Vaksin Nusantara yang digagas oleh mantan Menkes Terawan Agus Putranto diklaim mampu menciptakan antibodi atau daya kekebalan tubuh yang bertahan hingga seumur hidup. Vaksin untuk virus corona itu disebut akan membentuk kekebalan seluler pada sel limfosit T.
Pengembangan vaksin nusantara buatan dalam negeri ternyata sudah diinisiasi sejak tahun lalu, saat Terawan masih menjadi Menteri Kesehatan. Dalam pengembangannya Badan Penelitian dan Pengembangan (Banlitbangkes) Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharmas).
Rama Phamas – perusahaan farmasi yang mendapatkan lisensi dari AIVITA Biomedical Inc. dari Amerika Serikat – kemudian bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Universitas Negeri Sebelas Maret (Solo) dan Universitas Diponegoro (Semarang).
Dalam laman resminya, Badan Litbangkes menulis telah menandatangani kerjasama pembuatan vaksin COVID-19 dengan PT Rama Emerald Multi Sukses, Oktober 2020. Pengembangan vaksin menggunakan teknologi berbasis dendritic cells vaccines yang bisa dipersonalisasi untuk satu orang.
Ketua Satgas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof. dr. Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM mempertanyakan klaim terciptanya antibodi COVID-19 seumur hidup tersebut pada vaksin Nusantara.
“Vaksin Nusantara diklaim menciptakan antibodi seumur hidup. Mana buktinya? Data uji klinis fase duanya saja belum ada, apalagi fase tiga,” tanyanya, melalui twitternya @ProfesorZubairi.
Lebih jauh, pria yang akrab disapa Prof. Beri ini mengingatkan bahwa dalam ranah ilmu pengetahuan, sebuah klaim harus berdasarkan data dan bukti penelitian.
“Jadi, jika mau bicara klaim, tentu harus dengan data. Harus dengan evidence based medicine. Jangan membuat publik bingung,” terang Prof. Zubairi.
Ia menambahkan, para ahli di dunia bahkan belum bisa menentukan berapa lama antibodi yang diciptakan dari vaksin COVID-19 yang sudah ada saat ini (seperti Moderna, Sinovac atau Pfizer) mampu bertahan di dalam tubuh.
“Tidak ada itu klaim yang mereka sampaikan bahwa antibodi dari vaksin-vaksin tersebut bisa bertahan enam bulan, satu tahun, apalagi seumur hidup,” tegasnya.
“Sekali lagi, saya mendukung upaya eradikasi, seperti vaksin. Tapi perlihatkan kepada publik datanya. Biar tidak gaduh. Vaksin influenza saja bertahan kurang lebih setahun karena dipengaruhi mutasi virusnya.”
Cara kerja vaksin sel dendritik
Vaksin ini dibangun dari sel dendritik autolog atau komponen sel darah putih, yang kemudian dipaparkan dengan antigen virus corona (SARS-CoV-2). Prosedurnya, subyek akan diambil sel darah putih dan sel dendritiknya. Kemudian di dalam laboratorium dikenalkan dengan antigen SAR-COV-2.
Sel dendritik yang telah mengenal antigen akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali. Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap SARS COV-2. Metode ini sejatinya telah digunakan dalam pengobatan kanker atau penyakit degeneratif.
Menurut Humas Rama Pharmas Raditya Mohammer Khadaffi, uji klinis fase satu sudah dilakukan pada 30 pasien, dan dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selanjutnya, vaksin Nusantara sedang menjalani uji klinis fase dua dan nantinya fase tiga.
Vaksin Nusantara ini nantinya khusus untuk individual. Mengutip CNN Indonesia, dr. Terawan menjelaskan konsep vaksinasi yang general diubah menjadi personal cukup penting, karena kondisi komorbid atau penyakit penyerta tiap individu berbeda.
Sehingga diharapkan vaksin Nusantara bisa dipakai oleh mereka dengan komorbid. (jie)
Baca juga : Vaksinasi Bagi Pedagang Dimulai dari Pasar Tanah Abang Jakarta