Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperbarui rekomendasi pengobatan COVID-19 untuk tidak menggunakan obat antivirus remdesivir pada pasien yang dirawat di rumah sakit, tidak peduli seberapa parah penyakit mereka.
Menurut panduan baru yang diterbitkan di jurnal medis BMJ, pada Kamis (19/11/2020), bukti terbaru tidak menunjukkan remdesivir efektif mengurangi risiko kematian akibat COVID-19 atau kebutuhan pemakaian ventilator, di antara hasil penting lainnya.
Pembaruan baru WHO muncul sekitar sebulan setelah Gilead Sciences, perusahaan pembuat remdesivir, mengumumkan bahwa FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) menyetujui remdesivir untuk pengobatan infeksi virus corona.
Obat tersebut menjadi pengobatan virus corona pertama yang menerima persetujuan FDA. “Remdesivir mungkin telah menerima persetujuan FDA, tetapi bukan rekomendasi WHO karena penelitian yang muncul,” kata dr. Amesh Adalja, peneliti senior di Johns Hopkins Center for Health Security.
Studi awal menunjukkan beberapa manfaat remdesivir melawan COVID-19, tetapi setelah lebih banyak data terkumpul, tampaknya itu berubah.
"Satu-satunya manfaat remdesivir yang kami promosikan adalah mungkin akan membuat orang sembuh lebih cepat. Tetapi dasar bukti untuk itu lemah, tidak kuat, dan saya pikir Itulah yang tercermin dalam pedoman baru WHO. Ini adalah evaluasi dari lebih banyak data yang ada di luar sana, "kata dr. Adalja, dilansir dari CNN.
“Fakta bahwa remdesivir hanya memiliki beberapa manfaat di penelitian tertentu – tidak di semua riset – sudah cukup untuk mendorong orang untuk memakainya karena kita tidak punya ‘alat’ lain, tetapi menurut saya itu mungkin akan segera diganti,” imbuh dr. Adalja seraya mengindikasikan bahwa pengobatan bisa berubah seiring waktu.
Apa yang mendasari keputusan WHO?
WHO mengadakan panel internasional yang terdiri dari 24 ahli dan empat orang penyintas COVID-19 untuk meninjau data dan membuat rekomendasi. Rekomendasi terhadap remdesivir didasarkan dari empat penelitian yang melibatkan 7.333 pasien COVID-19 orang yang dirawat di rumah sakit.
Panel menyimpulkan bahwa kebanyakan pasien tidak akan memilih remdesivir karena bukti kepastian yang rendah. Kesimpulan tersebut ditulis sebagai pedoman WHO yang diperbarui.
"Setiap efek menguntungkan dari remdesivir, jika memang ada, kemungkinanannya kecil dan kemungkinan bahayanya tetap ada," tulis pedoman itu.
Peter Horby, profesor di Departemen Kedokteran Nuffield Universitas Oxford yang tidak terlibat dalam pembaruan tersebut, mengatakan rekomendasi terbaru WHO tersebut masuk akal.
“Mengingat kurangnya bukti tentang manfaat apa pun pada kematian, pengurangan pemakaian ventilator atau waktu untuk perbaikan klinis, WHO telah tepat menghentikan rekomendasi penggunaan remdesivir pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit, apa pun tingkat keparahannya," kata Prof. Horby.
Remdesivir adalah obat mahal yang harus diberikan selama 5-10 hari. Jadi rekomendasi ini akan menghemat biaya perawatan. (jie)
Baca juga : Mengenal Covifor (Remdesivir) Obat Buatan India Yang Resmi Diedarkan di Indonesia