Selama ini kita tahu antibiotik bekerja membunuh bakteri penyebab infeksi. Namun efeknya tidak berhenti di situ—antibiotik juga bisa ikut mengurangi jumlah bakteri baik di usus. Menariknya, penelitian terbaru menemukan bahwa bukan hanya antibiotik yang punya dampak tersebut. Sejumlah obat resep lain ternyata dapat mengganggu keseimbangan bakteri usus, bahkan bertahun-tahun setelah obatnya tidak lagi diminum.
Di dalam usus, hidup berbagai mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan ragi. Keseluruhan komunitas ini disebut mikrobioma usus. Jika jenis dan jumlah mikroorganismenya seimbang (disebut normobiosis), mikrobioma membantu menjaga imunitas, pencernaan, dan kesehatan secara umum. Sebaliknya, ketika keseimbangannya terganggu (disbiosis), bakteri jahat bisa mendominasi dan kondisi ini dikaitkan dengan banyak penyakit kronis.
Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal milik American Society for Microbiology menemukan bahwa beberapa obat—termasuk antidepresan, obat jantung beta-blocker, obat penurun asam lambung (PPI), hingga obat anti-kecemasan—dapat meninggalkan perubahan jangka panjang pada mikrobioma usus.
Penelitian Melibatkan 25 Ribu Orang
Penelitian tersebut melibatkan lebih dari 25.000 orang dewasa usia 23–89 tahun di Estonia. Para peserta memberikan sampel darah dan feses, serta riwayat konsumsi obat yang sedang atau pernah mereka gunakan.
Pada pemeriksaan awal, ditemukan 433 jenis obat resep berbeda yang sedang digunakan peserta. Dalam lima tahun sebelumnya, ada 507 obat lain yang pernah mereka konsumsi. Sekitar sepertiga peserta tidak sedang minum obat apapun, sementara sisanya rata-rata mengonsumsi tiga jenis obat sekaligus.
Untuk menilai efek antibiotik secara khusus, peneliti mengecualikan siapa pun yang pernah minum antibiotik dalam 90 hari sebelum sampel pertama diambil. Pengaruh antibiotik baru dianalisa pada sampel kedua.
Tujuh Jenis Obat yang Terbukti Mengubah Mikrobioma
Dari 186 obat yang dianalisis, sebanyak 167 ternyata memiliki efek terhadap mikrobioma usus. Sebanyak 78 di antaranya bahkan menunjukkan dampak jangka panjang.
Perubahan mikrobioma terutama terlihat pada pengguna obat-obatan berikut:
- Antibiotik – membunuh atau menghentikan pertumbuhan bakteri penyebab infeksi.
- Antidepresan – meningkatkan neurotransmiter untuk membantu meredakan gejala depresi.
- Antipsikotik – digunakan pada kondisi mental tertentu seperti skizofrenia atau bipolar.
- Beta-blocker – untuk tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.
- Biguanida (misalnya metformin) – mengontrol gula darah pada diabetes tipe 2.
- Penghambat pompa proton (PPI) – mengurangi produksi asam lambung.
- Benzodiazepine – untuk kecemasan dan gangguan tidur.
Efeknya Bisa Bertahan Hingga Bertahun-tahun
Bukan hanya antibiotik yang meninggalkan “jejak panjang” pada mikrobioma. Beta-blocker, PPI, benzodiazepine, glukokortikoid, biguanida, dan antidepresan juga menunjukkan dampak yang berlangsung lama, bahkan setelah obat tidak lagi dikonsumsi.
Semakin banyak jenis obat yang diminum dan semakin lama durasi penggunaannya, semakin besar pula gangguannya terhadap keseimbangan bakteri usus. Di antara berbagai obat yang diteliti, benzodiazepine tampak memberikan efek negatif terbesar.
Para peneliti mengingatkan bahwa banyak obat dikonsumsi dalam jangka panjang, berbeda dengan antibiotik yang biasanya hanya diminum singkat. Karena itu, dampaknya terhadap tubuh bisa lebih besar dari yang kita kira.
Elin Org, PhD, peneliti dari University of Tartu, mengatakan bahwa penggunaan obat di masa lalu pun dapat meninggalkan perubahan mikrobioma yang masih terlihat lama kemudian. Ia juga menekankan bahwa bahkan obat dalam kelas yang sama bisa memengaruhi mikrobioma dengan cara berbeda.
Mengurangi Dampak Negatif Obat
Meski demikian, Anda tetap dianjurkan mengikuti resep dan petunjuk dokter. Penghentian atau pengurangan obat tidak boleh dilakukan tanpa konsultasi.
Beberapa rekomendasi pakar:
- Benzodiazepine sebaiknya tidak digunakan jangka panjang, karena berisiko menimbulkan ketergantungan dan penurunan fungsi kognitif.
- Penggunaan PPI perlu dievaluasi secara berkala, idealnya setiap 2 bulan untuk memastikan apakah masih diperlukan.
Selain itu, menjaga kesehatan usus bisa membantu memperbaiki keseimbangan mikrobioma, antara lain dengan:
- Konsumsi makanan tinggi serat
- Mengurangi makanan berlemak, daging merah, dan daging olahan
- Membatasi makanan ultra-olahan
- Berolahraga secara teratur
- Mengonsumsi makanan kaya probiotik seperti yogurt, kefir, kimchi, sauerkraut, miso, kombucha, tempe, atau cokelat hitam
Langkah-langkah sederhana ini bisa membantu menjaga “ekosistem” mikrobioma tetap sehat, meski Anda perlu mengonsumsi obat tertentu dalam jangka panjang. (jie)
Baca juga: Tidak Hanya Sehatkan Saluran Cerna, Ini Manfaat Plus Probiotik





