Krusial, Pelaporan Kasus Dengue yang Terintegrasi
kasus_dengue

Krusial, Pelaporan Kasus Dengue yang Terintegrasi

Beban penyakit dengue di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2024, Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat 257.271 kasus dengue dengan 1.461 kematian di seluruh Indonesia. Namun, data BPJS Kesehatan menunjukkan hasil yang hampir empat kali lebih tinggi. BPJS Kesehatan mencatat 1.068.881 kasus dengue, dengan 98,7% atau 1.055.255 di antaranya merupakan pasien rawat inap. Klaim biaya perawatan akibat dengue pun meningkat tajam, dari sekitar Rp1,5 triliun pada 2023 menjadi Rp2,9 triliun pada 2024.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan Drg. Murti utami, MPH, QGIA, CGCAE, QHIA mengakui bahwa data pelaporan masih berbeda-beda. “Ini tantangan untuk kita semua bagaimana satu data dengue mesti kita perbaiki,” ujarnya, dalam dialog kebijakan bertajuk “Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030” di Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Perbedaan angka tersebut mengindikasikan bahwa beban dengue yang sebenarnya di masyarakat kemungkinan lebih besar daripada yang tercatat, dan bahwa sistem pelaporan perlu diintegrasikan dan diperkuat agar mampu memberikan gambaran yang lebih menyeluruh dan terkini.

Dialog kebijakan terkait dengue di Jakarta, 5 November 2025

Lebih jauh, drg. Murti menjelaskan bahwa data Kemenkes bersumber pada Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons. Rencananya, Kemenkes akan menyiapkan integrasi sistem pelaporan dengue dalam platform Satu Sehat.  “Platform ini akan memungkinkan penggabungan data dari laporan kasus, hasil pemeriksaan laboratorium, dan data klaim secara real-time,” jelasnya, dalam dialog yang diinisiasi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bersama Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue.

Hal senada disampaikan oleh dr. H. Suir Syam, M.Kes., M.M.R. selaku Ketua Umum KOBAR. KOBAR mencatat adanya selisih angka yang besar antara data dengue di Kemenkes dan data rawat inap karena dengue di BPJS Kesehatan di tahun yang sama. “Hal ini menunjukkan adanya under-reporting tentang beban riil dengue yang kami berharap pada diskusi hari ini ada satu data beban dengue yang dapat kita jadikan acuan bersama,” tuturnya.

Ia menambahkan, kolaborasi lintas sektor harus segera ditingkatkan. Sebagai wadah independen yang diisi para ahli lintas bidang, KOBAR membantu memastikan kebijakan dan inovasi yang lahir benar-benar berdampak dan berkelanjutan. “Bersama, kita menapaki jalan menuju Zero Dengue Death 2030 dengan komitmen yang nyata, bukan sekadar seruan,” tandasnya.

Collaborative Surveillance

Permasalahan dengue memang cukup kompleks karena melibatkan banyak faktor. Tidak cukup dipandang sebagai masalah kesehatan saja karena perubahan iklim, urbanisasi, dan mobilitas penduduk yang tinggi turut menjadi faktor yang meningkatkan risiko penyebaran dengue di berbagai wilayah di Indonesia.

Melihat data dengue pun tidak hanya berdasarkan laporan kasus (manusia), tapi juga data dari vektornya. Apalagi, vektor tular dengue yaitu nyamuk A. aegypti juga bisa mnularkan penyakit lain, misalnya zika dan chikungunya. “Kalau kita melakukan kontrol vektor yang terintegrasi, kita juga bisa mengendalikan penyakit-penyakit lain. Jadi ada surveilans vektor,” ujar Dr. Endang Widuri Wulandari Program Officer of Epidemiologist, WHO Emergency Unit.

Ia melanjutkan, masyarakat dan lingkungan bisa ikut terlibat dalam surveilans vektor. “Kita lihat apakah mreka bisa berpartisipasi di cimmunity-based surveillance atua pemberdaayn surveilans berbasis masyarakat. Ini juga bisa kita satukan dalam collaborative surveillance.

Collaborative surveilans penting untuk deteksi dini, respons, dan manajemen kasus. “Dari data-data histori yang kita miliki, yaitu data epidemiologi, data kasus, dan disatukan dengan data iklim, kita bisa memprediksi apakah akan terjadi peningkatan kasus di periode tertentu. Kita juga bisa membuat suatu kalender yang bisa digunakan untuk melakukan mitigasi,” paparnya.

Pengendalian dengue memang tidak bisa hanya mengandalkan satu intervensi saja. Sistem pelaporan yang terintegrasi, dan upaya collaborative surveillance akan menghasilkan data akurat, yang sangat dibutuhkan untuk menekan kasus dengue serta mencapai target 0 kematian akibat dengue pada 2030. (nid)