Probiotik identik untuk menyehatkan saluran cerna dan meningkatkan imunitas. Ternyata fungsi bakteri baik ini lebih dari itu, salah satunya pada penyakit ginjal kronis.
Penyakit ginjal kronis (PGK) didefinisikan sebagai suatu sindrom yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal secara progresif. Ditandai dengan penurunan progresif fungsi biokimia dan fisiologis akibat akumulasi katabolit, gangguan keseimbangan cairan-elektrolit, asam-basa, dll.
Penandanya antara lain terjadi albuminuria, kelainan sedimen urin, kelainan elektrolit dan kelainan struktur pada ginjal yang terlihat melalui pencitraan.
Penyakit ini merupakan salah satu masalah utama kesehatan di dunia. Di Amerika Serikat, angkanya mencapai 200 kasus/juta penduduk/tahun, dengan prevalensi 11,5%. Jumlah orang yang terkena penyakit ginjal semakin meningkat signifikan, terutama berhubungan dengan penambahan jumlah penderita hipertensi dan diabetes; dua penyakit yang berkorelasi kuat dengan perkembangan penyakit ginjal.
Di satu sisi pemanfaatan probiotik (bakteri baik di saluran cerna) mulai banyak “dilirik” untuk membantu mengatasi penyakit tertentu, termasuk apakah probiotik bermanfaat untuk menunda kerusakan fungsi ginjal lebih lanjut.
Studi tahun 2018 di Brazilian Journal of Nephrology bertujuan untuk menguji secara sistematis efek suplementasi probiotik dalam pengobatan PGK. Terdapat 8 riset yang memenuhi kriteria, pasien PGK mendapatkan suplemen probiotik antara 4 hingga 24 minggu.
Penelitian di Brazil ini menyimpulkan, “Sebagian besar artikel yang disertakan melaporkan efek positif pada fungsi ginjal dan penurunan kadar urea, nitrogen urea darah, ammonia, p-cresol plasma, p-kresil sufat dan indoksil sulfat.”
Triyani Kresnawan, DCN, MKes, RD, FISQua, dietisien senior yang pernah menjabat sebagai kepala Instalasi Gizi RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, menjelaskan probiotik juga bermanfaat pada pasien diabetes kidney disease (DKD). Ini adalah penurunan fungsi ginjal sebagai komplikasi diabetes, disebut juga nefropati diabetik.
“Probiotik menunda kerusakan fungsi ginjal lebih lanjut, meningkatkan metabolisme gula dan lemak, serta mengurangi peradangan dan stres oksidatif pada pasien DKD,” kata Triyani dalam webinar bertopik Terapi Gizi pada Lanjut Usia dengan DKD, beberapa waktu lalu.
Pada riset-riset sebelumnya masih terdapat kontroversi tentang manfaat probiotik untuk pasien DKD. Untuk mendapatkan jawaban yang meyakinkan Yali Dali, et al, melakukan meta-analisis dari 10 penelitian, melibatkan 552 pasien DKD.
Meta-analisis ini membuktikan, dibandingkan kelompok kontrol (tidak mendapatkan probiotik), suplementasi probiotik terbukti menurunkan serum kreatinin, nitrogen urea darah, sistatin C, natrium dan albumin dalam urine pasien DKD.
Selain itu terlihat perbaikan kadar gula darah pada kelompok probiotik, ditunjukkan dengan penurunan plasma gula darah puasa, HbA1c (kadar gula darah rata-rata dalam 3 bulan) dan peningkatan sensitivitas insulin.
Perbaikan profil lipid juga teramati di kelompok probiotik, dibandingkan kelompok kontrol. Ditunjukkan dengan penurunan kadar trigliserida, total kolesterol, dan LDL (kolesterol jahat).
“Analisis kami mengungkapkan bahwa probiotik dapat menunda perkembangan kerusakan fungsi ginjal, meningkatkan metabolisme glukosa dan lipid, serta mengurangi peradangan dan stres oksidatif pada pasien DKD. Analisis subkelompok menunjukkan bahwa durasi intervensi, dosis probiotik dan pola konsumsi probiotik berpengaruh terhadap hasil,” peneliti menyimpulkan dalam riset yang dipublikasikan di jurnal Renal Failure (2022).
Bakteri baik harus hidup saat dikonsumsi
Probiotik, misalnya golongan Lactobacillus dan Bifidobacterium, merupakan mikroorganisme hidup yang dalam jumlah memadai mampu memelihara keseimbangan mikrobiota dalam tubuh, serta bermanfaat bagi kesehatan.
Probiotik dapat ditemukan pada produk pangan olahan atau makanan/minuman yang difermentasi, dan dalam suplemen kesehatan. Beberapa makanan yang mengandung probiotik seperti miso, sauerkraut, yogurt, kombucha (teh fermentasi), kefir, kimchi, cokelat hitam, buttermilk atau tempe.
Namun untuk bisa disebut sebagai probiotik, suatu produk harus melewati penelitian ilmiah, untuk membuktikan kandungan, keamanan, dan manfaatnya. Kandungan dan jenis bakteri probiotik dalam makanan/minuman tersebut harus jelas dan telah teridentifikasi, serta memiliki jumlah yang cukup.
Probiotik juga harus terbukti tahan terhadap asam lambung dan garam empedu, sehingga bisa mencapai usus dalam keadaan hidup. (jie)