebagai ‘barang mewah’; hanya orang berkocek tebal yang bisa berlatih. Sementara itu, berdasar pengalamannya membuat film dokumenter tentang para ibu kalangan menengah ke bawah yang tertular HIV/AIDS dari suami, Nia menyadari bahwa mereka membutuhkan yoga sebagai salah satu cara untuk menenangkan emosi dan memperkuat tubuh.

Tercetus ide untuk menggelar charity yoga. Komunitas seperti penyandang HIV/AIDS dan kanker mengumpulkan peserta yang ingin berlatih yoga. “Mereka tentukan tanggal dan tempatnya, aku yang melatih,” ujarnya. Peserta tidak perlu membeli pakaian khusus, yang penting nyaman dikenakan untuk bergerak. Nia menghubungi teman-teman pencinta yoga untuk menyumbangkan matras lama mereka kepada para ibu yang ingin berlatih yoga. Matras itu boleh dibawa pulang untuk berlatih di rumah. Kadang, ada yang meminjamkan studio yoga gratis.

 

Pemakan segala

Mendalami yoga, bukan berarti memantang makanan tertentu. “Aku suka segala macam masakan, termasuk gorengan dan daging. Nggak cocok jadi vegetarian,” ia terkekeh. Ini diimbanginya dengan sayur. Dalam sehari, porsi sayur dan buah yang diasupnya pasti lebih banyak ketimbang daging.

Sayur dan buah berkulit tipis, sebisa mungkin ia pilih yang organik. Untuk dikonsumsi mentah (misalnya untuk salad) atau menumis, pakai minyak zaitun. Untuk menggoreng, ia pilih minyak kelapa, yang tahan terhadap panas sehingga tidak cepat rusak.

Hanya gula yang sedikit dibatasi, apalagi usianya sudah kepala 4. Masalahnya, Nia penyuka kue-kue manis. Dulu, ia bisa makan kue manis dengan kopi manis. “Sekarang, aku minum kopi hitam tanpa gula,” ucapnya. Tidak mudah mengurangi gula, “Tapi aku usahakan banget.”

Menginjak usia 45, Nia dan suaminya Constantine Papadimitrou bertekad untuk rutin melakukan check up setiap tahun. Sebagai perempuan, Nia terutama menjalani mamografi untuk deteksi kanker payudara, dan pap smear untuk deteksi kanker serviks (leher rahim). “Jangan takut periksa. Lebih baik mencegah daripada baru tahu saat sudah ada kanker,” pungkasnya. (nid)