Peneliti dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan bahwa vaksinasi massal belum akan menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) untuk virus corona tahun ini.
Dalam pertemuan di Genewa, Swiss, Senin (11/1/2021) lalu, kepala peneliti WHO Soumya Swaminathan menjelaskan bahwa akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memroduksi dan menyuntikkan cukup vaksin COVID-19 guna menahan penyebaran virus.
“Kita belum akan mencapai tingkat kekebalan populasi atau herd immunity pada tahun 2021, walau program vaksinasi sudah dilakukan di berbagai negara,” katanya melansir Aljazeera.
“Bahkan jika itu (vaksinasi) terjadi di beberapa ‘kantong’ di beberapa negara, itu tidak akan melindungi orang-orang di seluruh dunia.”
Swaminathan menekankan perlunya pemerintah dan masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan (menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan) untuk mengendalikan pandemi.
Namun begitu, Ia tetap memuji kemajuan luar biasa yang dibuat para ilmuwan yang berhasil mengembangkan, tidak hanya satu, tetapi beberapa vaksin yang aman dan efektif untuk melawan virus corona dalam waktu kurang dari setahun.
Tetapi Ia juga menegaskan bila pelaksanaan program vaksinasi membutuhkan waktu. “Perlu waktu untuk mengukur produksi dosis, tidak hanya dalam jumlah jutaan, tetapi miliaran,” imbuhnya, sembari menyerukan pada masyarakat untuk bersabar.
Minggu yang terburuk
Inggris, negara pertama yang melaksanakan vaksinasi menggunakan vaksin Pfizer-BioNTech, mengakui dalam beberapa minggu ke depan akan menjadi yang terburuk dari situasi pandemi ini, mengingat banyaknya pasien yang masuk ke NHS (layanan kesehatan nasional).
Pemerintah Inggris telah meluncurkan lokasi vaksinasi massal di kota-kota besar, ‘berlomba’ untuk mendahului penyebaran virus varian baru yang sangat cepat di sana.
Rusia pada Minggu (10/1/2021) mengonfirmasi kasus pertama virus corona varian baru, yang juga telah menyebar hingga ke Amerika Serikat.
Dilansir dari AFP, dengan adanya varian baru virus COVID-19 yang mampu menyebar lebih cepat, BioNTech – perusahaan Jerman yang memroduksi vaksin bekerja sama dengan Pfizer – mengatakan akan menambah produksi vaksin antara 1,3 juta hingga 2 juta dosis, melebihi dosis awalnya yang sudah direncanakan pada tahun ini.
Tetapi perusahaan itu juga mengingatkan bila COVID-19 “kemungkinan besar akan menjadi penyakit endemik”, dan vaksin dibutuhkan untuk melawan kemunculan varian-varian virus baru dan adanya respons kekebalan yang berkuran secara alami.
Vaksinasi nasional sesuai jadwal
Sementara itu di Tanah Air, tampaknya program vaksinasi dapat berjalan sesuai rencana setelah BPOM mengumumkan izin penggunaan darurat (EUA) vaksin COVID-19 produksi Sinovac, Senin (11/1/2021) lalu.
Izin penggunaan darurat vaksin COVID-19 CoronaVac diterbitkan berdasarkan kajian dari hasil uji klinis fase III yang dilakukan di Indonesia (Bandung). Tak hanya itu, keputusan juga diambil dengan mempertimbangkan hasil uji klinis fase III yang dilakukan di Turki dan Brasil, yang efikasinya sangat baik.
Rencananya vaksinasi akan dimulai besok (Rabu 13/1/2021). Presiden Joko Widodo akan menjadi orang pertama di Indonesia yang akan menerima vaksin yang juga telah dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membuktikan keamanan vaksin tersebut.
Sementara itu, Ketua Subbidang Sosialisasi Perubahan Perilaku Satgas COVID-19 Dwi Listyawardani mengatakan, pemerataan vaksin COVID-19 diperkirakan masih memakan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan proses vaksinasi pun akan dilakukan secara bertahap yang diawali dari tenaga kesehatan.
"Vaksin itu masih lama untuk bisa merata dilayani. Karena ada prioritas-prioritas tertentu yang didahulukan, terutama untuk tenaga kesehatan jelas harus dilindungi terlebih dahulu," kata Dwi dalam talkshow BNPB bertajuk Pandemic Fatigue, Jangan Pernah Menyerah.
Selain tenaga kesehatan, vaksin juga akan diberikan terhadap ‘pelayan masyarakat’ seperti TNI-Polri. Vaksin akan sampai ke masyarakat umum setelah kedua komponen tersebut didahulukan.
"Maka kita harus lakukan 3M ini masih terus. Bahkan bisa jadi setelah sudah divaksinasi pun, kita belum lepas dari 3M," jelasnya.
Pasalnya, vaksinasi menurutnya hanya akan meningkatkan daya tahan tubuh manusia yang divaksin, bukan menghilangkan virus corona dan virus masih tetap bisa menulari bila tidak menerapkan protokol kesehatan. (jie)