mengatasi stres pada anak akibat covid-19

Anak-Anak Juga Rentan Alami Stres Akibat COVID-19 : Lakukan Ini Untuk Membantunya Mengatasi Stres

Pandemi COVID-19 tidak hanya dirasakan orang dewasa, dalam derajat yang berbeda anak-anak pun ikut terdampak. Anak-anak mengekspresikan stres yang dialaminya dengan cara yang berbeda.

Tidak bisa bebas bermain di luar rumah, harus selalu memakai masker, belajar di rumah, dan kekawatiran yang terpancar dari sikap orang tua mau tidak mau ikut menulari anak-anak.

“Anak-anak dalam berbagai usia tengah mengalami massa yang sulit,” kata psikolog klinis Nancy S. Molitor, PhD. “Jika Anda perhatikan, seperti halnya orang dewasa, anak-anak juga mengalami kegelisahan saat ini.”

Reaksi stres anak-anak pun berbeda-beda dalam tiap tingkatan usia.

Anak usia 4-7 tahun

Ellen O’Donnell, PhD, psikolog anak dan pengarang buku Bless This Mess : A Modern Guide to Faith and Parenting in a Chaotic World mengatakan anak-anak di usia awal-awal sekolah bisa menunjukkan gejala regresi (kemunduran).

“Semakin sering terjadi pertengkaran, misalnya merebutkan makanan tertentu,” katanya.

Mungkin Anda akan melihat perilaku yang biasa dilakukan usia 2 tahun terjadi pada anak usia 4 tahun. “Anda mungkin mendapati anak-anak yang kembali ngompol. Mereka mungkin lebih cemas dibanding biasanya. Anda mungkin juga melihat gejala tantrum,” tambah Molitor.

Yang perlu dipahami adalah hal tersebut normal terjadi dalam situasi seperti ini. “Hal yang paling membantu yang bisa orangtua lakukan adalah mendorong anak sebisa mungkin – di tengah anjuran pembatasan sosial- melakukan rutinitas seperti biasa,” imbuh O’Donnell.  

Akan lebih baik bila orangtua menentukan rutinitas aktivitas baru dengan disertai penjelasan sesuai umur kenapa aktivitas harus dilakukan secara berbeda. Tetapi O’Donnell mengingatkan, untuk anak-anak usia 4-7 tahun akan sangat sulit untuk memintanya melakukan physical distancing ketika berada di tempat umum. Sehingga lebih disarankan keluarga dengan anak yang masih kecil untuk lebih ketat ‘mengisolasi’ diri.

Umur 7-10 tahun

Dalam rentang usia 7-10 tahun anak-anak sudah lebih menyadari betapa tidak biasanya situasi saat ini, misalnya kenapa tidak lagi boleh makan di restoran atau nonton film di bioskop, kenapa harus sering cuci tangan, dll.

Katie Lear, seorang konselor kesehatan mental klinis di New York menjelaskan, mereka mungkin merasakan takut tidak hanya untuk kesehatan dirinya sendiri, tatapi juga anggota keluarga lainnya.

Anak-anak di usia mereka sudah memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan pikiran (perspektif) orang lain. Oleh karena itu, mereka bisa merasakan stres yang dialami orangtuanya sehingga menjadi kekhawatirannya sendiri.

Lear yang juga spesialis terapi trauma dan kegelisahan pada anak, mengatakan kekhawatiran anak-anak pada kondisi kakek/neneknya bisa bermanifes menjadi reaksi gampang marah atau tantrum.

Seperti pada anak-anak yang lebih muda, di usia 7 – 10 tahun pun membutuhkan penjelasan yang memadai tentang pandemi virus corona ini; tentang bagaimana cara penyebaran dan pencegahannya. Apa pentingnya menjaga kebersihan, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk melindungi orang lain yang ia cintai agar tidak tertular. Atau, apa risikonya bila terinfeksi.

“Anda dapat bertanya apa yang mereka dengar tentang virus corona. Anda mungkin terkejut dengan informasi yang menyebar di kalangan anak-anak usia 7 -10 tahun saat ini,” kata Lear.

