Clean eating mengubah Farah Mauludynna, fotografer, yang dulu tambun, sakit-sakitan dan sering minum obat menjadi sehat. Ia berbagi pengalaman lewat gerakan #BALIKLAGIKEDAPUR, didasari keprihatinannya pada kebiasaan masyarakat mengonsumsi makanan olahan/pabrikan dan junk food.
Dynna berkenalan dengan clean eating saat sedang galau, menjelang usia 30 tahun. Ia berpikir tentang pencapaian dan angan-angan yang ingin diraih. Berselancar di dunia maya, ia menemukan #clean eating. Banyak topik tentang clean eating, menu dan resepnya. “Saya kagum, wah apa ini? Saya seperti anak kecil di taman bermain,” kenangnya.
Ia menemukan jalan untuk bertualang di dunia makanan. Sebelum memulai, tubuhnya diajak ngobrol. “Hai jantung, hai usus, hai rambut, apa kabar. Sudah 29 tahun tidak menyapa, 29 tahun masukin sampah. Maaf ya,” ujar wanita yang studi Bisnis Internasional di Universitas Padjajaran, Bandung ini.
Petualangan 21 hari bebas mie instan dan diulang 3 kali berhasil dilalui. Bulan pertama rambutnya rontok. Ia sempat heran, tidak kemo kok rambut rontok. Ternyata, itu respon tubuh membuang racun (detoksifikasi), yang bisa berbeda pada setiap orang.
Dalam 2 bulan, berat badan turun 10 kg. “Lihat foto-foto lama kaget juga, aku dulu segendut itu,” ia tertawa. “Karena gendut, jalan gampang capek, mau ngapa-ngapain males.” Efek lain yang dirasakan, yang membuatnya sangat bahagia, adalah lepas dari obat-obatan. Dulu ia gampang sakit, sering flu atau diare dan sering minum obat. Celakanya, ada obat yang efek sampingnya menambah nafsu makan dan susah tidur.
Pelan-pelan ia bisa berhenti minum obat. Akar rambut lebih kuat dan tidak jerawatan. Kalau PMS, mood lebih gampang diatur. Dulu jam 2 dini hari baru bisa tidur, sekarang jam 11 sudah ngantuk. Ia tidur lebih cepat dan nyenyak. Dulu kalau kena macet maunya marah-marah, sekarang ia nyantai. Emosinya stabil.
Tubuh sebagai detektor
Clean eating, menurut Dynna, membuat tubuh lebih peka terhadap “racun”. Kepekaannya yang kian terasah, membuatnya sering dimanfaatkan oleh teman-teman sebagai tester makanan.
“Makan rawon di restoran, kalau tidak lama kemudian saya sakit perut, berarti masakannya nggak bersih. Makan sate padang, penjualnya saya ajak ngobrol : pak saosnya pakai MSG nggak? Kalau dia bilang tidak, tapi kemudian kepala saya sakit, berarti penjual sate itu bohong,” ujarnya.
Sesekali, ia ingin juga menikmati makan “bebas”. Dalam 3 hari, biasanya perut terasa begah dan susah BAB (buang air besar).
“Kalau sudah begitu, tubuh saya ajak ngobrol : tenang guys besok kita makan sayur lagi, makan yang sehat-sehat lagi. Tubuh saya sekarang seperti punya warning system. Enak banget.”
Bagi yang ingin memulai clean eating, disarankan mulailah dengan makanan sederhana yang disukai dan masukkan ke dalam daftar yang akan dimasak. Jangan memasak yang justru merepotkan diri sendiri. (jie)