Selain vaksin, para ahli di seluruh dunia berlomba mengembangkan obat – baik baru atau mengolah ulang obat lama - untuk terapi COVID-19. Daewoong Pharmaceutical, salah satu farmasi besar di Korea mengembangkan obat niclosamide, yang adalah obat cacing untuk COVID-19.
Niclosamide sebetulnya sudah gunakan lebih dari 50 tahun untuk infeksi parasit (cacing). Dalam 5 tahun terakhir para ahli tertarik mengembangkannya sebagai terapi kanker. Di masa pandemi ini, Daewoong Pharmaceutical mengolah ulang niclosamide untuk perawatan COVID-19, diberi nama sandi ‘DWRX2003’.
Penelitian yang dilakukan Daewoong Pharmaceutical menunjukkan niclosamide terbukti memiliki efek antivirus yang lebih unggul dibandingkan dengan remdesivir atau chloroquine (keduanya disetujui FDA untuk perawatan COVID-19), namun efektivitasnya (drug bioavailability) akan berkurang bila diberikan sebagai obat oral.
"DWRX2003 dikembangkan untuk menggantikan obat oral dengan menggunakan teknologi Depot Injection sehingga tingkat efektivitasnya dapat ditingkatkan secara optimal,” terang Sengho Jeon, CEO Daewoong Pharmaceutical, dalam konferensi pers virtual, September 2020 lalu.
Teknologi Depot Injection merupakan metode injeksi (suntikan) lepas lambat untuk memaksimalkan efektivitas obat, dibandingkan pemberian secara oral. Juga untuk menjaga tingkat konsentrasi obat dalam darah sehingga efektif mengobati dalam sakali pemberian.
Memakai metode injeksi terbukti meminimalkan efek samping di sistem pencernaan, seperti mual, muntah, yang sering terjadi dalam pemberian oral.
“Saat ini uji klinis fase 1 telah diajukan di Korea, India dan Filipina. Uji klinis dilakukan kepada orang yang sehat dan pasien COVID-19,” imbuh Sengho Jeon.
Uji klinis fase 1 di Korea akan dilakukan di Chungnam National University Hospital, pada Oktober ini. Dalam uji klinis ini, niclosamide (DWRX2003) atau plasebo (obat kosong) akan diberikan secara acak, double blinded, dan diadministrasikan pada satu waktu untuk memastikan keamanan dan konsentrasi obat dalam darah.
Di India, uji klinis fase 1 sedang dilakukan pada orang sehat, untuk memastikan keamanan pada kelompok uji coba pertama. Sementara di Filipina, uji klinis fase 1 pada pasien COVID-19 untuk menguji keamanan dan efek obat tersebut.
Daewoong berencana untuk melakukan uji klinis multinasional fase 2 dan 3 dalam tahun ini berdasarkan hasil uji klinis Fase 1. Pengajuan untuk mendapatkan Accelerated Approval dan Emergency Use Authorization (EUA / izin untuk penggunaan darurat) setelah uji klinis fase 2 telah selesai.
"Kami akan memfokuskan semua upaya untuk mempercepat uji klinis dan mempersiapkan fase 2 dan fase 3 di Indonesia, sehingga kami dapat mengembangkan perawatan COVID-19 secepat mungkin," ungkap Sengho Jeon, dalam keterangan pers yang diterima OTC Digest, 8 Oktober 2020.
Terbukti menurunkan tingkat kematian pada hewan
Dalam uji coba pada hewan, niclosamide terbukti bisa menurunkan tingkat kematian. Sebelumnya subyek hewan telah diberikan virus COVID-19 dan influenza secara bersamaan. Hal ini dilakukan untuk menguji efektivitas obat terhadap 'twin-demic', yang menjadi kekhawatiran banyak ahli di seluruh dunia.
Percobaan itu menunjukkan bahwa 40% dari kelompok yang diberikan plasebo telah mati, sedangkan hewan yang diberikan pengobatan 12 jam sebelum terinfeksi dan 7 hari setelah terinfeksi virus memiliki angka kematian nol.
Skor gejala klinis pada hari kedua pemberian obat menunjukkan peningkatan kondisi sebesar 75%, dibandingkan dengan kelompok kontrol ketika obat diberikan setelah gejala klinis memburuk pada hari ke-7. (jie)
Baca juga : Setelah Remdesivir dan Dexamethasone, Dua Obat Lama Ini Diolah Ulang Untuk Terapi COVID-19