Setahun sudah pandemi COVID-19 berlangsung, penelitian-penelitian tentang obat, zat, vaksin yang bisa bermanfaat untuk menghambat transmisi SARS-CoV2 terus dilakukan. Salah satu yang disinyalir bermanfaat adalah efek antivirus dari teh hijau, berasal dari senyawa epigallocatechin gallate-nya (EGCG), atau disingkat epigallo.
Epigallo merupakan polifenol utama atau senyawa aktif alami teh hijau yang diketahui punya manfaat dalam hubungannya dengan penyakit infeksi, termasuk virus.
Riset Djoko Purwanto, ahli farmakologi dari Universitas Airlangga, Surabaya, menemukan bila sifat antioksidan pada epigallo lebih kuat 100 kali lipat dibanding vitamin C, dan 25 kali lebih tinggi dari vitamin E dalam melindungi tubuh.
Dalam penelitian sebelumnya terbukti manfaat epigallo untuk mencegah infeksi virus hepatitis C - mencegah virus hepatitis menempel pada sel target – dan efektif mencegah virus Zika masuk ke lapisan lemak sel.
Sehubungan dengan pandemis, beberapa penelitian menunjukkan manfaat epigallo atau ekstrak teh hijau ini dalam mengurangi bahaya virus corona (SARS-CoV-2).
Susmit Mhatre et al., dalam riset yang diterbitkan oleh jurnal Phyto Medicine, menjelaskan bahwa replikasi atau bertambahnya jumlah virus sangat tergantung pada enzim Chymotrypsin-like protease (3CLpro). Karena itu, 3CLpro merupakan target utama obat yang digunakan untuk menangani infeksi virus corona secara umum.
Riset yang dilakukan oleh tim dari Institute of Chemical Technology, India tersebut memperlihatkan bahwa epigallo mampu menghambat 85% aktivitas 3CLpro. Peneliti menyimpulkan bahwa molekul epigallo dapat digunakan sebagai suplemen pelengkap nutrisi harian untuk penanganan COVID-19.
Sementara itu, peneliti Menegazzi, dkk,. mengemukakan potensi ekstrak teh hijau bagi penderita COVID-19, terutama karena kemampuannya menurunkan ekspresi dan sinyal dari berbagai mediator peradangan.
Infeksi SARS-CoV-2 menyebabkan masuknya neutrofil (salah satu jenis sel darah putih) secara masif ke paru-paru, dengan memproduksi dan mengaktivasi Transforming Growth Factor Beta (TGF-β). Ini adalah protein yang dikeluarkan untuk mengatur diferensiasi hingga kematian sel.
Peningkatan TGF-β yang tidak terkontrol bisa mengakibatkan edema (penumpukan cairan) dan fibrosis (jaringan parut) di paru-paru; berisiko mengganggu jalan napas dan akhirnya mengakibatkan gagal napas.
Studi Menegazzi dan tim menemukan bahwa epigallo dapat menurunkan sinyal TGF-β1 dan dianggap sebagai pencegah munculnya jaringan parut yang potensial. Peneliti berpendapat bahwa setidaknya suplementasi epigallo sedikit banyak bisa mengendalikan kerusakan inflamasi yang timbul pada infeksi COVID-19.
Dr. Susi Mariyana, Medical Advisor LAPI Laboratories, menjelaskan melalui studi-studi yang telah dilakukan, memang terlihat ada potensi epigallo digunakan bagi penanganan COVID-19 dengan multi ekspresi seperti antiviral, antiinflamasi, antifibrosis dan antioksidan.
“Berdasarkan pengujian penggunaan suplemen yang mengandung epigallo, hasilnya menunjukan bahwa konsumsi epigallo sudah terasa khasiatnya di hari ke 4. Selain itu waktu penyembuhannya pun semakin cepat sekitar 9 hari saja,” tukas dr. Susi. (jie)
Baca juga: Manfaat Polifenol dalam Teh untuk Kesehatan