Pandemi COVID-19 menimbulkan efek domino, yang membawa dampak merugikan ke berbagai hal. Orang dengan penyakit kronis, misalnya diabetes, perlu lebih waspada. Menurut Dr. dr. Dante S. Harbuwono, Sp.PD, Ph.D, KEMD, ada dua masalah yang dihadapi terkait diabetes. “Pertama, penyandang diabetes rentan kena COVID-19. Dan bila sampai kena, angka kematiannya tinggi,” terang Kepala Divisi Metabolik Endokrin Dept. Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta.
Masalah kedua, banyak yang takut berobat sehingga angka komplikasi akibat diabetes naik selama pandemi ini. Cukup banyak penyandang diabetes yang bersikeras tidak ke dokter meski mengalami masalah. Akhirnya komplikasi berkembang lebih jauh, dan nyawanya tidak tertolong. “Ada beberapa pasien yang meninggal akibat serangan jantung, karena obatnya habis tapi tidak berani ke RS,” sesal Dr. dr. Dante, dalam diskusi #BeatDiabetes bersama Tropicana Slim dan FKUI-RSCM beberapa waktu lalu.
Penyandang diabetes rentan kena COVID-19 karena daya tahan tubuh mereka rendah. Kondisi ini juga membuat proses penyembuhan mereka lebih lama, seandainya terkena COVID-19.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, orang dengan diabetes memilki kondisi yang disebut low-grade inflammation. Ini adalah peradangan derajat rendah dalam jangka waktu panjang. Jadi tubuh secara terus menerus mengalami peradangan, tapi efeknya tidak kentara karena derajatnya rendah. “Begitu kena COVID-19, kemungkinan terjadinya badai sitokin lebih tinggi. Bisa terjadi inflamasi hebat di seluruh tubuh, yang bisa menimbulkan kelainan paru yang lebih berat,” papar Dr. dr. Dante. Inilah yang menimbulkan kefatalan akibat COVID-19 hingga mengancam nyawa.
Usaha yang bisa dilakukan
Bukan berarti pasrah dengan kenyataan bahwa penyandang diabetes rentan kena COVID-19. Tentu, protocol kesehatan standar seperti mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak harus dilakukan. Di samping itu, ada usaha-usaha lain yang diperlukan.
Pola makan lebih dijaga
Selama pandemi ini, pola makan harus lebih dijaga. Perhatikan betul asupan gula pasir dalam sehari, jangan melebihi batas maksimal 4 sdm. Bila menghitung kalori dirasa sulit, bisa coba cara yang lebih sederhana, misalnya dengan metode telapak tangan, seperti dipaparkan dalam artikel ini.
Suplai obat terpenuhi
Jangan paranoid berobat ke dokter. Klinik, Puskesmas, dan RS telah menjalankan protocol kesehatan. Lebih baik tetap berobat secara teratur, daripada kehabisan obat dan akhirnya gula darah tidak terkendali. Juga, segera ke RS bila mengalami gejala-gejala yang berkaitan dengan diabetes atau komplikasinya.
Latihan fisik secara teratur
“Latihan fisik membantu kerja insulin lebih efektif, sehingga akan menurunkan kadar gula darah,” tegas Dr. dr. Dante. Yang harus diperhatikan, jangan minum obat penurun gula darah sebelum melakukan latihan fisik, untuk menghindari hipoglikemi atau gula darah terlalu rendah. Sebaiknya, periksa dulu kadar gula darah sebelum berolahraga. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi (250 mg/dL), “Jangan berolahraga karena justru kadar gula darah bisa makin tinggi.” Pilihlah olahraga yang disukai, dan sesuaikan dengan kemampuan. Ingat, jangan memaksakan diri.
Hindari risiko komplikasi
Selain mengontrol kadar gula darah, kendalikan pula kondisi-kondisi lain seperti tekanan darah, kadar kolesterol, serta kesehatan ginjal. Hindari pula berjalan tanpa alas kaki di bebatuan, apalagi aspal panas. “Saraf kaki pada penyandang diabetes tidak sensitif. Tidak terasa sakit saat terkena batu tajam atau duri, atau aspal panas. Padahal terjadi luka, yang bisa berujung pada amputasi,” tutur Dr. dr. Dante. Segala komplikasi yang terjadi akan makin meningkatkan risiko terkena COVID-19 dan kefatalan yang ditimbulkannya.
Ini adalah era normal baru. Semua orang perlu menyesuaikan pola hidup dengan kondisi sekarang. Terlebih, penyandang diabetes rentan kena COVID-19. Perlu upaya serius, agar tetap sehat selama pandemi ini. (nid)
_____________________________________________
Ilustrasi: Background photo created by xb100 - www.freepik.com