Sebagai tambahan, Lear menyarankan melakukan teknik relaksasi agar anak lebih tenang. Teknik pernapasan dan relaksasi otot (menegangkan dan kemudian melemaskan kelompok otot secara berurutan) sangat membantu menenangkan sistem saraf yang tegang.

Lakukan juga aktivitas fisik ringan sebatas yang bisa dilakukan, seperti bersepeda di sekitar halaman rumah, bermain bulu tangkis, dll.

Bocah umur 10-13 tahun

“Usia 10-13 tahun  adalah yang merasakan beban terbesar dari sekolah online,” kata Lear. “Mereka harus mengerjakan tugas sekolah dalam jumah besar dengan bimbingan yang minimal dari gurunya.”

Bahkan pada anak-anak yang termotivasi belajar / berprestasi di sekolah mungkin tidak memiliki kemampuan fungsi eksekutif –untuk mengambil keputusan – yang baik, sehingga membuatnya tidak mampu mengarahkan diri dengan waktu belajar mandiri di rumah saat ini.

“Ini bisa menyebabkan anak bertengkar dengan orangtuanya saat harus harus mengerjakan tugas sekolah, dan penurunan prestasi belajar,” Lear menjelaskan.

Lantas bagaimana orangtua harus bersikap? Salah satunya dengan menjaga harapan yang realistis tentang tugas sekolah dan mengakui mampu memanfaatkan waktu belajar adalah lebih baik dari hasil akhirnya.

“Misalnya, seorang anak berhasil fokus belajar selama 2 jam tiap hari harus dipuji, terlepas dari apakah mereka menyelesaikan satu atau empat tugas,” katanya.

Orang tua juga harus sebisa mungkin menjaga dengan kemiripan rutinitas sekolah normal.Tak kalah penting untuk membenarkan seberapa sulit sekolah online ini untuk anak-anak. “Terkadang, hanya mendengarkan pembenaran dari orang tua akan dapat membantu menenangkan frustrasi anak, ”kata Lear.

O'Donnell menambahkan bahwa anak-anak dalam kelompok usia ini mungkin lebih enggan untuk mengungkapkan kekhawatiran dan ketakutan. Tetapi hanya karena mereka tidak membicarakannya, bukan berarti mereka tidak memilikinya.

"Anda dapat menjadi contoh dengan mengungkapkan beberapa hal yang Anda khawatirkan dan bagaimana Anda menangani kekhawatiran itu," O’Donnell menjelaskan. "Anda juga dapat menyarankan melakukan hal-hal bersama untuk mengelola stres, seperti berjalan-jalan di taman, atau mengambil kelas yoga virtual bersama.”

Remaja usia 13-17 tahun

The American Academy of Pediatrics (AAP) juga menjelaskan remaja mengalami dampak akibat ‘terputus’ hubungannya dengan teman-teman sebaya. Remaja secara psikologis berada di dalam masa lebih dekat dengan teman-teman sebayanya, dibanding dengan orangtuanya.

Tetapi akibat COVID-19, mereka harus ‘terkurung’ di rumah bersama keluarga, dan ‘terputus’ dari hubungan pertemanan yang sangat mereka pedulikan. Lear mengatakan banyak laporan bahwa remaja merespon situasi saat ini dengan bermalas-malasan, kehilangan minat pada hobi, dan secara umum mengalami mood yang buruk.

Lear menyarankan orangtua perlu untuk mendukung anak remaja mereka dengan menyediakan cara agar bisa melakukan kontak dengan temannya, misalnya menyediakan akses video converance agar bisa makan bersama, atau bahkan memasak bersama.

Orangtua disarankan selalu memotivasi anak mereka dengan masa depan yang akan diraih. “Motivasi anak Anda untuk merencanakan rencana liburan setelah pandemi berakhir, pilihan kuliah, atau membicarakan tim sepakbola favoritnya,” tutup Lear. (jie)