Berita meninggalnya aktris kawakan Ria Irawan masih menyesakkan hati. Seperti diketahui, Ria Irawan tutup usia di usia 50 tahun, akibat kanker endometrium stadium lanjut. Kankernya telah bermetastasis hingga ke otak dan paru-parunya.
Kanker endometrium tidak termasuk 10 kanker terbanyak di Indonesia, dan tidak masuk 5 besar kanker paling banyak pada perempuan Indonesia. Berdasarkan Globocan 2018, kanker endometrium atau disebut juga kanker corpus uteri menempati urutan ke-13 dari semua kanker. Ada banyak jenis kanker endometrium. Yang paling sering ditemukan yakni adenokarsinoma, khususnya tipe endometrioid.
Menurut dr. Andi Darma Putra, Sp.OG(K)Onk dari FKUI/RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, umumnya kanker endometrium ditemukan pada stadium awal. “Di stasium awal, kanker endometrium sudah menimbulkan gejala berupa perdarahan, sehingga bisa cepat diketahui,” ujarnya. Perdarahan terjadi di luar waktu haid, serta panjang dan banyak. “Jadi seperti haid terus-terusan, dan tidak menimbulkan nyeri,” imbuhnya. Memang seringnya, kanker tidak menyebabkan nyeri saat masih stadium awal.
Baca juga: Ria Irawan: "Gue Pake BPJS"
Atau, terjadi perdarahan saat sudah menopause. Ditengarai, 75% kasus kanker endometrium muncul pada masa menopause. Perdarahan setelah menopause harus dicurigai; jangan menganggapnya sebagai haid yang kembali lagi. Ditakutkan, itu adalah gejala kanker endometrium.
Gejala berupa perdarahan dirasakan pula oleh Ria Irawan dulu. Di awal-awal penyakitnya, ia bisa haid 2x dalam sebulan. Perdarahan pun makin sering terjadi, hingga akhirnya 2014 ia didiagnosis kanker endometrium stadium III C.
Endometrium adalah dinding rahim bagian dalam, yang menebal saat masa subur sebagai persiapan seandainya terjadi kehamilan. Bila tidak terjadi kehamilan, dinding ini luruh sebagai darah haid. Kanker endometrium muncul ketika sel-sel endometrium mulai tumbuh terlalu cepat dan tidak terkendali. Karenanya, muncullah perdarahan di luar siklus haid.
Baca juga: Skrining Kanker di Puskesmas
Belum diketahui dengan pasti apa penyebab kanker endometrium. Namun diduga kuat berhubungan dengan tingginya kadar hormon estrogen. “Kegemukan dan obesitas bisa memicu kanker endometrium karena kadar estrogen jadi lebih tinggi,” terang dr. Andi. Estrogen utamanya diproduksi oleh ovarium (indung telur). Namun, jaringan lemak bisa mengubah hormon androgen menjadi estrogen. Ini tentu bisa memengaruhi kadar estrogen, khususnya setelah menopause.
Faktor risiko lain untuk kanker endometrium misalnya PCOS (polycycstic ovarian syndrome), diabetes, pola makan tinggi lemak, kanker ovarium, riwayat kanker endometrium di keluarga, dan menjalani terapi estrogen sebagai sulih hormon saat menopause. Pada PCOS, kadar androgen dan estrogen lebih tinggi, sedangkan progesteron turun. Ini bisa menjadi faktor risiko. Adapun diabetes tipe 2 dan pola makan tinggi lemak berkaitan dengan kadar lemak tubuh. Terapi sulih hormon membantu meringankan gejala menopause seperti hot flushes, vagina kering, bahkan mencegah osteoporosis. Namun terapi estrogen saja tanpa progesteron bisa memicu tumbuhnya kanker endometrium pada perempuan yang masih memiliki rahim. Untuk menurunkan risiko ini, terapi kombinasi dengan hormon progestin atau obat sejenisnya, bisa digunakan.
Tentu saja, tidak selalu hal-hal di atas pasti akan menyebabkan kanker endometrium. Hanya saja perlu lebih waspada bila memiliki faktor risiko tertentu. Dan, segera mencari pertolongan dokter bila mengalami perdarahan yang tidak biasa.
Dalam wawancara dengan OTC Digest, Ria Irawan bercerita, ia pernah mencari pengobatan di luar medis untuk menyembuhkan kankernya. Akhirnya ia sadar, cara tersebut tidak berhasil; bahkan membuat penyakitnya makin parah. “Dulu saya pernah percaya, yang akhirnya kalau sekarang dipikirkan, gak masuk logika. Itu bagian dari ketidakberimanan kita,” tegasnya waktu itu. Ia menekankan agar pasien kanker fokus berobat secara medis, yang telah terbukti secara ilmiah.
Ria Irawan akhirnya menjalani operasi pengangkatan rahim pada 2014, dilanjutkan dengan 6 sesi kemoterapi, dan 25 sesi radioterapi. Ia sempat dinyatakan remisi dari kanker pada 2015. Apa mau dikata, kankernya muncul lagi. Yang membuat haru, Ria tetap berjuang menjalani pengobatan hingga akhir hayatnya. (nid)
__________________________________________
Foto: dok. OTC Digest