shahnaz haque semangati penderita kanker selama pandemi covid-19

Cerita Shahnaz Haque: Pikiran Positif Penting Untuk Penderita Kanker di Masa Pandemi COVID-19

Presenter cantik Shahnaz Natashya Haque merupakan seorang penyintas kanker yang tak henti-hentinya memberikan dukungan bagi pasien kanker lain. Dua puluh dua tahun lalu Shahnaz terdiagnosa mengidap kanker ovarium.

Pada tahun 1998, wanita berusia 47 tahun ini terkena kanker ovarium dan memutuskan menjalani operasi setahun setelahnya. Cerita kanker sebenarnya sudah akrab dalam kehidupan istri penabuh drum Gilang Ramadhan ini. Nenek dan mendiang ibunya pun didiagnosa kanker; sang ibu meninggal akibat kanker ovarium.

“Pada tahun 1991 ibu saya didiagnosa kanker ovarium. Tidak lama, lima bulan setelah diagnosa beliau meninggal. Yang saya pelajari dari beliau adalah selain saat itu (didagnosa) sudah dalam kondisi terminal, ia juga pencemas,” terang Shahnaz dalam live Instagram tentang seluk beluk manajemen pasien kanker di masa pandemi COVID-19, Sabtu (13/6/2020).

Di satu sisi, sang ibu memilki sahabat (Rima Melati) yang juga menderita kanker di tahun yang sama. “Tante Rima itu orangnya lucu, suka bercanda. Eh beliau masih ada (hidup) loh sampai sekarang,” kata Shahnaz.

Dari sana ibu tiga anak ini belajar saat ‘tiba gilirannya’ ia harus berhadapan dengan kanker ovarium. “Saya bilang ke ibu saya di makamnya : Ma, aku ini mesti bisa jadi pemenang. Jadi apa yang mama lakukan aku akan lakukan kebalikannya.”

“Siapa tahu ya ma rezeki aku dikasih kehidupan yang lebih panjang. Tetapi kalau nggak rezeki tunggu ya, jemput saya kalau memang waktunya tiba,” kenang Shahnaz. “Eh dengan sikap seperti itu ternyata memberi afirmasi positif ke badan saya, kalau saya senang. Dan akhirnya saya bisa sembuh.”

Bersikap positif menjadi sangat penting, terutama bagi pasien atau penyintas kanker di masa pandemi COVID-19, karena banyak pasien kanker yang semakin bertambah takut untuk berobat, dan menjadi depresi.

“Memang susah untuk tersenyum kalau kita sedang sakit. Tetapi akan lebih sakit lagi kalau tidak senyum. Itu akan mengubah mindset kita. Pikiran positif tidak sebatas yakin kalau saya bisa, tetapi apapun takdir yang Allah berikan dalam kehidupan kita, oke saja, saya tenang, saya aman. Itu sangat membantu dokter untuk menyembuhkan anda,” papar Shahnaz.

Data dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menyebutkan sekitar dua persen dari seluruh kasus COVID-19 adalah mereka dengan penyakit kanker.

Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M.Epid, yang menanggapi cerita Shahnaz menjelaskan, pasien kanker yang gampang cemas apalagi depresi akan lebih susah diobati.

“Mau diobati takut, mau kemo takut. Baru di jalan mendengar nama dokter atau rumah sakitnya saja sudah muntah-muntah, ini menghalangi pengobatan. Pasien sering kali cemas, misalnya takut leukositnya (sel darah putih) turun atau muntah-muntah, eh justru kejadian loh.”

“Berbeda dengan orang yang easy going, mau kemo dijalani saja karena percaya dokter sudah kasih obat-obatan yang maksimal. Ini obat lebih gampang masuk,” terang dr. Ikhwan dalam kesempatan yang sama. (jie)